Tiga calon anggota DKPP yang diajukan DPR dinilai kurang representatif. Bahkan salah satunya masih menjabat sebagai anggota KPU provinsi.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (14/6/2022), mengesahkan tiga calon anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dari unsur masyarakat. Namun, satu dari tiga nama usulan DPR tersebut dipersoalkan lantaran masih menjabat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Lampung.
Tiga calon anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) usulan DPR adalah I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Ratna Dewi Pettalolo, dan Muhammad Tio Alansyah. Ketiganya telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR dan segera disampaikan kepada Presiden agar dapat ditetapkan sebagai anggota DKPP periode 2022-2027.
Sesuai Pasal 155 (Ayat 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, DKPP berjumlah tujuh orang, terdiri dari satu unsur Komisi Pemilihan Umum, satu unsur Badan Pengawas Pemilu, dan lima tokoh masyarakat. Adapun anggota DKPP yang berasal dari tokoh masyarakat diusulkan oleh Presiden sebanyak dua orang dan diusulkan oleh DPR sebanyak tiga orang (Pasal 155 Ayat 5).
Dari tiga nama yang diajukan DPR, semua berlatar belakang penyelenggara pemilu. Raka merupakan anggota Komisi Pemilihan Umum pergantian antarwaktu 2020-2022 dan pernah gagal dalam seleksi anggota KPU 2022-2027. Adapun Dewi adalah mantan anggota Badan Pengawas Pemilu 2017-2022. Sementara itu, Tio masih tercatat sebagai anggota KPU Provinsi Lampung.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pemilihan anggota DKPP dilakukan sejak 13 Juni. Saat itu, Komisi II DPR melakukan rapat internal sebagai bentuk pembicaraan terkait usulan awal calon anggota DKPP. Mekanisme pemilihan pun disepakati dengan setiap fraksi mengusulkan nama yang berasal dari tokoh masyarakat atau akademisi. Nama-nama tersebut harus bisa memahami penyelenggaraan, pengawasan, dan etika penyelenggara pemilu.
”Tanggal 13 Juni dilaksanakan rapat pimpinan dan ketua kelompok fraksi Komisi II DPR sekaligus memutuskan secara musyawarah dan mufakat tiga calon anggota DKPP,” ujarnya.
Tiga nama yang dipilih tersebut, yakni Raka, Dewi, dan Tio, disebut disepakati secara aklamasi oleh semua fraksi di Komisi II DPR. Namun, Doli tak menjawab pertanyaan terkait latar belakang Tio yang masih merupakan anggota KPU Provinsi Lampung periode 2019-2024.
Secara terpisah, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendesak DPR untuk mengganti salah satu nama calon anggota DKPP yang masih menjabat sebagai anggota KPU provinsi bahkan terindikasi dalam kasus dugaan korupsi. ”Ini untuk menjaga integritas dan kemandirian DKPP yang merupakan bagian dari penyelenggara pemilu,” kata Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita.
Dalam memilih calon anggota DKPP, DPR mestinya membahas lebih dalam mengenai nama-nama yang pernah terseret dugaan kasus korupsi sebelum pengambilan keputusan di rapat paripurna. Mereka juga bisa melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI untuk memastikan calon yang dipilih tidak pernah terlibat kasus korupsi maupun pelanggaran hukum lainnya.
Kompas telah mencoba menghubungi Muhammad Tio Alansyah, tetapi belum direspons hingga berita ini terbit.
Di sisi lain, JPPR mendorong agar pelaksanaan pengusulan anggota DKPP dari unsur masyarakat oleh Presiden dan DPR dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berkepastian hukum sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pemilu. Sementara di tingkat provinsi, sebaiknya pemilihan anggota DKPP dilakukan oleh tim seleksi yang independen, mandiri, dan berintegritas. Bahkan, tim seleksi itu mestinya bisa memberikan usulan dan menolak calon anggota DKPP yang terindikasi tidak berintegritas.
Direktur Kata Rakyat Alwan Ola Riantoby pun menilai, proses pemilihan Tio sebagai calon anggota DKPP melanggar etik karena masih aktif sebagai anggota KPU Lampung sehingga tidak bisa mewakili unsur masyarakat. Ini berbeda dengan Raka dan Dewi yang sudah tidak lagi menjadi penyelenggara pemilu. Oleh sebab itu, sebaiknya Tio mundur dari jabatannya di KPU.
”Tiga nama usulan DPR kurang representatif karena tidak ada representasi dari masyarakat sipil, semuanya dari unsur penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Alwan menambahkan, DKPP periode 2022-2027 harus bisa menjaga hubungan dengan KPU dan Bawaslu. Ketiganya merupakan kesatuan penyelenggara pemilu sehingga perlu ada harmonisasi dan komunikasi yang baik. Semua harus bekerja sesuai amanat UU dengan menjaga profesionalitas, integritas, dan imparsialitas.