Wacana Koalisi Parpol Nonparlemen, Akankah Layu Sebelum Berkembang?
Partai Perindo getol mengumpulkan parpol peserta Pemilu 2019 yang gagal lolos ambang batas parlemen. Ada hasrat menyatukan semua parpol di satu ”kapal” untuk Pilpres 2024. Mungkinkah koalisi nonparlemen ini terwujud?
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
DOKUMENTASI PARTAI BERKARYA
Sekretaris jenderal (sekjen) partai nonparlemen berkumpul di restoran Plataran, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Sekretaris jenderal (sekjen) dari tujuh partai politik (parpol) nonparlemen kembali bertemu pertengahan Juni lalu. Sambil menyantap makan malam, segala hal dibicarakan dalam pertemuan selama sekitar tiga jam di salah satu restoran mewah di kawasan Senayan, Jakarta, tersebut. Dari mulai hal yang bisa mengundang senyum dan tawa hingga hal yang serius.
Ketujuh sekjen dimaksud, Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq, Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti, Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor, Sekjen Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang, Sekjen Partai Hanura Kodrat Shah, Sekjen Partai Garuda Yohanna Murtika, serta Sekjen Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Said Salahudin.
Salah satu topik berat yang diperbincangkan terkait syarat parpol untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Sama-sama menghadapi beban syarat yang berat, masing-masing saling memotivasi sekaligus berbagi tips agar bisa lolos verifikasi administrasi ataupun faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
”Kami menyatukan pandangan soal verifikasi parpol agar kami semua lolos jadi peserta Pemilu 2024. Kami saling mendukung, berbagi tips, dan lain-lain,” tutur Ahmad Rofiq saat dihubungi, Selasa (28/6/2022).
Sekretaris jenderal (sekjen) partai nonparlemen berkumpul di restoran Plataran, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2022).
Pertemuan elite parpol nonparlemen ini bukan pertama kalinya. Awal Maret lalu, pertemuan serupa digelar. Namun, hanya empat dari tujuh parpol yang hadir.
Selain sudah mulai dibahas seputar persiapan untuk verifikasi parpol peserta Pemilu 2024, dibahas pula mengenai ambang batas pencalonan presiden. Adanya ambang batas yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilai tidak demokratis sehingga muncul pemikiran agar aturan itu digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Aturan dimaksud tertera dalam Pasal 222 UU Pemilu. Di dalamnya disebutkan, pasangan calon presiden-wakil presiden harus diusung parpol atau gabungan parpol yang memiliki minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Jika konteksnya Pemilu 2024, maka 25 persen dari suara sah nasional yang dirujuk adalah hasil pada Pemilu Legislatif 2019.
Koalisi nonparlemen
Pertemuan elite parpol nonparlemen pada Maret dan berlanjut Juni tersebut merupakan kelanjutan dari pertemuan para ketua umum parpol nonparlemen pada akhir Februari 2022. Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo untuk pertama kalinya menggulirkan wacana koalisi parpol nonparlemen untuk pencalonan presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. ”Kami membuka wacana tentang keikutsertaan untuk pencapresan di Pemilu 2024,” ujar Hary.
NINA SUSILO
Para fungsionaris Partai Perindo dipimpin Ketua Umum Hary Tanoesodibjo bersilaturahmi dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (22/7/2019).
Bahkan, untuk memuluskan rencana itu, ia menyampaikan rencana pembentukan sekretariat bersama tujuh parpol nonparlemen.
Meski sekretariat bersama ini belum terlihat wujudnya, menurut Badarudin Andi Picunang, elite dari tujuh parpol nonparlemen telah membuat grup Whatsapp. Di dalamnya banyak diperbincangkan mengenai situasi politik terkini, selain saling berbagi informasi agar bisa lolos menjadi parpol peserta Pemilu 2024. ”Pertemuan” secara daring tersebut otomatis memperkuat pertemuan tatap muka langsung yang telah beberapa kali digelar.
Di balik intensnya komunikasi di antara parpol nonparlemen tersebut, adalah Hary Tanoesoedibjo. Ia bersama Perindo pula yang menjadi inisiator dari ketiga pertemuan tatap muka pada Februari, Maret, dan Juni.
Mengapa pemilik MNC Group ini berkeinginan menyatukan seluruh parpol nonparlemen? Menurut Ahmad Rofiq, keinginan dari ketua umumnya membentuk koalisi nonparlemen agar 13,5 juta suara pemilih pada Pemilu 2019 yang tersalurkan ke tujuh parpol nonparlemen tak hangus saat Pilpres 2024. Perindo juga tak ingin keterbelahan masyarakat akibat hanya ada dua pasangan capres-cawapres di dua pilpres terakhir, terulang di Pilpres 2024. Maka, parpol nonparlemen diharapkan berkoalisi untuk menghadirkan lebih banyak capres-cawapres.
Wakil Ketua Umum Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah menambahkan, syarat pencalonan presiden dalam UU Pemilu membuka ruang pencalonan oleh gabungan parpol berbasiskan raihan suara pada Pemilu 2019. Ketujuh partai nonparlemen meski tak memiliki kursi di DPR, tetapi memiliki 13,5 juta suara pada Pemilu 2019. Raihan suara itu setara dengan 9,7 persen suara sah nasional. Dengan demikian, koalisi nonparlemen tinggal berkoalisi dengan parpol parlemen untuk memenuhi syarat pencalonan presiden, 25 persen suara sah nasional.
