KPU memperoleh akses NIK dan data agregat kependudukan di tingkat kecamatan dari Ditjen Dukcapil Kemendagri. Data tersebut dibutuhkan untuk penyusunan data pemilih dan penataan daerah pemilihan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
TANGKAPAN LAYAR
Peluncuran tanggal pemungutan suara pemilu serentak tahun 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Senin (14/2/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum diberikan akses terhadap data nomor induk kependudukan atau NIK serta data agregat kependudukan di tingkat kecamatan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan, pemberian akses NIK ini penting untuk pemutakhiran daftar pemilih dan penyusunan data pemilih untuk Pemilu 2024. Selain itu, KPU akan diberikan data agregat kependudukan di tingkat kecamatan sebagai dasar untuk menyusun dan menata daerah pemilihan.
”Bagi parpol (partai politik) itu sebenarnya kalau anggota satu per seribu itu berapa per kabupaten/kota, kemudian juga sebagai dasar untuk warga negara Indonesia yang akan mencalonkan diri sebagai calon perseorangan peserta pemilu DPD (Dewan Perwakilan Daerah),” kata Hasyim seusai penandatanganan perjanjian kerja sama pemanfaatan data kependudukan serta penyerahan hak akses NIK antara Ditjen Dikcapil Kemendagri dan KPU, di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Ia menjelaskan, pemutakhiran data bersumber dari daftar pemilih tetap terakhir yang dikelola KPU dan daftar penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) yang dikelola Kementerian Dalam Negeri. Sinkronisasi antara DPT dan DP4 bersifat proyeksi untuk pelaksanaan pemilu ke depan.
Penandatanganan perjanjian kerja sama pemanfaatan data kependudukan serta penyerahan hak akses NIK antara Ditjen Dukcapil Kemendagri dan KPU, di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Selain pemutakhiran data pemilih, KPU menerima data agregat kependudukan sampai tingkat kecamatan yang digunakan untuk melihat berapa jumlah anggota partai politik di setiap kabupaten/kota. Data tersebut juga akan digunakan untuk penyusunan dan penataan daerah pemilihan serta penyerahan dukungan bagi bakal calon perseorangan anggota DPD.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan UU Pemilu mengamanatkan kepada Kemendagri untuk memberikan data kependudukan dalam bentuk data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) dan DP4.
”DAK2 untuk menentukan daerah pemilihan (dapil), DP4 untuk menentukan berapa banyak orang yang memiliki hak pilih,” kata Zudan.
Ia mengatakan, data dari Dukcapil tersebut akan diolah untuk membuat daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilih tetap (DPT). Setiap dua kali dalam setahun, Dukcapil memberikan data kepada KPU, yakni pada 30 Juni dan 30 Desember.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh
Zudan mengungkapkan, jumlah pemilih pada Pemilu 2024 sekitar 206 juta orang, sedangkan pada pilkada serentak 2024 sekitar 210 juta orang. Data tersebut akan terus bergerak karena akan ada yang pindah dari TNI/Polri, pensiun, pindah negara, dan meninggal. Perpindahan penduduk di Indonesia tiap bulan berkisar 500.000-600.000 jiwa sehingga setahun mencapai 6 juta-7 juta jiwa. Dukcapil akan terus melakukan pembaruan data agar data pemilih semakin akurat berbasis kependudukan.
Payung hukum
KPU membutuhkan payung hukum sebagai dampak rencana pembentukan daerah otonom baru Papua dan pemindahan ibu kota negara. Hasyim mengatakan, ketika di Papua sebagai provinsi induk terjadi pemekaran, luas daerah pemilihannya akan semakin mengecil.
”Konsekuensinya, jumlah penduduknya juga makin mengecil di masing-masing daerah itu,” kata Hasyim. Situasi tersebut akan berpengaruh terhadap alokasi kursi di DPR. Selain itu, DPRD provinsi dan DPD harus ditata ulang.
Begitu juga dengan ibu kota negara yang membutuhkan daerah pemilihan baru untuk DPR dan DPD. Perubahan itu akan berpengaruh terhadap pemilihan di Kalimantan Timur dan DKI Jakarta.
Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
”Perubahan-perubahan itu, kan, harus ada instrumen undang-undang,” kata Hasyim. Selain payung hukum, perubahan tersebut juga akan berpengaruh terhadap anggaran Pemilu 2024.