Permintaan Informasi Soal Penjabat Diabaikan, ICW Layangkan Keberatan ke Mendagri
Indonesia Corruption Watch (ICW) melayangkan surat keberatan kepada Mendagri karena permintaan informasi mengenai dokumen aturan teknis dan proses pengisian posisi penjabat kepala daerah diabaikan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri diharapkan terbuka kepada publik terkait pengangkatan penjabat kepala daerah dengan membuka informasi dan dokumen aturannya. Informasi tersebut dibutuhkan demi menjamin terselenggaranya pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum.
Keinginan tersebut ditegaskan Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka sebelumnya telah meminta informasi kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai dokumen aturan teknis dan proses pengisian posisi penjabat kepala daerah pada 17 Mei 2022. Namun, permintaan tersebut diabaikan.
Pada Rabu (8/6/2022), ICW melayangkan surat keberatan kepada Mendagri karena diabaikannya permintaan informasi tersebut. “Pasca-sepuluh hari kerja setelah permintaan informasi diajukan, PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Kementerian Dalam Negeri RI tidak memberikan tanggapan kepada ICW sebagai pemohon informasi,” kata Peneliti ICW Egi Primayogha.
Menurut Egi, PPID Kemendagri telah mengabaikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pasal 22 Ayat (7) UU KIP mengatur bahwa badan publik wajib memberikan pemberitahuan tertulis sejak diterimanya permintaan informasi. Karena itu, berlandaskan Pasal 35 Ayat (1) Huruf c UU KIP, ICW mengajukan keberatan tertulis kepada Mendagri karena tidak ditanggapinya permintaan informasi.
Ia menegaskan, informasi yang ICW mohonkan krusial untuk dibuka ke publik guna menjamin terselenggaranya pemerintahan demokratis berdasarkan hukum. Dokumen peraturan teknis dan pengangkatan penjabat kepala daerah penting untuk dibuka agar publik mengetahui secara jelas syarat yang wajib dipenuhi oleh calon penjabat kepala daerah, rekam jejak, potensi konflik kepentingan, serta bagaimana mekanisme penjaringan dan penentuan calon penjabat kepala daerah dilakukan.
ICW belum menemukan dokumen terkait proses seleksi penjabat kepala daerah ataupun aturan turunan lain dari Pasal 201 Ayat (10) dan (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Padahal, hal ini telah diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 15/PUU-XX/2022. Dibukanya dokumen tersebut selaras dengan perintah Pasal 11 Ayat (1) Butir b dan Butir c UU KIP yang menyebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat yang meliputi hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya; dan seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya.
Oleh karena itu, ICW mendesak Mendagri untuk menjawab surat permintaan informasi dan menerapkan prinsip keterbukaan dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah. Hal ini wajib dan penting dilakukan apabila Kemendagri ingin menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi yang berlandaskan hukum.
Saat ini, sudah ada 48 penjabat kepala daerah yang telah dilantik. Beberapa di antaranya ditunjuk sebagai penjabat saat menduduki jabatan aktif lainnya. Salah satunya adalah seorang perwira tinggi TNI yang masih aktif, yakni Brigadir Jenderal (TNI) Andi Chandra As’Aduddin yang ditunjuk sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku. ”Penunjukan penjabat kepala daerah yang memiliki rangkap jabatan tentunya semakin menunjukan bahwa keseluruhan proses pengisian penjabat kepala daerah berpotensi memiliki konflik kepentingan,” kata Egi.
Ia menilai pengangkatan penjabat kepala daerah tidak hanya berpotensi menghadirkan konflik kepentingan, tetapi juga melanggar asas profesionalitas. Keduanya merupakan bagian tak terpisahkan dari Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Sebelumnya, pada 3 Juni 2022, ICW bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah melaporkan Mendagri ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi berkaitan dengan proses penentuan penjabat kepala daerah yang tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Terkait dengan laporan ke Ombudsman, anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, saat ini laporan tersebut ada pada tahap pengaduan masyarakat untuk dilihat keterpenuhan syarat formil dan materiilnya.
Kompas sudah meminta tanggapan dari Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan terkait permintaan informasi dari ICW, tetapi tidak direspons. Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menegaskan, dirinya akan menjelaskan kewenangan, aturan, dan mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR.