Survei Litbang ”Kompas”: PDI-P dan Gerindra Cenderung Tetap
Menjadi dua partai politik dengan elektabilitas tertinggi, persentase dukungan kepada PDI-P dan Gerindra tidak banyak berubah. Ruang kontestasi di antara parpol makin sempit.
JAKARTA, KOMPAS – Ruang kontestasi di antara partai politik sekitar 20 bulan sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024 semakin menyempit. Di satu sisi persentase masyarakat yang belum menentukan pilihan semakin mengecil. Di sisi lain, tingkat loyalitas terhadap partai politik juga relatif tak banyak berubah.
Selain konsolidasi di internal, diseminasi program yang menjadi perhatian dan menyangkut kepentingan masyarakat diyakini bisa meningkatkan elektabilitas partai politik (parpol).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hasil survei Litbang Kompas pada 26 Mei hingga 4 Juni 2022 menunjukkan, secara umum, elektabilitas parpol cenderung tak banyak berubah. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) masih di posisi teratas dengan elektabilitas 22,8 persen. Angka ini relatif tak bergeser dibandingkan dengan survei pada Januari 2022. Parpol lain di urutan berikutnya adalah Gerindra (12,5 persen), Demokrat (11,6), Golkar (10,3), serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sama-sama meraih 5,4 persen.
Hasil survei pada Juni 2022 juga menunjukkan responden yang belum menentukan pilihan mencapai 16 persen, mengecil dibandingkan dengan pada Januari 2022 (17,6). Adapun tingkat loyalitas pada parpol di parlemen secara umum juga menguat. Di survei Juni 2022 tingkat loyalitas ada di kisaran 60,2 persen hingga 81,6 persen, sedangkan pada Januari 2022 berkisar 50 persen hingga 78,4 persen.
Baca juga: Survei Litbang "Kompas": Kepuasan Publik ke Pemerintah Turun
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Senin (20/6/2022), mengatakan, untuk mengoptimalkan perolehan suara, terutama dari publik yang belum menentukan pilihan, parpolnya melakukan langkah tunggal, yakni makin mendekatkan diri kepada publik dan bekerja untuk masyarakat.
Hasil survei pada Juni 2022 juga menunjukkan responden yang belum menentukan pilihan mencapai 16 persen, mengecil dibandingkan dengan pada Januari 2022 (17,6). Adapun tingkat loyalitas pada parpol di parlemen secara umum juga menguat. Di survei Juni 2022 tingkat loyalitas ada di kisaran 60,2 persen hingga 81,6 persen, sedangkan pada Januari 2022 berkisar 50 persen hingga 78,4 persen.
Ia menyatakan, ada sejumlah segmen pemilih yang masih terus dioptimalkan. Ini tergambar dalam struktur PDI-P yang memberi perhatian besar bagi tiga kalangan, yakni pemuda, generasi milenial, dan kaum perempuan.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo menambahkan, upaya untuk menggalang milenial dimulai dengan menempatkan kaum muda sebagai pengurus partai dari tingkat pusat hingga ranting. Selain itu, pelatihan di bidang ekonomi digital dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga dilaksanakan untuk merespons kecenderungan milenial yang ingin mendapatkan manfaat langsung dari setiap kegiatan yang diikutinya.
”Bagi kaum perempuan, PDI-P gencar mengadakan berbagai agenda dengan muatan isu pencegahan tengkes (stunting), ibu hamil, hingga kemandirian ekonomi perempuan,” kata Arif.
Ia mengakui, upaya penggalangan milenial dan perempuan belum merata. Jika dirata-ratakan, baru 30 persen dari total seluruh daerah di Indonesia yang melaksanakan program tersebut secara optimal. Sebagian besar ada di Jawa.
