Menerka Sinyal dari Lenteng Agung
Sebelum ditetapkan sebagai capres, Jokowi ditugaskan membacakan ”dedication of life” Soekarno di Rakernas III PDI-P 2013. Ganjar juga didaulat membacakan hasil Rakernas II PDI-P 2022. Akankah Ganjar bernasib sama?
Tepuk tangan dan pekik ”merdeka” membahana di aula tempat diselenggarakannya penutupan Rapat Kerja Nasional II Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta, Kamis (23/6/2022) sore. Mereka menyambut gembira salah satu isi rekomendasi rakernas di bidang ideologi Pancasila, sistem politik, dan Pemilu 2024 yang dibacakan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
”Rakernas II partai menegaskan bahwa penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung oleh PDI Perjuangan pada Pemilu 2024, berdasarkan keputusan Kongres V partai, AD/ART (anggaran dasar/anggaran rumah tangga) partai, dan tradisi demokrasi partai, adalah hak prerogatif ketua umum partai, Prof Dr (HC) Megawati Soekarnoputri,” ucap Ganjar lantang dari podium aula rakernas. Di sebelah podium, duduk berjajar Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDI-P Prananda Prabowo, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani.
Sambutan peserta rakernas kian gegap gempita saat Ganjar menyebut nama Megawati sebagai pemilik hak prerogatif dalam menetapkan capres dan cawapres. Hampir semua peserta, termasuk Hasto, Prananda, dan Puan, ikut bertepuk tangan. Hanya Megawati yang terdiam, tetap fokus menyimak isi rekomendasi.
Ganjar pun melanjutkan membaca poin-poin rekomendasi lainnya. Setelah tuntas, ia menyerahkan map merah berisi kertas rekomendasi kepada Megawati Soekarnoputri sambil menundukkan kepala. Megawati membalasnya sambil tersenyum.
Ganjar salah satu kepala daerah yang diminta Hasto untuk membacakan rekomendasi eksternal yang dihasilkan para kader setelah melakukan rakernas selama tiga hari berturut-turut. Selain Ganjar, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey juga diminta untuk membacakan rekomendasi bidang pembangunan desa. Begitu pula Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran yang bertugas membaca rekomendasi tentang pemenangan pemilu.
Namun, tidak ada alasan khusus yang disampaikan Hasto saat menugaskan mereka. Ketiganya dipanggil bergantian secara langsung di hadapan para peserta.
Ditemui seusai rakernas, Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan, memang tidak ada pertimbangan khusus di balik penugasan Ganjar. Tugas itu diberikan kepada setiap kader yang menjabat sebagai gubernur agar dipahami bahwa rekomendasi berlaku untuk semua. Baik yang bertugas di internal maupun di pemerintahan.
”Tentang pembagiannya tidak ada itu, itu mengalir saja dari Pak Sekjen. Kalau beliau (Ganjar) kebagian untuk membacakan ideologi, sistem politik, itu sebetulnya supaya Pak Ganjar betul-betul menerapkan dan membumikan ideologi Pancasila dalam kepemimpinannya,” kata Djarot.
Isyarat
Sekalipun tidak ada penjelasan secara resmi, penugasan Ganjar mengingatkan publik pada Rakernas III PDI-P 2013. Saat itu, PDI-P mengirimkan isyarat politik pertama terkait Pilpres 2014 kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melalui penugasan di pembukaan rakernas. Jokowi diminta untuk membacakan dedication of life pada pembukaan rakernas.
Dedication of life merupakan penggalan surat Soekarno yang ditulis pada 10 September 1966. Surat itu berisi tentang semangat pengabdian yang dihidupi Soekarno untuk rakyat dan bangsa yang dicintainya.
Menyusul pembacaan dedication of life oleh Jokowi, Megawati dalam pidatonya pun mengomentari alasan penugasan itu. Ia mengaku merasakan getaran Bung Karno saat Jokowi membacakan dedication of life. ”Katakanlah itu sebuah makna sebuah regenerasi secara alami di PDI-P dan pasti berlanjut,” ujarnya (Kompas, 7/9/2013).
Setelah acara tersebut, Jokowi tampak makin sering berjalan bersama Megawati. Hampir setiap pekan, dia pergi untuk acara PDI-P. Memasuki Maret 2014, Jokowi pun pergi bersama Megawati berziarah ke makam Bung Karno. Beberapa hari setelahnya, Megawati pun memberikan mandat kepada Jokowi untuk maju di Pilpres 2014 (Kompas, 15/4/2014).
Isyarat serupa bisa saja ditangkap oleh publik dalam penugasan Ganjar. Terlebih sebelum penutupan rakernas, Hasto mengatakan, selain penuh kalkulasi yang matang, Megawati juga kerap memberikan kejutan.
