DPR dan Kemendagri Akan Evaluasi Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri telah mengagendakan rapat untuk memberikan penjelasan dan evaluasi terkait kebijakan yang diambil dalam penunjukan penjabat kepala daerah.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II DPR setuju dengan rencana Kementerian Dalam Negeri yang akan membuat aturan teknis dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Mereka sudah menjadwalkan rapat dengan Kementerian Dalam Negeri untuk meminta penjelasan terkait kebijakan yang diambil, sekaligus sebagai evaluasi penunjukan penjabat kepala daerah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, persoalan penunjukan penjabat kepala daerah akan dibahas dalam forum resmi seperti di DPR. Ia telah berkoordinasi dengan Komisi II DPR untuk dibuat rapat kerja mengenai penjabat kepala daerah.
”Saya senang nanti sudah ada koordinasi dengan Komisi II. Sudah nanti dibuat saja acara khusus mengenai rapat kerja mengenai penjabat mulai dari kewenangan, aturan, mekanisme penunjukannya,” kata Tito saat ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Saya senang, nanti sudah ada koordinasi dengan Komisi II. Sudah, nanti dibuat saja acara khusus mengenai rapat kerja mengenai penjabat mulai dari kewenangan, aturan, mekanisme penunjukannya.
Ia menegaskan, aturan mengenai pengangkatan penjabat kepala daerah sudah tersebar dalam beberapa aturan, seperti undang-undang dan peraturan pemerintah. Namun, Kemendagri ingin menangkap aspirasi seperti dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan pertimbangan kepada pemerintah.
Menurut Tito, MK telah memberikan perhatian supaya ada mekanisme penunjukan yang demokratis dan transparan. Kata demokratis dan transparan akan menjadi atensi dari Kemendagri.
Oleh karena itu, Tito berdiskusi dengan jajaran Kemendagri untuk mengundang beberapa ahli, termasuk masyarakat sipil. Setelah itu akan ada rapat antarkementerian. Ia ingin ada semacam peraturan Mendagri mengenai mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah yang memiliki semangat demokrasi dan transparansi.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, sepakat perlu ada peraturan teknis dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Hal itu sesuai dengan amanah dari keputusan MK.
Ia mengungkapkan, Komisi II sudah mengagendakan untuk melakukan rapat dengan Kemendagri. Guspardi telah meminta dalam pertemuan tersebut diagendakan terkait dengan kebijakan yang sudah diambil dalam penetapan penjabat kepala daerah. Hal itu diperlukan dalam rangka untuk menyikapi aspirasi masyarakat dan evaluasi.
(Kami) minta penjelasan terhadap kebijakan yang diambil (Kemendagri) dan sekaligus evaluasi supaya ini jangan jadi perdebatan dinamika yang secara terus-menerus dilakukan elemen bangsa.
”(Kami) minta penjelasan terhadap kebijakan yang diambil (Kemendagri) dan sekaligus evaluasi supaya ini jangan jadi perdebatan dinamika yang secara terus-menerus dilakukan elemen bangsa,” kata Guspardi.
Di sisi lain, Guspardi meminta masyarakat yang tidak puas dengan keputusan pemerintah untuk melakukan uji materi di MK. Sebab, telah terjadi penafsiran yang berbeda terhadap putusan MK. Ia berharap MK mengeluarkan putusan yang lebih jelas agar tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan.
Adapun perdebatan terjadi dalam putusan MK Nomor 15 Tahun 2022 yang dibacakan pada 20 April lalu. MK menyatakan, jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya dan JPT pratama dimungkinkan diisi oleh aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari personel TNI/Polri sepanjang mereka mundur dari kedinasan aktif serta pengisian dilakukan secara terbuka dan kompetitif.
Terabas sejumlah aturan
Sementara itu, masyarakat sipil menilai, pengangkatan TNI/Polri sebagai penjabat kepala daerah telah menerabas sejumlah peraturan perundangan, seperti UU TNI, UU Polri, UU ASN, UU Pemilihan Kepala Daerah, dan Putusan MK.
Ada penyimpangan prosedur dan pengambilan kewajiban hukum yang dilakukan oleh Kemendagri dalam proses penentuan penjabat kepala daerah.
Masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah mengadukan dugaan maladministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah oleh Kemendagri ke Ombudsman RI.
Staf Divisi Hukum Kontras Adelita Kasih mengatakan, ada penyimpangan prosedur dan pengambilan kewajiban hukum yang dilakukan oleh Kemendagri dalam proses penentuan penjabat kepala daerah.
”Adapun beberapa hal yang kami soroti, pertama adanya tata kelola penunjukan yang tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak partisipatif. Kedua, terkait penunjukan perwira TNI/Polri aktif. Ketiga, adanya potensi besarnya konflik kepentingan yang ada di dalam penunjukan penjabat kepala daerah beberapa waktu lalu,” kata Adelita.