”Kebijakan ini sudah kami ambil, sekarang tinggal pelaksanaan konkret di lapangan saja. DPP dan DPD partai mesti terus memacu, mengingatkan, dan memfasiltiasi agar teman-teman di tingkat kabupaten/kota berjalan serempak,” kata Arif.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono mengatakan, Gerindra belum berkonsentrasi untuk Pemilu 2024 karena masih fokus untuk membantu presiden di pemerintahan dan berperan di parlemen. Begitu juga Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, yang terus didorong oleh pengurus pusat dan daerah untuk maju sebagai calon presiden di Pilpres 2024 pun masih perlu menunaikan tugasnya sebagai menteri pertahanan.
”Tahun ini insya Allah akan diumumkan calon presiden dari Partai Gerindra, dan bersamaan dengan itu, seluruh infrastruktur dan mesin partai bergerak lebih masif,” katanya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Irfan Yusuf Hasyim menambahkan, salah satu hal yang dilakukan adalah dengan membidik pemilih pemula. Kebijakan ini dilakukan dengan pendekatan berbeda di setiap daerah karena harus menyesuaikan dengan kultur daerah dan karakter pemilih setempat. ”Kami meminta setiap pengurus daerah untuk memperhatikan dan menangani para pemilih pemula ini,” ujar Irfan.
Baca juga: Survei Litbang ”Kompas”: Gejolak Politik Mengikis Apresiasi Publik
Ketua DPP Partai Golkar Tb Ace Hasan Syadzily mengatakan, mesin partainya bergerak dari tingkat pusat sampai ke desa. ”Kami menjalankan program konsolidasi organisasi yang kami targetkan tuntas tahun ini, yakni konsolidasi pembentukan struktur partai yang harus ada di setiap desa. Penguatan mesin partai ini penting untuk menjadikan mereka agen partai di tengah-tengah masyarakat,” ucapnya.
Upaya lain yang kini dilakukan Golkar ialah rekrutmen kader dan digitalisasi keanggotaan partai. Saat ini, menurut Ace, junlah anggota Partai Golkar yang telah terekam dalam kartu tanda anggota (KTA) hampir 2 juta orang. ”Ini akan terus kami genjot sampai mencapai 20 persen target pemilih,” katanya.
Menyikapi besarnya undecided voters, Ace mengatakan, Golkar melihat itu sebagai pasar yang sangat terbuka untuk diraih. Untuk meraih mereka, Golkar menawarkan program-program yang berkaitan langsung dengan pemilih pemula yang belum menentukan pilihan. ”Misalnya, kami menawarkan jika Golkar menang, kami akan mendorong penciptaan kerja yang lebih masif,” katanya.
Tren prositif
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono bersyukur atas tren elektabilitas partainya yang terus meningkat sejak 2019. Capaian itu, menurut dia, buah dari proses yang berliku selama di luar pemerintahan. Setelah di pemerintahan pada 2004-2014, hampir 10 tahun terakhir Demokrat berperan sebagai oposisi.
Meski mengakui peran oposisi telah memberikan berkah elektabilitas bagi Demokrat, menurut Edhie, hal itu bukan faktor tunggal. Peningkatan simpati publik juga dipengaruhi banyak hal, mulai dari ketokohan, manajerial, hingga sistem kepartaian dan kefraksian.
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menambahkan, Demokrat mengusung dua tema, yaitu perubahan dan perbaikan. Dua hal ini sebagai respons atas dinamika kondisi kebangsaan yang kekinian, seperti penurunan kondisi ekonomi, penurunan demokrasi, dan pemberantasan korupsi. ”Ini berkesesuaian dengan aspirasi di masyarakat untuk meminta perubahan,” katanya.
Partai Demokrat terus melakukan konsolidasi internal dan rekrutmen secara terbatas terhadap caleg-caleg potensial. Mereka juga mempersiapkan juru kampanya di setiap daerah pemilihan sehingga bisa menangkap aspirasi masyarakat secara utuh. ”Termasuk mempersiapkan program-program yang relevan dan sesuai dengan sasaran pemilih Demokrat berdasarkan segmen-segmennya,” kata Kamhar.