Untuk itu, menurut dia, komunikasi Hary Tanoesoedibjo dengan parpol parlemen sudah mulai dibangun sambil terus mengintensifkan komunikasi di antara parpol nonparlemen. ”Komunikasi juga terus dijalin secara intensif dengan parpol nonparlemen. Hanya, kami memang belum sampai pada hal-hal yang strategis, seperti mencalonkan nama capres atau cawapres,” ujar anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2012-2017 ini.
Menanggapi wacana dari Perindo agar tujuh parpol nonparlemen bersatu, Badarudin mengatakan, pembicaraan untuk merealisasikan wacana itu belum terlalu serius. ”Masih sebatas brainstorming. Sekarang fokus dulu lolos menjadi peserta pemilu,” ucapnya.
Begitu pula Ketua Umum PSI Giring Ganesha mengatakan pertemuan dengan parpol nonparlemen lainnya masih sebatas silaturahmi. Belum ada pembahasan rencana koalisi. Juru bicara PSI, Kokok Dirgantoro, menambahkan, PSI masih harus mengkaji wacana itu. ”Meski demikian, dapat saya tegaskan, PSI terbuka untuk membangun koalisi di 2024 dengan partai-partai lain asalkan memperjuangkan antikorupsi dan melawan intoleransi,” ucapnya.
RUSMAN - BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Ketua Umum PSI Giring Ganesha dalam Peringatan HUT Ke-7 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di The Ballroom Djakarta Theater Building, Jakarta, 22 Desember 2021.
Tantangan berat
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, berpandangan, tidak mudah bagi parpol nonparlemen bersatu dalam satu ”kapal” untuk Pilpres 2024. Pasalnya, parpol nonparlemen memiliki garis politik yang beragam. Ada partai nasionalis hingga religius. Karena itu, sangat mungkin wacana koalisi nonparlemen justru layu sebelum berkembang.
Meski demikian, bukan berarti koalisi nonparlemen tak mungkin diwujudkan. Sejumlah pertemuan dan komunikasi yang telah terlihat di antara parpol nonparlemen bisa menjadi langkah awal untuk bersatu. Dengan rutin bertemu, berkomunikasi, berbagi ilmu, apalagi mereka menghadapi ”nasib” yang sama, yakni sebagai parpol nonparlemen dan sulitnya lolos menjadi peserta pemilu, kesepahaman dan rasa senasib sepenanggungan bisa terbangun.
”Ingat selalu pada kesamaan nasib (sebagai parpol nonparlemen), jika tidak, koalisi bisa langsung bubar,” kata Hendri.
Elemen pemersatu lainnya bisa hadir dari figur yang bisa diterima oleh semua parpol. Figur ini bisa mewujud dari capres yang dipilih oleh parpol nonparlemen. Untuk itu, jika parpol nonparlemen serius ingin berkoalisi, pembicaraan soal capres yang hendak diusung pada 2024 sudah harus dibahas. Apalagi titik temu terkait hal ini tidaklah mudah, setiap parpol punya kepentingan dan konstituen yang juga beragam keinginannya.
Figur capres yang dipilih, lanjut Hendri, akan lebih baik jika berasal dari luar parpol nonparlemen. Dengan demikian, kans figur tersebut untuk mempersatukan tujuh parpol nonparlemen bisa lebih besar. Sebab, tak akan muncul pemikiran bahwa pemilihan figur tertentu hanya untuk menguntungkan salah satu parpol nonparlemen.
Selain itu, figur capres yang dipilih lebih baik jika elektabilitasnya tinggi. Hal ini bisa menggenjot popularitas, bahkan elektabilitas setiap parpol nonparlemen sekaligus bisa meningkatkan daya tawar parpol nonparlemen saat mencari mitra koalisi dari parpol parlemen. Terlebih jika parpol nonparlemen mengumumkan lebih awal figur capres tersebut.
Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati, menambahkan, penguatan daya tawar dengan membentuk koalisi nonparlemen juga bisa dinilai positif oleh publik, utamanya konstituen pemilih tujuh parpol nonparlemen saat Pemilu 2019. Sebanyak 13,5 juta pemilih yang memilih tujuh parpol tersebut akan merasa suara mereka tidak akan hangus percuma. Mereka ikut andil dalam pengusungan capres pada 2024. Apalagi jika figur capres yang dipilih selaras dengan keinginan para pemilih ketujuh parpol nonparlemen pada Pemilu 2019.
Di sisi lain, penguatan daya tawar membuat parpol nonparlemen tak akan lagi dipandang sebelah mata oleh parpol parlemen, seperti sebatas pelengkap pemenuhan syarat ambang batas pencalonan presiden dari parpol parlemen. Berbekal 13,5 juta pemilih, parpol nonparlemen bisa ”sederajat” dengan parpol parlemen calon mitra koalisi saat menentukan pasangan capres-cawapres.