Baca juga : Sudah Kantongi Nama Capres, PDI-P Tutup Pintu bagi Demokrat dan PKS
Hasto mencontohkan, kejutan yang tidak disangka banyak pihak pernah terjadi pada Rakernas II PDIP 2018 yang diselenggarakan di Bali. ”Menjelang akhir penutupan rakernas, setelah menutup rakernas, tiba-tiba Ibu Megawati Soekarnoputri mengumumkan Pak Jokowi untuk periode kedua (maju ke Pilpres 2019),” kata Hasto.
Meski diminta membacakan hasil rakernas, belum ada yang bisa memastikan nasib Ganjar akan sama dengan Jokowi, diusung sebagai capres dari PDI-P. Situasi pada 2013 tidak sama dengan kondisi saat ini. Sepanjang 2013, Jokowi selalu menjadi tokoh potensial capres dengan elektabilitas tertinggi dalam survei berbagai lembaga. Survei Litbang Kompas pada Agustus 2013, misalnya, merekam tingkat keterpilihan Jokowi sudah mencapai 32,5 persen.
Sementara Ganjar, meski elektabilitasnya selalu berada di papan atas, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR itu masih berada di urutan kedua setelah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Hasil Litbang Kompas baru-baru ini merekam, elektabilitas Ganjar mencapai 22 persen, sedangkan Prabowo 25,3 persen. Meski begitu, masih ada kemungkinan elektabilitas Ganjar naik karena dalam enam kali survei Litbang Kompas sejak Oktober 2019-Juni 2022, elektabilitas Ganjar selalu naik. Terakhir, derajat keterpilihan Ganjar naik dari 20,5 persen pada Januari menjadi 22 persen pada Juni. Bahkan, dalam beberapa survei lembaga lain, elektabilitas Ganjar sudah melesat ke posisi pertama dengan angka di atas 30 persen.
Baca juga : Survei Litbang "Kompas" : Prabowo, Ganjar, Anies Tetap Teratas
Selain itu, isu keretakan hubungan antara Ganjar dan elite PDI-P merebak seiring dengan tren peningkatan elektabilitasnya. Kunjungan Ganjar ke sejumlah daerah di luar wilayah kerjanya kerap diinterpretasikan sebagai safari politik yang menunjukkan intensinya untuk maju di Pilpres 2024.
Ganjar juga disebut-sebut sebagai figur direstui Presiden Jokowi untuk turut berkontestasi juga ditengarai menimbulkan kecemburuan. Dukungan secara implisit muncul dalam pidato Jokowi dalam pembukaan rakernas Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Jawa Tengah, pada Mei.
Bahkan, Ganjar juga menjadi salah satu tokoh bakal calon presiden hasil rakernas Partai Nasdem. Ia menjadi satu dari tiga figur yang berpeluang diusung oleh Nasdem selain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Padahal, Ganjar adalah kader PDI-P. Berulang kali disampaikan oleh para pejabat PDI-P bahwa kongres partai telah memberikan hak prerogatif kepada ketua umum untuk menentukan capres yang akan diusung. Namun, hingga saat ini, Megawati belum mengumumkan figur yang akan dipilihnya. Seluruh kader diminta untuk tidak berbicara ihwal Pilpres 2024, tetapi fokus melaksanakan tugas masing-masing terutama menangani dampak pandemi Covid-19.
Hasil rakernas Nasdem itu tak pelak menuai tanggapan dari PDI-P. Beberapa kali Hasto menegaskan bahwa salah satu tugas parpol adalah menggembleng kader untuk disiapkan menjadi calon pemimpin nasional, bukan membajak kader parpol lain.
Sebelum rakernas di Jakarta, beberapa pejabat teras PDI-P dikabarkan memanggil Ganjar. Mereka adalah Hasto, Wakil Sekjen PDI-P Utut Adianto, Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun, dan Bendahara Umum yang juga Ketua DPD PDI-P Sulawesi Utara Olly Dondokambey.
”Benar, benar, benar (Ganjar dipanggil sebelum Rakernas). Saya tidak ikut di dalamnya. (Yang memanggil) Pak Komarudin, Pak Sekjen PDI-P, Pak Olly Dondokambey, Pak Utut,” ujar Bambang Wuryanto atau dikenal Bambang Pacul saat ditemui di sela-sela Rakernas, Rabu (22/6/2022).
Bambang Pacul pun membenarkan bahwa dalam pertemuan itu Ganjar salah satunya diingatkan soal larangan bermanuver politik sebelum ada keputusan dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri terkait penetapan nama bakal calon presiden-calon wakil presiden usungan PDI-P. Namun, untuk lebih detailnya, dia meminta agar menanyakan hal tersebut secara langsung kepada Ganjar.
