Kapolri: Kritik Pedas adalah Obat bagi Pembenahan Institusi Polri
Banyak kritik pedas dan pahit yang harus ditelan Polri jika ada kesalahan dan pelanggaran. Di Hari Bhayangkara, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta jajarannya bisa menerima kritik sehingga lebih baik lagi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menilai kritik pedas terhadap anggota Polri di hari ulang tahun ke-76 Bhayangkara akan menjadi obat bagi institusi yang dipimpinnya itu. Meskipun pahit, kritik pedas itu harus ditelan sehingga Polri bisa menjadi lebih sehat dan lebih baik lagi di masa mendatang.
”Di Hari Bhayangkara ini, Polri berkomitmen terus membenahi dan memperbaiki diri untuk bisa menjalankan transformasi Polri yang presisi, yang betul-betul bisa memberikan pelayanan yang berintegritas, berdedikasi, dan berinovasi sehingga bisa melindungi dan mengayomi masyarakat. Dekat dan dicintai masyarakat,” tutur Listyo dalam acara Hoegeng Award, di Jakarta, Jumat (1/7/2022).
Salah satu kritik pedas yang disebut Listyo adalah yang dilayangkan lembaga swadaya masyarat Kontras. Menurut dia, kritik pedas itu jika dirasakan memang pahit. Namun, tetap harus ditelan agar menjadi obat sehingga Polri bisa mempertahankan diri menjadi institusi yang lebih baik dan sehat dalam memberikan pengayoman kepada masyarakat. Polri tidak boleh antikritik, ruang bagi masyarakat untuk menilai kinerja Polri harus diberikan. Dengan demikian, Polri juga memahami di aspek mana saja yang harus ditingkatkan.
Sebelumnya, dalam publikasi hasil riset pemberitaan di media massa dan kasus-kasus yang didampingi, Kontras merilis bahwa kultur kekerasan masih ada dan terakumulasi dalam tindakan polisi kepada masyarakat. Sepanjang Juli 2021-Juni 2022, tercatat ada 677 peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian. Kontras juga menyoroti soal tidak optimalnya kinerja kepolisian tanpa faktor viralitas di media sosial. Sejumlah kasus yang digaungkan di medsos ditangani cepat. Sebaliknya, kasus yang tak jadi sorotan dibiarkan mangkrak dalam waktu yang lama (Kompas, 1/7/2022).
Di hari Bhayangkara ini, Polri berkomitmen terus membenahi dan memperbaiki diri untuk bisa menjalankan transformasi Polri yang presisi, yang betul-betul bisa memberikan pelayanan yang berintegritas, berdedikasi, dan berinovasi sehingga bisa melindungi dan mengayomi masyarakat. Dekat dan dicintai masyarakat.
Selain mengklaim tak antikritik, Listyo juga tak segan memberikan penghargaan kepada anggotanya yang berprestasi. Bekerja sama dengan media daring, Kompolnas, dan Komnas HAM, Polri menganugerahi tiga polisi yang dinilai berkualitas dengan Hoegeng Award.
Mereka adalah Ajun Inspektur Dua Rohimah dari Binmas Polsek Muaragembong, Bekasi, sebagai polisi berdedikasi. Kemudian, anugerah polisi inovatif diberikan kepada Wakil Kepala Polda Papua Brigadir Jenderal (Pol) Eko Rudi Sudarto. Berikut, anugerah polisi berintegritas diberikan kepada Inspektur Jenderal Akhmad Wiyagus yang menjabat sebagai Kapolda Gorontalo.
Institusi yang humanis
Secara terpisah, Ketua DPR Puan Maharani berharap Polri semakin profesional di usianya yang ke-76. Polri didorong untuk menjadi institusi yang humanis dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Menurut dia, perkembangan zaman yang semakin kompleks menuntut adaptasi Polri dalam menghadapi berbagai tantangan. Puan mengingatkan agar Polri beradaptasi, berpegang teguh pada tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan amanat undang-undang.
Saya yakin dengan terus meningkatkan sikap profesionalisme dan mengedepankan sikap humanis, Polri akan terus menjadi alat negara yang diterima dan selalu bersama dengan masyarakat.
”Saya yakin dengan terus meningkatkan sikap profesionalisme dan mengedepankan sikap humanis, Polri akan terus menjadi alat negara yang diterima dan selalu bersama dengan masyarakat,” tutur Puan.
Puan juga menyebut bahwa di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Polri dalam tahap transformasi menuju Presisi. Presisi adalah visi Listyo yang merupakan akronim dari kata prediktif, responsibilitas transparansi, dan berkeadilan. DPR mengapresiasi sejumlah capaian yang dilakukan oleh Polri. Salah satunya adalah langkah Polri yang lebih banyak mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice) yang dinilai berperan terhadap stabilitas keamanan nasional. Secara khusus, Puan juga mengapresiasi Polri yang membentuk Direktorat Khusus bagi Perempuan dan Anak di Bareskrim yang akan sampai pada tingkat polda dan polres.
Kami berharap proses pembentukan Direktorat Pelayanan Perempuan dan Anak Polri dapat berjalan lancar karena sangat diperlukan mengingat tingginya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
”Kami berharap proses pembentukan Direktorat Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polri dapat berjalan lancar karena sangat diperlukan mengingat tingginya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutur Puan.
Puan berpandangan, Direktorat PPA akan mendukung pelaksanaan teknis Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang baru saja disahkan oleh DPR. Direktorat PPA ini akan diisi lebih banyak oleh polisi wanita. Keberadaan Direktorat PPA ini sejalan dengan UU TPKS yang baru saja terealisasi. Dengan menjadikan polwan sebagai lini terdepan penanganan TPKS, Direktorat PPA Polri akan membuat korban merasa lebih nyaman mengingat korban kekerasan seksual mayoritas adalah perempuan dan anak.
Selain itu, Direktorat PPA Polri juga diharapkan ikut berperan dalam program-program pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kerja sama Polri dengan lintas instansi dan elemen masyarakat juga diyakini dapat membantu penyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual.
Pelanggaran etik
Terkait dengan peninjauan kembali putusan etik terhadap terpidana kasus korupsi Ajun Komisaris Besar Brotoseno, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan, Polri telah membentuk komisi peninjau kembali putusan etik sejak tanggal 29 Juni lalu. Komisi tersebut diberi waktu 14 hari untuk melakukan pemeriksaan. Sampai saat ini, komisi masih bekerja untuk memeriksa putusan sidang kode etik Brotoseno.
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh insan Bhayangkara merupakan pengkhianatan terhadap sumpah dan janji yang juga mengkhianati institusi Polri.
”Putusan dikeluarkan final (maksimal) 14 hari. Nanti, apa pun putusannya akan diumumkan apakah diperberat, dihilangkan, atau apa pun keputusannya. Kami tidak akan menutupi dan akan transparan kepada publik untuk menyampaikannya,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso menyebut, polisi harus membersihkan budaya menyimpang anggotanya yang mengkhianati kode etik, baik itu elite Polri yang berpangkat jenderal maupun bawahan dengan pangkat terendah tamtama.
Pimpinan tertinggi Polri harus mampu menjalankan organisasinya sesuai dengan tujuan reformasi Polri, yaitu menjadikan anggota Polri untuk berbuat baik, berkarya secara profesional, dan berprestasi mengawal tupoksinya. Untuk dapat dicintai masyarakat, setiap anggota Polri harus menjadi teladan bagi masyarakat. Perilakunya harus menjadi representasi institusi.
”Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh insan Bhayangkara merupakan pengkhianatan terhadap sumpah dan janji yang juga mengkhianati institusi Polri,” kata Sugeng.
Sugeng berharap Kapolri tak segan-segan untuk mencopot jabatan jika pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri sudah viral di media sosial. Kapolri harus tegas mengatasi pelanggaran itu dengan melakukan sidang disiplin dan kode etik profesi Polri (KEPP). Catatan IPW, selama kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, setidaknya ada 352 anggota Polri dipecat. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2020 ketika jumlah anggota Polri yang dipecat hanya 129 orang.