IKN Nusantara Memerlukan Pertahanan Laut yang Kuat
Kepala Pusat Kajian Maritim Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut Laksamana Pertama Didong Rio menuturkan, dari hasil pengkajian untuk pertahanan laut IKN, perlu ada pengendalian Selat Makassar.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan hakikat ancaman membuat rancangan sistem pertahanan perlu diubah dari pertahanan mendalam menjadi penangkalan. Pertahanan IKN di antaranya membutuhkan kendali yang kuat di Selat Makassar.
Hal ini mengemukan dalam webinar yang diadakan Lab 45 bekerja sama dengan Binus University, Selasa (21/6/2022). Hadir sebagai pembahas adalah pengajar Hubungan Internasional Binus University, Curie Maharani; Kepala Pusat Kajian Maritim Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut Laksamana Pertama Didong Rio, dan pengajar Universitas Pertahanan, Jupriyanto.
Penasihat Senior Lab 45 Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah sudah membuat arsitektur sistem pertahanan keamanan yang terdiri dari intelijen, pertahanan-keamanan, dan siber. ”Salah satu fokus adalah pembuatan masterplan dari sistem hankam IKN,” kata Jaleswari yang juga Deputi V Kepala Staf Kepresidenan.
Para pembicara menekankan pentingnya pertahanan laut dan udara di IKN. Tidak saja dipengaruhi oleh geografi, hakikat ancaman sangat terpengaruh oleh teknologi persenjataan. Akan tetapi, Curie juga mengingatkan bahwa di IKN, berbeda dengan Jakarta, ada ancaman dari darat karena ada perbatasan langsung dengan Malaysia.
Curie mengatakan, perlu ada perubahan paradigma. Semula Indonesia memiliki paradigma pertahanan mendalam yang bersandar pada TNI AD. Namun, menurut Curie, dari hasil penelitiannya serta perkembangan geostrategi di kawasan, paradigma pertahanan yang diperlukan adalah anti access atau area denial atau penangkalan. Ini berarti pertahanan Indonesia ke depan perlu bertumpu pada TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara.
Didong mengatakan, dari hasil pengkajian untuk pertahanan laut, perlu ada pengendalian Selat Makassar. Selat di hadapan IKN itu harus bisa dikendalikan penuh dengan kekuatan yang besar. Berbeda dengan Jakarta, IKN terletak agak mendekat ke utara yang lebih dekat negara-negara tetangga.
Ia mengatakan, untuk pertahanan laut IKN, harus dilakukan penghitungan kembali, misalnya menambah kekuatan TNI AL, atau penghitungan dengan menggunakan kecerdasan buatan yang membuat operasi lebih efektif dan efisien. ”Jadi, tidak hanya perhitungkan geografi, tetapi juga demografi dan ekonomi,” kata Didong.
Dia mengatakan, implementasi dari pertahanan laut untuk IKN adalah pengendalian laut. Tidak saja laut lepas dan zona ekonomi eksklusif, tetapi terutama adalah Selat Makassar. Tidak saja untuk kebutuhan militer karena dari hasil analisis kekuatan ancaman bisa masuk lewat selat tersebut, tetapi juga untuk kapal-kapal sipil yang melewati selat tersebut.
”Kita juga perlu kekuatan anti-amfibi karena IKN, kan, jauh dari pantai. Oleh karena itu, perlu ada anti-amfibi,” kata Didong.
Jupriyanto juga menekankan pentingnya pengendalian Selat Makassar. Ia menggarisbawahi konsep virtual maritime gate (VMG) yang menjadi salah satu rancangan pertahanan. Dengan adanya VMG tersebut, semua bisa dikontrol, termasuk menjamin keamanan bagi pelajaran kapal-kapal komersial. Dengan adanya pengendalian lalu lintas kapal yang baik, tidak saja secara pertahanan bisa ada pengawasan yang ketat, tetapi juga menopang aktivitas ekonomi.
Saat ini di Indonesia, TNI AL atau Bakamla telah memiliki sistem pengendalian maritim yang cukup memadai. Banyak juga institusi lain yang memiliki fasilitas surveilans. Jupriyanto menggarisbawahi, perlunya aktor-aktor pengendalian laut ini terkoneksi di VMG. ”Kita juga perlu memastikan sistem deteksi dini bawah laut,” kata Jupriyanto menambahkan.