Tak Hanya Publik, DPR Juga Belum Terima Draf RKUHP Terbaru
Tak hanya masyarakat yang kesulitan memperoleh draf RKUHP terbaru, Komisi III DPR juga belum menerima draf tersebut dari pemerintah. Setelah draf diserahkan, harus ada pembahasan ulang untuk mencegah pasal bermasalah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Kuatnya penolakan publik atas sejumlah materi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP tak menyurutkan keinginan sejumlah pimpinan Komisi III DPR agar RKUHP segera disahkan pada awal Juli 2022. Padahal, hingga kini, pemerintah belum menyerahkan ke DPR, draf RKUHP terbaru atau RKUHP hasil revisi setelah 14 poin isu krusial di RKUHP disosialisasikan pemerintah ke masyarakat.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Pangeran Khairul Saleh, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/6/2022), mengatakan, setelah pemerintah memaparkan hasil sosialisasi 14 poin krusial di RKUHP ke publik sekaligus merevisi sejumlah pasal di RKUHP sesuai dengan masukan publik, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III pada 25 Mei 2022, kedua belah pihak sepakat agar pembahasan RKUHP bisa segera dituntaskan dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Juli 2022.
”Insyaallah, sesuai target karena sudah disepakati bersama (pemerintah dan DPR),” katanya.
Mengacu pada jadwal DPR, masa persidangan V tahun sidang 2021-2022 akan berakhir pada 7 Juli mendatang. Setelah itu, DPR akan memasuki masa reses hingga 15 Agustus 2022.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto juga menyampaikan bahwa RKUHP ditargetkan sudah bisa disahkan dalam masa persidangan DPR saat ini. Politisi asal PDI-P ini menyebut pemerintah juga setuju agar RKUHP segera disahkan.
”Kita targetkan masa sidang ini RKUHP rampung. Tinggal nanti tata beracaranya kita buat lagi. Pemerintah sudah oke. Jadi, itu nanti di rapat paripurna tingkat II diketuk, selesai,” ujar Bambang melalui keterangan tertulis, Jumat (24/6).
Namun, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani pesimistis RKUHP bisa disahkan awal Juli nanti. Pasalnya, pemerintah belum menyampaikan draf terbaru RKUHP kepada Komisi III DPR. Jika nanti telah diserahkan, Komisi III masih harus mengecek perbaikan terkait 14 isu krusial di RKUHP dan membahasnya dengan pemerintah. Tak hanya itu, pihaknya akan berupaya menyerap masukan publik terkait 14 isu krusial tersebut.
”Jadi, karena belum disampaikan, rasanya menjadi tidak mungkin untuk kami sahkan di akhir masa sidang ini. Sampai sekarang draf belum diserahkan, padahal kami di minggu kedua Juli ini sudah reses,” ujarnya.
Ia pun berharap pemerintah segera menyerahkan draf terbaru RKUHP itu kepada DPR. Dengan demikian, draf itu bisa dibuka kepada masyarakat untuk dikritisi. Tak hanya itu, dalam rapat pada 25 Mei lalu, ia telah meminta kepada pemerintah agar menyerahkan pula draf terbaru RKUHP kepada para ahli hukum pidana yang tidak terlibat dalam pembahasan, aparat penegak hukum, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), dan masyarakat sipil ”Agar mereka menjadi proof reader. Namun, sampai sekarang belum dibuka juga drafnya,” papar Arsul.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Adang Daradjatun juga menyoroti soal belum dibukanya draf RKUHP terbaru oleh pemerintah kepada publik. PKS tidak mau pembahasan RKUHP ini serba tertutup sehingga nasibnya mirip UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja dibahas dalam waktu singkat sehingga akhirnya banyak salah tik dan dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi cacat prosedur atau inkonstitusional bersyarat. Pengalaman itu seharusnya menjadi guru terbaik agar pemerintah dan DPR tidak mengulang kesalahan yang sama.
Apalagi, dalam RKUHP sarat pasal bermasalah. Misalnya adalah pasal-pasal penghinaan kepala negara, kekuasaan umum, pemerintah, yang dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi. Selain itu, pasal-pasal itu juga dianggap akan membungkam suara kritis masyarakat terhadap pemerintah.
”Masa ketika ada masyarakat mengkritik terhadap bupati di wilayahnya akan dijadikan pidana penghinaan? Jangan sampai kritik dikriminalisasi menjadi sebuah bentuk penghinaan,” kata Adang. Ia mengingatkan, jika pasal di RKUHP tidak dirumuskan secara jelas, implementasinya di lapangan akan multitafsir.
Selain sejumlah anggota Komisi III DPR, beberapa kelompok masyarakat sipil juga mempertanyakan draf RKUHP terbaru. Namun, pemerintah tak kunjung membuka draf tersebut.
Dalam audiensi bersama pimpinan redaksi media massa dan masyarakat sipil, pekan lalu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej menyampaikan, tim pemerintah masih membaca ulang draf RKUHP. Pemerintah tidak mau apa yang terjadi dalam penyusunan UU Cipta Kerja terulang dalam pembentukan RKUHP. Pemerintah ingin membaca secara teliti draf RKUHP sebelum diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama. Jika sudah selesai, draf segera diserahkan kepada DPR.
”Bukannya kami tidak mau membuka draf ini terhadap publik, tetapi ada proses yang harus kita hormati bersama. Sebelum naskah itu diserahkan kepada DPR, kita tidak akan membuka ke publik. Begitu DPR menerima, baru kita buka kepada publik,” kata Eddy.