Ganjar Melejit, Didukung Pemilih PDI-P dan Loyalis Jokowi
Hasil survei Charta Politika menunjukkan, tingkat elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencapai 31,2 persen pada Juni 2022. Angka itu menempatkannya pada posisi teratas dibandingkan figur potensial lainnya.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang dimulainya tahapan Pemilihan Umum serentak 2024, tingkat keterpilihan atau elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali naik hingga menempatkannya pada posisi teratas dibandingkan figur potensial calon presiden lainnya. Selain mendapatkan dukungan dari para pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, kenaikan elektabilitas Ganjar ditengarai terjadi lantaran adanya dukungan dari para loyalis Presiden Joko Widodo.
Berdasarkan survei Charta Politika yang dirilis, Senin (13/6/2022), tingkat elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo konsisten meningkat dalam enam bulan terakhir. Dalam survei yang diselenggarakan pada 25 Mei-2 Juni 2022 terhadap 1.200 responden, elektabilitas Ganjar mencapai 31,2 persen. Angka tersebut naik dari survei serupa pada April 2022, yakni 29,2 persen, begitu juga pada Desember 2021 yang baru berkisar di angka 28,2 persen.
Capaian tersebut sekaligus menempatkan Ganjar pada posisi teratas dibandingkan figur potensial calon presiden (capres) lainnya. Ia disusul oleh Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan elektabilitas 23,4 persen dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 20 persen.
Dalam simulasi tiga nama, Ganjar juga unggul jauh atas Prabowo dan Anies dengan elektabilitas sebesar 36,5 persen. Sementara Prabowo 26,7 persen dan Anies 24,9 persen.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, kenaikan ini ditengarai berkorelasi dengan momentum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pro-Jokowi (Projo), kelompok sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019. Dalam rakernas Projo akhir Mei lalu, Jokowi mengatakan agar para sukarelawan tidak tergesa-gesa dalam memberikan dukungan politik meski tokoh yang didukung hadir di rakernas. Saat itu, Ganjar merupakan tokoh potensial capres yang turut menghadiri acara sehingga dispekulasikan bahwa Jokowi tengah memberikan dukungan secara implisit terhadap Ganjar.
Sekalipun tidak bisa disimpulkan bahwa Rakernas Projo merupakan faktor penyebab kenaikan elektabilitas Ganjar, peningkatan serupa tidak terjadi pada dua figur lainnya. Elektabilitas Prabowo dan Anies cenderung stagnan dalam enam bulan terakhir. ”Rakernas Projo merupakan momentum besar dan untuk pertama kalinya Presiden Jokowi bicara soal Pilpres 2024 dan memberikan dukungan secara implisit, dan hal itu berkorelasi dengan kenaikan elektabilitas Ganjar,” kata Yunarto dalam jumpa pers daring, Senin.
Peningkatan elektabilitas Ganjar juga cenderung terasosiasi dengan Jokowi. Selain dipilih oleh 68,5 persen pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mayoritas pemilih Ganjar juga berasal dari daerah-daerah yang selama ini merupakan basis massa tradisional Jokowi. Sejumlah daerah itu adalah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, serta Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Peningkatan elektabilitas Ganjar juga cenderung terasosiasi dengan Jokowi. Selain dipilih oleh 68,5 persen pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mayoritas pemilih Ganjar juga berasal dari daerah-daerah yang selama ini merupakan basis massa tradisional Jokowi.
Selain itu, ada kecenderungan bahwa loyalis Jokowi juga memberikan suaranya kepada Ganjar. Survei merekam bahwa dari 1.200 responden, sebanyak 68,4 persen menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Dari total responden yang dimaksud, mayoritas atau 43,7 persen di antaranya juga memberikan dukungan terhadap Ganjar.
Artinya ke depan, kata Yunarto, peningkatan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan akan memberikan keuntungan terhadap Ganjar. Sebaliknya, turunnya kepuasan publik akan berdampak negatif kepada Ganjar dan berpengaruh positif pada sosok lainnya, yakni Anies. ”Ini dipengaruhi oleh pandangan bahwa Ganjar yang disebut sebagai penerus Jokowi, sedangkan Anies merupakan antitesis Jokowi. Sementara Prabowo, masih perlu mencari jati dirinya, ia tidak lagi dinilai sebagai antitesis Jokowi setelah bergabung ke pemerintahan,” kata Yunarto.