Untuk meningkatkan elektabilitas tersebut, Demokrat menargetkan masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja pemerintahan. Sebab, jumlahnya cukup signifikan, berkisar 25 persen hingga 35 persen yang potensial mendukung Demokrat. Di sisi lain, ada kerinduan terhadap capaian pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Senada dengan Demokrat, Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera Muhammad Khalid mengatakan, masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja pemerintah juga menjadi target pemilih PKS. Mereka terus memperjuangkan aspirasi kelompok tersebut sehingga PKS bisa menjadi kanal aspirasi bagi masyarakat.
”PKS punya struktur yang solid, kader yang militan, dan kerja politik yang kokoh dan mampu memberikan pemberdayaan politik hingga akar rumput,” ucapnya.
Masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja pemerintah juga menjadi target pemilih PKS. Mereka terus memperjuangkan aspirasi kelompok tersebut sehingga PKS bisa menjadi kanal aspirasi bagi masyarakat. (Muhammad Khalid)
Program masyarakat
Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengatakan, saat ini mesin partai harus kian digerakkan untuk menyiapkan diri menghadapi Pemilu 2024. Partai diharapkan mengoptimalkan konsolidasi organisasi di internal partai untuk menyasar program-program yang menjadi perhatian masyarakat sehingga mampu menaikkan simpati publik dan elektabilitas di masyarakat.
”Pilihan program yang simpatik dan empatik terhadap persoalan publik dapat menjadi pilihan dari parpol untuk menaikkan elektabilitasnya. Sebaliknya, elite parpol harus menghindari pernyataan-pernyataan yang tidak sejalan dengan situasi sulit yang dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Beberapa partai, seperti Demokrat, mendapatkan kenaikan elektabilitas antara lain karena upaya konsolidasi yang terus dilakukan setelah kongres luar biasa yang diadakan oleh kubu Moeldoko. ”Situasi ini membuat cabang dan pengurus di daerah menjadi lebih solid,” katanya.
Fenomena Golkar, menurut Firman, karena partai berlambang pohon beringin ini memiliki pemilih loyal yang secara tradisional memilih partai tersebut. Upaya menaikkan elektabilitas dapat terus dilakukan dengan menawarkan program-program yang relevan dengan kebutuhan publik.
Popularitas sembilan partai di parlemen sudah lebih dari 75 persen. Jadi yang mereka lakukan hanya memelihara popularitas, tetapi tidak banyak berdampak pada elektabilitas. (Djayadi Hanan)
Belum masif
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengatakan, sebelum ada kandidat yang jelas, kemungkinan mesin partai belum bergerak sampai tingkat gerakan di darat. Sebab, biasanya yang bergerak berasal dari tim-tim pemenangan para caleg. Hal ini terbukti dari elektabilitas parpol yang cenderung sama dengan perolehan suara di Pemilu 2019 dalam tiap survei. Kecuali PDI-P, elektabilitasnya meningkat karena dampak dari pemerintahan Presiden Jokowi.
”Popularitas sembilan partai di parlemen sudah lebih dari 75 persen. Jadi yang mereka lakukan hanya memelihara popularitas, tetapi tidak banyak berdampak pada elektabilitas,” ujarnya.
Selama ini, menurut Djayadi, mesin partai tidak terlalu bergerak. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya pilihan pemilih pada parpol di kertas suara pada Pemilu 2019, yakni 21 persen, mencoblos caleg saja sekitar 25 persen, sementara yang memilih caleg dan parpol mencapai 50 persen. Analisis kualitatif pun menunjukkan, caleg yang lebih banyak bergerak, sedangkan mesin partai umumnya tidak bergerak kecuali partai tertentu, seperti PKS dan PDI-P. Di sisi lain, partai tidak memainkan peran maksimal dalam mengoordinasikan caleg di satu dapil agar tidak saling menjatuhkan.
Mesin partai, lanjutnya, akan efektif jika bergerak tidak hanya saat mendekati pemilu. Mereka harus hadir setiap saat melalui berbagai kegiatan rutin kemasyarakatan yang menyentuh hingga level komunitas. Tanpa hal ini, maka elektabilitas parpol akan sulit meningkat di masa-masa jauh dari pemungutan suara.