”KG Media bisa menjadi ’clearing house of information’. Menyajikan berita tepercaya yang diperoleh melalui proses klarifikasi sebaik mungkin,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran disinformasi dan kabar bohong diperkirakan masih berpotensi terjadi pada Pemilihan Umum 2024. Karena itu, penyelenggara pemilu dan media massa perlu berkolaborasi menjernihkan disinformasi agar tidak semakin membelah bangsa.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari di Jakarta, Jumat (10/6/2022),mengingatkan, media yang baik harus bisa menjadi pilar keempat demokrasi yang kompeten. Untuk itu, media harus tetap independen agar tidak dibelokkan pada kepentingan politik praktis ataupun kepentingan pengusaha media.
”Hal-hal dan informasi yang strategis bisa diberitakan sehingga ada perspektif yang antisipatif,” kata Hasyim saat menandatangani nota kesepahaman tentang sosialisasi dan penyebaran informasi Pemilu 2024 antara KPU dan KG Media di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/6/2022).
KG Media mencakup harian Kompas dan Kompas.id, Kompas TV, Kompas.com, dan Kontan. KG Media diwakili Direktur PT Kompas Media Nusantara Budiman Tanuredjo.
KG Media bisa menjadi clearing house of information. Menyajikan berita tepercaya yang diperoleh melalui proses klarifikasi sebaik mungkin. Media berperan menjadi mata dan telinga dari penyelenggara pemilu agar tidak terjerembap melanggar asas-asas pemilu yang baik.
Hasyim menuturkan, KPU telah diatur dalam konstitusi sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang mandiri. KPU bertugas melayani pemilih dan peserta pemilu secara setara, berdasarkan asas jujur, akuntabel, dan transparan. Untuk mewujudkan hal itu, kerja sama antara KPU dan media menjadi hal yang penting. Media diharapkan bisa memberitakan peristiwa secara faktual. Tidak malah ikut memolarisasi atau membelah masyarakat dengan berita yang bias dan tidak faktual.
”KG Media bisa menjadi clearing house of information. Menyajikan berita tepercaya yang diperoleh melalui proses klarifikasi sebaik mungkin. Media berperan menjadi mata dan telinga dari penyelenggara pemilu agar tidak terjerembap melanggar asas-asas pemilu yang baik,” kata Hasyim.
Kerja sama
Budiman Tanuredjo menambahkan, penyebaran hoaks atau kabar bohong adalah tantangan yang dihadapi pada era pasca-kebenaran saat ini. KPU dan media sama-sama memiliki peran agar hoaks yang beredar bisa diklarifikasi secara benar. Sebab, informasi yang keliru jika dibiarkan berpotensi semakin membelah masyarakat. Apalagi jika ditambah dengan algoritma mesin pencari internet.
”Bagaimana kerja sama antara media dan KPU ini bisa ikut berkontribusi mengakhiri pembelahan yang terjadi di masyarakat. Media berkewajiban menyajikan informasi yang berserak lebih terverifikasi,” ujarnya.
Budiman menekankan, penyelenggara pemilu juga harus bergerak simultan dan ikut berkontribusi agar keterbelahan masyarakat tak berlarut-larut. Pemilu diharapkanjadi sarana rekonsiliasi anak bangsa. Pemilu harus dikembalikan sebagai gerakan bersama masyarakat menjaga konstitusi dan daulat rakyat sebagai pemegang tertinggi kekuasaan di negara demokratis.
”Jika tidak dibantu, KPU akan sangat berat mengatasi itu terutama bagaimana menjadikan pemilu sebagai sarana rekonsiliasi anak-anak bangsa. Kami (media) ingin sama-sama mengawal, mengawasi agar proses demokrasi sejalan dengan konstitusi. Pemilu benar-benar menjadi ajang demokrasi substansial yang membawa arti dan kemaslahatan bagi masyarakat,” tutur Budiman.
Anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, sepakat bahwa pesta demokrasi Pemilu 2024 memang rawan menjadi ajang penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu dan media massa harus berkolaborasi, membangun kesepahaman bersama untuk menciptakan suasana pemilu yang kondusif.
Walakin, Ninik juga menyadari bahwa tantangan saat ini memang tidak mudah diatasi. Semua orang berlomba-lomba memerankan diri menyebarkan berita paling cepat. Tidak hanya media arus utama yang memiliki izin yang bisa memproduksi berita, tetapi juga para pengguna medsos. Jika tidak diimbangi dengan literasi media yang mumpuni, tentu akan berpotensi menciptakan polarisasi. Apalagi jika informasi atau pemberitaan itu berkaitan dengan politik, ataupun isu SARA. Potensi polarisasi dan pembelahan semakin tinggi.
”Menjelang tahun politik 2024, kami juga akan melakukan literasi kepada media massa dan jurnalis agar lebih peka terhadap memilih isu-isu yang tidak berpotensi memecah belah masyarakat. Demikian juga dengan publik juga sama-sama harus diedukasi dalam memilih sumber informasi tepercaya,” kata Ninik.
Ninik juga mengingatkan pentingnya tindakan tegas dari aparat penegak hukum jika memang hoaks atau ujaran kebencian sudah mengarah pada tindak pidana. Namun, tak kalah penting dari aspek penegakan hukum adalah melindungi hak-hak wartawan. Sebab, dalam menjalankan tugasnya dalam mencari, mengumpulkan, dan menyiarkan berita, wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sengketa pemberitaan harus diselesaikan dengan cara mediasi melalui Dewan Pers.