Perhitungkan pilihan Jokowi
Saat ditanya secara terpisah, Ketua Umum Projo Budi Ari Setiadi tidak menanggapi peningkatan elektabilitas Ganjar. Akan tetapi, ia menjelaskan, Projo akan menggelar musyawarah rakyat (musra) di 34 provinsi yang akan dimulai Juli mendatang. Dalam musra, publik bebas untuk menentukan kriteria capres dan sosok yang sesuai. Hal itu dilakukan sesuai dengan arahan Jokowi agar Projo tidak tergesa-gesa memberikan dukungan politik kepada salah satu tokoh.
Ia tidak menampik, pilihan Projo nantinya juga sejalan dengan pilihan Jokowi. Hal itu penting untuk memastikan keberlanjutan program pemerintahan Jokowi.
Meski demikian, Projo pun sadar bahwa wewenang untuk mengusung capres ada pada parpol atau gabungan parpol. Hal itu menjadi pertimbangan dalam menindaklanjuti hasil musra. ”Kami menjalankan musra dan secara paralel melakukan dialog dan komunikasi dengan parpol,” kata Budi.
Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo menilai, wajar jika elektabilitas Ganjar terus meningkat. Sebab, ia tengah menjadi magnet pemberitaan. ”Mungkin ini efek acara Projo, acara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), personalitas pribadinya, hingga serangan terhadap Ganjar yang justru menaikkan simpati terhadap dirinya,” ujarnya.
Menurut Drajad, selain Ganjar, elektabilitas tokoh-tokoh lain juga kian membaik. Oleh karena itu, PAN dan KIB, koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), masih terbuka terhadap semua tokoh untuk diusung. Baik dari eksternal maupun internal koalisi, mengingat para ketua umum parpol anggota KIB juga layak dijadikan capres atau cawapres. Hasil survei memang merupakan salah satu pertimbangan menentukan capres, tetapi hal itu akan dikoordinasikan dengan Golkar dan PPP.
Drajad menambahkan, pertimbangan yang tak kalah penting adalah faktor dukungan Jokowi terhadap salah satu figur. Namun, ia belum bersedia menjelaskan alasannya. ”So sudah tentu itu (memperhitungkan pilihan Jokowi),” katanya.
Etika politik
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya tidak sekadar memantau hasil survei, tetapi memantau pergerakan kolektif seluruh elemen kepartaian dalam bergerak ke bawah, mengorganisasikan rakyat, dan membangun kesadaran pentingnya Pemilu 2024. Ketika kekuatan rakyat sudah terbangun, maka partai akan menentukan arah bangsa dan negara. PDI-P juga mempersiapkan desain kebijakan yang nantinya menjadi visi dan misi presiden, wakil presiden, dan jajaran menteri ke depan.
Menurut dia, survei boleh saja dilakukan. Akan tetapi, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mempersiapkan kader-kadernya sebagai pemimpin. ”Untuk menjadi pemimpin diperlukan ketangguhan ideologi, keyakinan pada prinsip, keberanian untuk bertanggung jawab, memiliki karakter negarawan, dan tentu saja kualifikasi mumpuni dalam membawa kemajuan dan kepemimpinan Indonesia bagi dunia,” kata Hasto.
Mengenai kemungkinan pengusungan Ganjar oleh parpol lain, Hasto mengatakan, demokrasi melekat dengan kultur, etika, dan sopan santun politik. Tidak bisa dimungkiri ada parpol tertentu yang hanya berfungsi sebagai partai elektoral, memburu tokoh-tokoh populer dan merekrutnya dengan kalkulasi kekuasaan. Ibarat membajak pemain sepak bola profesional yang mendatangkan keuntungan modal bagi pemilik klub sepak bola. ”Ini yang tidak dilakukan PDI-P, yang lebih memilih untuk melakukan kaderisasi sistemik daripada membajak kader,” ujarnya.
Kinerja pemerintah
Selain soal elektabilitas figur potensial capres, survei Charta Politika juga merekam kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Pada Juni, kepuasan publik mencapai 68,4 persen. Angka itu naik dibandingkan survei April, yakni 62,9 persen.
Akan tetapi, kepuasan terhadap presiden dan wakil presiden itu tidak sejalan dengan kepuasan publik pada kinerja menteri. Sebanyak 53,5 persen responden menyatakan puas. Yunarto mengatakan, capaian ini masuk kategori rapor merah, karena kinerja yang baik setidaknya didukung oleh 60 persen publik. Selain itu, sebanyak 63,1 persen responden pun setuju jika presiden kembali me-reshuflle menteri-menterinya.