”Iya, iya (soal larangan bermanuver politik). I see, tetapi itu ditanya sama yang bersangkutan saja. Aku kurang ngerti (detailnya),” ucap Bambang Pacul.
Saat dikonfirmasi tentang hal itu, Ganjar kembali mempertanyakan sumber yang memberitahukan pemanggilan tersebut. Ia menduga ada kesalahan informasi. ”Namanya? Kayaknya kok salah ya?” katanya.
Ketika dimintai tanggapan mengenai tren peningkatan elektabilitasnya, Ganjar menegaskan tak mau berbesar kepala. Sebagai kader PDI-P, ia akan patuh pada keputusan Megawati sebagai pemegang mandat dan hak prerogatif untuk menentukan capres dari PDI-P. Hasil survei juga bukan satu-satunya indikator yang digunakan untuk memilih capres yang akan diusung.
”Semua pasti diminta sudah satu tegak lurus pada satu keputusan Ibu Mega. Di PDI-P tidak ada diskusinya (soal capres potensial) itu karena mandat kongres sudah diberikan (kepada Ketua Umum PDI-P). Mungkin di beberapa partai lain, saya menghormati, ada proses masing-masing. Kami hormati partai mana pun. Bagi PDI-P, (penentuan nama bakal capres) itu prerogratif (Ketua Umum PDI-P),” ujar Ganjar.
Ultimatum
Dalam pidato pembukaan rakernas, Megawati juga menekankan soal hak prerogatif yang diberikan kongres kepadanya untuk menetapkan capres-cawapres. Tak hanya itu, ia juga mengultimatum semua kader yang bermanuver sebelum ada penetapan nama capres harus siap untuk dipecat.
”Kalian, siapa yang bermanuver, keluar! Tidak ada di dalam PDI Perjuangan itu yang namanya main dua kaki, main tiga kaki, melakukan manuver. Ingat lho, lebih baik keluar deh, daripada saya pecati lho kamu. Saya pecati lho,” tegasnya.
Pemimpin itu harus didambakan rakyat, kuat secara ideologis, mumpuni dalam tata kelola pemerintahan.
Begitu juga dalam pidato penutupannya, Megawati bercerita bahwa banyak pihak kerap bertanya kapan PDI-P mengumumkan calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2024. Namun, sebagai pemegang hak prerogatif untuk menentukan capres dari PDI-P, Megawati meminta semua pihak untuk bersabar. Pendaftaran capres masih lebih dari setahun lagi. ”Orang waktunya masih dua tahun lha, ya boleh dong saya umpetin,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan para kader bahwa menjadi presiden dan pejabat publik lainnya itu mudah karena mekanismenya sudah diatur dalam undang-undang. Akan tetapi, dengan tantangan ketidakpastian global, dampak pandemi Covid-19 dan perang, serta jumlah penduduk yang besar, Indonesia tidak membutuhkan sekadar presiden, tetapi juga pemimpin. Mencari dan menghasilkan pemimpin itulah yang sulit.
”Pemimpin itu harus didambakan rakyat, kuat secara ideologis, mumpuni dalam tata kelola pemerintahan,” kata Megawati.
Pengajar komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, mengatakan, ada kesamaan lanskap politik menjelang Pemilu 2014 dan 2024. PDI-P memiliki dua pilihan capres yang bisa diusung, yakni yang berasal dari figur utama parpol dan kader dengan potensi kemenangan tertinggi yang memunculkan dilema di internal. Ekspresi simbolik yang digunakan menjelang penentuan capres pun serupa, salah satunya serangan verbal elite kepada figur populer yang disampaikan secara agresif.
Sepanjang rakernas, Megawati secara tegas ingin mengukuhkan kembali hak prerogatifnya dalam penunjukan capres. Megawati dilihatnya ingin mengondusifkan kembali dinamika di internal, yakni rivalitas antarkader yang berintensi maju di Pilpres 2024 dan para loyalisnya. Begitu juga dinamika eksternal, yakni pola hubungan antara PDI-P dan partai-partai lain.
Menurut Gun Gun, hal itu menunjukkan bahwa penggodokan nama capres di internal PDI-P belum tuntas. Kemungkinan besar Megawati akan memutuskannya pada waktu-waktu terakhir menjelang batas akhir pendaftaran capres. Isyarat dan pesan simbolik yang digunakan belum tentu hanya mengarah pada Ganjar. ”Situasi masih akan sangat dinamis, Ganjar belum tentu dipilih sebagai capres yang diusung PDI-P,” katanya.
Pendaftaran capres-cawapres baru akan dibuka pada Oktober 2023. Dalam selang waktu 28 bulan tentu segala kemungkinan masih bisa terjadi. Apalagi, merujuk kata ilmuwan politik Amerika Serikat, Harold D Lasswell, politik adalah persoalan siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana.