Partai Keadilan Sejahtera akan menggelar rapimnas yang akan diikuti jajaran DPP PKS dan Ketua DPW PKS seluruh provinsi, pekan depan. Rapat itu salah satunya akan membicarakan Pilpres 2024.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Pimpinan Nasional Partai Keadilan Sejahtera akan merumuskan kriteria calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung PKS berikut bangunan koalisi partai politik untuk pencalonan presiden. Adapun penentuan capres-cawapres yang diusung PKS akan diputuskan oleh Majelis Syura PKS yang dipimpin oleh Salim Segaf al-Jufri.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Humas Ahmad Mabruri menyampaikan, PKS akan menggelar rapimnas yang akan diikuti jajaran DPP PKS dan Ketua DPW PKS seluruh provinsi pada 20-21 Juni 2022 di Jakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Rapimnas PKS 2022 membicarakan persiapan PKS menghadapi Pemilu 2024. Termasuk di dalamnya kriteria capres-cawapres yang akan diusung PKS dan kerja sama dengan partai politik lainnya untuk membangun koalisi pencalonan presiden. Untuk mengusung capres-cawapres, PKS harus berkoalisi dengan parpol lain agar memenuhi syarat ambang batas pencalonan.
”Posisi PKS harus koalisi sehingga setelah Milad Ke-20 PKS yang lalu kita cukup intens menjalin komunikasi dengan beberapa partai. Rapimnas PKS juga akan membahas persiapan menuju ke sana,” kata Juru Bicara PKS tersebut dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/6/2022).
Bagi PKS, kesamaan pandangan dalam menjalin koalisi sangat penting karena dengan begitu akan terbentuk jalinan koalisi yang kuat. Dalam upaya membangun koalisi ini, PKS masih terbuka bekerja sama dengan semua partai politik. Mengenai kriteria capres-cawapres, bisa saja menyesuaikan dengan visi koalisi yang terbangun.
”Di PKS, penentuan capres ada di Majelis Syura sehingga untuk rapimnas kita siapkan langkah-langkah teknis menuju ke sana, termasuk persiapan koalisi. Dalam sistem demokrasi kita, capres yang akan maju tetap harus melalui partai politik sehingga PKS bersiap berkomunikasi lebih serius untuk penjajakan koalisi,” ujar Mabruri.
Sebelumnya diberitakan, komunikasi Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan PKS semakin intens. Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir, komunikasi lebih intens dengan PKB dan PKS. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid membenarkan pihaknya berkomunikasi intens dengan Demokrat dan PKS (Kompas, 18/6/2022).
Strategi yang ditempuh oleh PKS tersebut berbeda dengan Partai Nasdem yang terlebih dahulu merekomendasikan sejumlah nama bakal calon presiden sebelum berkoalisi dengan partai lain. Dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Nasdem pada Jumat (17/6/2022) malam, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi tiga nama kandidat yang direkomendasikan untuk Pilpres 2024.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Hermawi Taslim mengatakan, tiga nama tersebut merupakan usulan dewan pimpinan wilayah (DPW) yang dikristalkan oleh Panitia Pengarah (Steering Committee) lalu dimandatkan ke Ketua Umum Nasdem Surya Paloh sebagai pegangan untuk membangun komunikasi dan penjajakan koalisi dengan partai-partai.
”Sejak beberapa waktu lalu, komunikasi terus dibangun dengan banyak partai, baik secara formal maupun informal, melalui seluruh jajaran personal DPP (dewan pimpinan pusat),” kata Taslim.
Ia menegaskan, Nasdem masih dinamis dan terbuka untuk komunikasi serta berkoalisi. Bagi Nasdem, Pemilu 2024 menjadi momentum untuk meneguhkan politik kebangsaan. Hal tersebut menjadi acuan utama Nasdem dalam menentukan capres dari tiga kandidat yang telah diusulkan. Hal itu pula yang menjadi pertimbangan utama Nasdem dalam membangun koalisi dengan partai-partai pengusung kelak.
Menurut Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, ada perubahan perilaku partai dalam berkoalisi dan menentukan capres. ”Koalisi terlihat lebih awal dilakukan dibandingkan dua pemilu sebelumnya. (Pemilu) 2014 dan 2019,” kata Arya.
Perubahan tersebut terjadi karena tidak ada lagi petahana yang cenderung mempunyai potensi menang. Selain itu, tidak ada calon yang kuat. Calon yang potensial ada lebih dari dua dan tingkat keterpilihannya relatif imbang.
”Orang belum bisa memprediksi siapa yang menang. Pilpres bisa berlangsung dua putaran. Pilpres bisa diikuti lebih dari dua calon. Itu yang membuat sekarang partai membuat koalisi dahulu. Namun, ada partai yang memberikan nama dahulu. Situasi-situasi politik itu mempengaruhi sikap partai berkoalisi,” kata Arya.
Di sisi lain, perubahan perilaku partai dengan jauh lebih awal mengumumkan koalisi dan bakal capres dinilai positif bagi pemilih. Sebab, pemilih akan memiliki banyak waktu sebelum menjatuhkan pilihan.