Rapat konsultasi KPU dengan pemerintah dan Komisi II DPR membahas Rancangan Peraturan KPU tentang Pendaftaran Parpol yang seharusnya digelar pada Kamis (30/6/2022) dibatalkan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan agar Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu segera disahkan semakin mendesak. Komisi Pemilihan Umum membutuhkan peraturan tersebut untuk kepentingan sosialisasi kepada partai politik dan publik.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik, menyampaikan, rapat konsultasi dengan pemerintah dan Komisi II DPR membahas Rancangan Peraturan KPU Pendaftaran Parpol yang seharusnya digelar pada Kamis (30/6/2022) dibatalkan. Ia berharap rapat konsultasi itu bisa segera diselenggarakan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kami sangat yakin Komisi II (DPR) juga memahami situasi yang kami hadapi, di mana kami harus segera melakukan sosialisasi kepada partai politik dan kepada publik terkait dengan mekanisme pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol (partai politik),” kata Idham saat dihubungi di Jakarta, Kamis (30/6).
Kebutuhan PKPU Pendaftaran Parpol bagi KPU sangat mendesak karena pada 29 Juli 2022 sudah dimulai tahapan pendaftaran parpol. Sebelum tahapan tersebut dimulai, KPU terlebih dahulu harus melakukan sosialisasi berdasarkan rancangan PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol yang sudah dikonsultasikan dengan pemerintah dan Komisi II DPR dalam rapat dengar pendapat di Komisi II DPR.
Idham menegaskan, KPU berkomitmen memperbaiki kekurangan yang terjadi dalam proses verifikasi parpol pada 2018 atau menjelang Pemilu 2019. Selain itu, menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020 yang membedakan proses verifikasi administrasi dan faktual bagi parpol yang telah lolos ambang batas parlemen dengan nonparlemen. Karena itu, dibutuhkan PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol yang baru.
Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal mengatakan, saat ini belum ada pembahasan terkait dengan rancangan PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol. Meskipun demikian, PKPU tersebut menjadi salah satu prioritas yang akan dibahas oleh Komisi II secepat mungkin.
Selain kebutuhan adanya perubahan proses verifikasi, PKPU ini juga dibutuhkan sebagai payung hukum dalam penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Dalam rancangan PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Peserta Pemilu, disebutkan bahwa Sipol digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol peserta pemilu serta pemutakhiran data parpol secara berkelanjutan.
Jelang Pemilu 2019, penggunaan Sipol sempat digugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) oleh beberapa parpol yang tidak diterima pendaftarannya oleh KPU. Kala itu, Bawaslu menerima gugatan itu. Sebab, Sipol bukan instrumen pendaftaran yang diperintahkan UU Pemilu. Karena itu, proses pendaftaran parpol harus mengutamakan surat fisik, bukan Sipol, Kompas (16/11/2017).
Anggota Bawaslu, Puadi, mengatakan, tidak menutup kemungkinan eksistensi Sipol bakal dipersoalkan kembali oleh parpol. Sebab, putusan administrasi Bawaslu Nomor 009/ADM/BWSL/PEMILU/XI/2017 menentukan, Sipol bukan sebagai syarat mutlak pendaftaran parpol. Sipol hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan partai politik dalam pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol peserta pemilu.
”Hakikat Sipol ialah sistem informasi dan sifat Sipol ialah pendukung dalam tata laksana pendaftaran parpol. Keberadaan Sipol bukan sebagai instrumen pemerintahan yang utama dalam prosedur pendaftaran bagi partai politik sebagai calon peserta pemilu,” kata Puadi.
Puadi menambahkan, terkait pemahaman frasa kelengkapan persyaratan berpotensi kembali berulang manakala KPU memaknai penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan pada tahap pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal 176 Ayat (3) Undang-Undang Pemilu. Sementara bagi Bawaslu, melalui putusannya, penilaian kelengkapan persyaratan dilakukan setelah dilakukannya penelitian administrasi dan verifikasi faktual sebagaimana dimaksud Pasal 178 Ayat (1).
Revisi UU Pemilu
Adanya pembentukan daerah otonom baru Papua dan pembentukan ibu kota negara membuat UU Pemilu harus direvisi secara terbatas. Sebab, akan ada perubahan, seperti penentuan daerah pemilihan (dapil).
Syamsurizal mengatakan, saat ini belum ada kesepakatan untuk merevisi UU Pemilu. Meskipun demikian, ada perbincangan apakah akan ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) apabila ada penambahan dapil.
”Kalau ada penambahan dapil, tentu ada perubahan-perubahan yang diperlukan di dalam itu,” tuturnya. Ia berharap segera dilakukan pembahasan perubahan UU Pemilu. Kemungkinan akan dilakukan dalam masa sidang pertama pada 2023.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, KPU membutuhkan payung hukum sebagai dampak pembentukan daerah otonom baru Papua dan pembentukan ibu kota negara. Ketika Papua sebagai provinsi induk terjadi pemekaran, area luas daerah pemilihannya akan semakin mengecil.
Begitu juga dengan ibu kota negara yang membutuhkan daerah pemilihan baru untuk DPR dan daerah pemilihan baru untuk DPD. Perubahan itu akan berpengaruh terhadap pemilihan di Provinsi Kalimantan Timur dan DKI Jakarta.
Menurut Hasyim, revisi UU Pemilu perlu dilakukan akhir 2022. Sebab, pada Februari 2023 sudah dilakukan tahapan penetapan dapil. Karena itu, ketentuan tentang dapil harus sudah siap. Berikutnya pada Mei 2023 sudah dilakukan pencalonan untuk DPR RI dan DPD. Sebelum pencalonan, urusan dapil sudah harus selesai.