PKS dan PKB menyatakan akan bekerja sama menyongsong Pemilu 2024. Kedua parpol meyakini, kerja sama di antara keduanya itu akan menjadi daya tarik atau magnet bagi partai lain dan jadi poros ketiga.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi koalisi antara Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Keadilan Sejahtera kian menunjukkan titik terang. Elite kedua partai politik secara terbuka menyatakan kesiapan mereka bekerja sama menyongsong Pemilu 2024. Bahkan, kedua partai menunjukkan sinyal untuk menggandeng partai lain untuk bergabung.
Kedekatan PKS dan PKB itu ditunjukkan oleh Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Alhabsyi dan Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid yang menggelar konferensi pers bersama, Kamis (9/6/2022), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Sekalipun belum secara eksplisit mengumumkan koalisi kedua partai, baik Aboe Bakar maupun Jazilul Fawaid menegaskan kesiapan dan kedekatan kedua partai untuk bekerja sama. PKS dan PKB juga meyakini hubungan kerja sama kedua partai itu akan menjadi daya tarik atau magnet bagi partai lain.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Aboe mengatakan, pintu koalisi antara PKS dan PKB terbuka lebar. Komunikasi makin intensif dilakukan antara pimpinan kedua partai selepas acara Milad Ke-20 PKS, beberapa waktu lalu di Jakarta. Ketika itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hadir menjadi salah satu pimpinan parpol yang diundang menyampaikan pidato kebangsaannya.
”PKS membuka peluang, siapa bertemu siapa, siapa dengan siapa. Kami ingin berperan moga-moga ada yang bertemu jodoh. Ternyata Cak Imin menanggapi, dan besoknya langsung kita berdialog. Buat PKS welcome, apalagi bersama PKB,” katanya.
Menurut Aboe, kerja sama antara PKS dan PKB dapat menjadi poros ketiga. Sebab, satu poros telah terbentuk dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Satu poros lainnya diyakini akan berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang sudah jelas-jelas memiliki tiket untuk mengajukan calon presiden.
”Oleh karena itu, saya berharap poros ketiga. Kenapa, karena yang satu sudah jelas porosnya. Kedua sudah jelas. Yang ketiga ini membongkar kebuntuan,” katanya.
Kerja sama antara PKS dan PKB dapat menjadi poros ketiga. Sebab, satu poros telah terbentuk dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Satu poros lainnya diyakini akan berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Aboe menyebut basis pemilih PKS dan PKB tidak jauh berbeda. PKS dengan kekuatan kadernya yang militan dan ulet jika berkombinasi dengan kekuatan jaringan PKB di akar rumput, termasuk kalangan pesantren dan ulama, menurut Aboe, akan menjadi kekuatan mesin politik yang besar.
”Ini kalau ketemu, ngeri-ngeri sedap. Semua capres akan tertarik serius dengan benda (kerja sama) ini. Jangan kaget kalau sampai terjadi,” kata anggota Komisi III DPR ini.
Dengan perhitungan PKS yang memiliki 50 kursi, sedangkan PKB 58 kursi, kombinasi kedua partai ini baru 108 kursi. Untuk mencapa syarat 20 persen perolehan kursi DPR untuk mendapatkan tiket mengusung capres, PKS dan PKB memerlukan 7 kursi lagi sehingga tercapai 115 kursi. Artinya, untuk mewujudkan satu poros koalisi baru, PKS dan PKB memerlukan satu partai lagi untuk bekerja sama.
Mengenai partai mana yang akan diajak bergabung, Aboe mengatakan, pihaknya siap dengan partai mana saja. Namun, secara eksplisit ia menyebutkan dua partai sebagai contoh, yakni Partai Demokrat dan Partai Nasdem.
”Welcome, kita siap dengan Nasdem, kita siap dengan Demokrat, kita siap dengan yang lain. Kita siap, enggak ada masalah,” ujarnya.
Soal capres yang akan diusung, Aboe mengatakan, PKS akan menunggu keputusan Majelis Syuro PKS. Namun, dalam lingkup kerja sama parpol yang mungkin dijalin antara PKS dan PKB, Aboe mengatakan siap jika Muhaimin Iskandar yang menjadi capres.
