Elektabilitas Demokrat Terus Meningkat, AHY: Harus Kerja Keras Lagi
Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono meminta kader partainya terus bekerja keras meski hasil survei Litbang ”Kompas” menunjukkan tren positif elektabilitas Demokrat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren positif elektabilitas Partai Demokrat tidak membuat partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono atau kerap disapa AHY itu jemawa. Agus justru meminta seluruh jajaran pengurus dan kader Demokrat tetap bekerja keras.
Dalam survei Litbang Kompas pada Juni 2022, elektabilitas Demokrat sebesar 11,6 persen dan menempatkan partai tersebut di urutan ketiga elektabilitas tertinggi di bawah PDI-P (22,8 persen) dan Gerindra (12,5 persen). Elektabilitas Demokrat menunjukkan tren yang positif. Dalam survei Litbang Kompas pada Oktober 2019, elektabilitas Demokrat hanya 4,7 persen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Saat berkunjung ke Redaksi Harian Kompas, Jumat (24/6/2022), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengapresiasi kepercayaan publik kepada Demokrat yang terlihat dari terus meningkatnya elektabilitas Demokrat. Peningkatan elektabilitas sekaligus menjadi gambaran bahwa narasi yang dibangun Demokrat untuk membawa perubahan sudah mewakili kehendak dari publik.
Namun, ia tak ingin jemawa. Ia juga meminta jajaran pengurus dan kader Demokrat untuk tidak jemawa. Justru sebaliknya, jajaran pengurus dan kader diminta tetap bekerja keras sehingga Demokrat dapat menjadi ”kuda hitam” dalam Pemilu 2024, yakni sebagai partai yang mungkin tidak diperhitungkan, tetapi bisa muncul sebagai pemenang. ”Ada peluang sekaligus harus kerja keras lagi,” ujar Agus.
Selain membahas soal elektabilitas Demokrat berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, pertemuan mendiskusikan soal dinamika politik terkini, termasuk pertemuannya dengan sejumlah elite partai politik lain.
Menurut dia, jumlah kursi Demokrat di DPR belum memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden. Untuk itu, Demokrat harus berkoalisi dengan partai politik (parpol) lain. Dalam membangun koalisi, ia tidak menutup kemungkinan untuk berkoalisi dengan parpol mana pun. Namun, ia menekankan pentingnya kesetaraan di antara masing-masing parpol dalam koalisi. Jangan ada dalam koalisi yang merasa superior ataupun mendominasi. Ini termasuk saat pencalonan presiden-wapres oleh koalisi.
”Masing-masing partai punya agenda dan ambisinya. Jadi, kalau masing-masing punya jagonya sendiri, itu wajar. Tapi, ketika bicara koalisi dan momentumnya sudah matang, maka tidak boleh lagi berbicara kelompok. Strateginya adalah strategi bersama,” katanya.
Politik identitas
Agus juga berkomitmen untuk membangun koalisi, bahkan pencalonan presiden-wapres yang bisa mengakhiri polarisasi di masyarakat sebagai imbas dari pemilu sebelumnya. ”Kita ingin membangun koalisi yang mengedepankan nilai-nilai yang bukan hanya demokratis, tetapi menjaga persatuan dan kebinekaan. Oleh karena itu, dalam membangun koalisi, dalam mencari pasangan capres dan cawapres, hal itu harus menjadi alasan kita untuk bertemu,” tutur Agus.
Ia pun berkomitmen Demokrat tidak akan menggunakan strategi-strategi yang memecah belah bangsa saat Pemilu 2024 yang justru memperparah polarisasi yang sudah ada di masyarakat saat ini. Ini termasuk politik identitas yang dalam beberapa kali pemilu digunakan sebagai cara meraup suara. ”Demokrat tak akan pernah tergoda menggunakan cara-cara seperti itu (politik identitas),” katanya.
Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpandangan, pertemuan politik antarelite parpol akhir-akhir ini merupakan bagian dari proses penjajakan yang semakin intens. Bahkan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri atas Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, serta Partai Persatuan Pembangunan pun dilihatnya masih terbuka karena belum ada kandidat capres dan cawapresnya. ”Semua masih diperhitungkan oleh partai-partai. Banyak hal yang perlu dimusyawarahkan, dihitung baik buruknya, termasuk kelemahan dan kekurangannya sebelum berkoalisi,” kata Ujang.
Menurut Ujang, akan lebih baik jika pada Pemilu 2024 muncul empat poros, yakni PDI-P berdiri sendiri, kemudian Koalisi Indonesia Bersatu, lalu Koalisi Indonesia Raya, serta koalisi antara Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Sebab, selain memberikan banyak pilihan kepada masyarakat, hal itu akan menghindari terjadinya polarisasi sebagaimana jika hanya ada dua pasangan calon. Terkait langkah jajaran Partai Demokrat yang terus bertemu dengan elite parpol lain, hal itu dilihatnya sebagai upaya untuk menyamakan visi dan misi. Dengan demikian, yang dicari adalah titik temu atau persamaan pandangan sehingga bisa mengusung capres dan cawapres bersama pada Pemilu 2024.
Dalam 4 bulan terakhir, Agus tiga kali bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Terakhir, pertemuan itu dilangsungkan pada Kamis (24/6). Tidak hanya dengan Partai Nasdem, pada Jumat (24/6) malam, Agus bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.