”Misalkan Gus Ami (Abdul Muhaimin Iskandar) mau presiden, silakan, bismillah. Enggak apa-apa, kita enggak ada masalah. Bagi PKS enggak penting presiden atau wapres. Kami siap jadi karpet merah buat Republik Indonesia,” kata Aboe.
Ingin akhiri pembelahan
Hadirnya tiga poros koalisi, menurut Aboe, diharapkan bisa memupus keterbelahan dan polarisasi di masyarakat. Kerja sama antara PKS dan PKB, serta satu partai lainnya lagi nanti, diharapkan bisa turut menyumbang bagi hadirnya poros koalisi baru di dalam Pemilu 2024.
Sementara itu, Jazilul mengatakan, kerja sama yang terbuka antara PKS dan PKB ini menjadi kabar gembira karena diyakini bisa mengakhiri pembelahan di masyarakat dalam Pemilu 2024. Kedua partai merasa cocok satu sama lain karena sama-sama mengusung politik rahmatan lil alamin.
”Ada kata kunci atau kalimatun sawa yang disampaikan ketika itu (milad PKS), yang mempersatukan dan menjadi titik temu, yakni politik rahmatan lil alamin. Politik yang ingin menghadirkan kesejahteraan bagi semua,” katanya.
Kerja sama antara PKS dan PKB juga bukan kali ini saja dilakukan. Menurut Jazilul, ketika era Reformasi, yakni dengan terpilihnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Presiden, 1999, saat itu PKB bekerja sama dengan Partai Keadilan (PK) di dalam Poros Tengah. PK adalah cikal-bakal PKS.
Namun, Jazilul mengakui konstituen PKB dan PKS sering diperhadapkan, atau seolah-olah tidak mau bertemu dengan berbagai ungkapan kasar seperti cebong-kampret, dan kadrun. Dengan kerja sama antara PKB dan PKS, ia mengakui keterbelahan dan polarisasi itu akan berakhir.
”Kalau PKS dan PKB duduk bersama, politik identitas hilang. Pembelahan hilang, kadrun dan cebong-cebongan hilang. Yang diinginkan masyarakat adalah perut kenyang, anak-anak bisa sekolah, kesehatan terjamin, masa depan Indonesia terjaga,” kata Jazilul.
Jazilul mengakui konstituen PKB dan PKS sering diperhadapkan, atau seolah-olah tidak mau bertemu dengan berbagai ungkapan kasar seperti cebong-kampret dan kadrun.
Demi kepentingan
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, koalisi antara PKB dan PKS ini mungkin saja dapat terealisasi, kendati harus mencari satu parpol lagi untuk meneguhkan poros koalisi baru. Kerja sama kedua partai dengan basis pemilih relatif berbeda ini menunjukkan perbedaan ideologi politik dapat disatukan demi kepentingan politik.
”Selama ini, konstituen kedua partai berada di kutub yang ekstrem. Yang satu dicap kadrun atau kampret, dan satunya lagi cebong. Yang satunya dicap kelompok wahabi, dan satunya lagi kelompok Islam moderat, atau Islam Nusantara,” kata Adi.
Dengan potensi koalisi yang terbuka di antara kedua partai, hal ini menegaskan adagium lama dalam politik bahwa tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik. Yang abadi adalah kepentingan.
”Dalam konstelasi politik kepentingan, itu sah, wajar, dan mungkin terjadi koalisi antara PKS dan PKB. Pembelahan berbasis ideologi parpol itu hanya konsumsi politik belaka, bukan suatu prinsip politik yang mendasar. Sebab, demi kepentingan politik, berbagai perbedaan ideologi itu dapat diluruhkan,” katanya.
Sementara itu, Wasekjen Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, partainya secara logis memang lebih mudah jika melakukan koalisi dengan PKS. Sebab, baik Demokrat dan PKS kini sama-sama ada di luar pemerintahan.
Kesamaan visi dan keinginan untuk melakukan perubahan di Pemilu 2024, menurut Renanda, menjadi salah satu prinsip dasar bagi Demokrat untuk menentukan koalisi. “Bisa saja nanti Demokrat bekerja sama dengan PKS dan PKB, tetapi sekali lagi ini kan masih cair. Karena bagi kami untuk menyusun koalisi perlu juga ada kesamaan sikap,” kata Renanda.