Soal Penjabat Kepala Daerah, DPR Akan Undang Kemendagri Bahas Peraturan Pelaksana
Berbagai persoalan mengiringi pemilihan penjabat kepala daerah pada gelombang pertama. Mengatasinya, Komisi II DPR akan mengundang Kemendagri membicarakan pembentukan peraturan pelaksana penunjukan penjabat tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah, seperti keberatan dari gubernur, diharapkan tidak terjadi lagi. Komisi II DPR akan mengundang Kementerian Dalam Negeri untuk membicarakan mengenai kemungkinan pembentukan peraturan pelaksana untuk pengangkatan penjabat kepala daerah. Pembentukan aturan itu pun diharapkan melibatkan masyarakat.
Berbagai persoalan mengiringi pemilihan penjabat kepala daerah pada gelombang pertama, seperti adanya gubenur yang menolak melantik penjabat bupati/wali kota, penunjukan anggota TNI aktif sebagai penjabat, dan penjabat bupati yang mundur setelah dilantik. Akibatnya, desakan untuk dibuat peraturan pelaksana pun terus digulirkan dari berbagai pihak hingga akhirnya dipertimbangkan Kementerian Dalam Negeri.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, penentuan penjabat kepala daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Seharusnya kendala yang sempat terjadi dengan adanya keberatan dari sejumlah gubernur melantik penjabat kepala daerah lantaran tidak sesuai dengan usulan mereka, tidak lagi terjadi.
”Sebenarnya, kalau kita memahami peraturan, dan peraturan itu mengatakan hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat, maka mau tidak mau pemerintah daerah harus melaksanakan, sekalipun UU memang mengatur bagi kepala daerah untuk memberikan usulan,” katanya, Senin (6/6/2022) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Peristiwa itu, menurut Doli, merupakan sebuah miskomunikasi. Pemda menganggap usulan mereka sifatnya mutlak. Padahal, menurut UU, lanjut Doli, penunjukan penjabat kepala daerah itu sepenuhnya kewenangan dari pemerintah pusat.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan telah menyampaikan, Kemendagri mencermati dan memahami bahwa pengangkatan penjabat kepala daerah tak terlepas dari banyaknya kepentingan. Sebab, penjabat kali ini memiliki pengaruh terhadap kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2024. Untuk itu, Kemendagri memandang perlu dan mempertimbangkan menerbitkan aturan dan mekanisme yang lebih demokratis dan transparan (Kompas, 6/6/2022).
Mengenai rencana Kemendagri membentuk peraturan pelaksana atau peraturan teknis penunjukan penjabat kepala daerah tersebut, Doli mengatakan, hal itu akan dibicarakan lebih lanjut antara Komisi II DPR dan Kemendagri. Sebab, ada pula putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang harus dipelajari dan ditelaah lebih lanjut isinya.
“Kami sedang mempelajari dulu putusan MK, dan implementasi konkretnya seperti apa. Apakah perlu disusun peraturan pelaksana lebih teknis, dan sejauhmana level peraturan itu,” kata Doli.
Mengenai rencana Kemendagri membentuk peraturan pelaksana atau peraturan teknis penunjukan penjabat kepala daerah tersebut, Doli mengatakan, hal itu akan dibicarakan lebih lanjut antara Komisi II DPR dan Kemendagri.
Lebih lanjut, disampaikan Doli, Komisi II DPR akan mencari waktu khusus untuk mengundang Mendagri Tito Karnavian membicarakan mengenai kemungkinan pembentukan peraturan pelaksana yang sifatnya teknis itu, sekaligus mendalami perintah dalam putusan MK.
“Dengan pengalaman (pelantikan penjabat kada yang bermasalah) itu supaya tidak terjadi lagi, sebab ini akan masih banyak lagi pelantikan penjabat kepala daerah. Supaya tidak kisruh, dan dipahami oleh semua pihak mekanisme yang berlaku, maka kami dalam waktu dekat ini akan mengagendakan rapat dengan Mendagri membahas soal pembentukan peraturan pelaksana dalam penunjukan penjabat kepala daerah,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Eko Prasojo mengusulkan agar aturan pelaksana penunjukan penjabat kepala daerah dibuat dalam peraturan pemerintah untuk memperkuat legitimasi kewenangan dari penjabat kepala daerah. Sebab, penunjukan kepala daerah berkaitan dengan kewenangan sehingga harus berbasis undang-undang dan peraturan pemerintah.
”Ini kan di dalam UU Administrasi Pemerintahan itu berkaitan dengan kewenangan pemerintahan. Jadi, otonomi daerah itu sendiri sebenarnya pendelegasian kewenangan pemerintah (pusat) kepada pemerintah daerah. Supaya tidak menimbulkan nanti penyalahgunaan wewenang atau delegitimasi kewenangan, saya usul ini dibuat melalui peraturan pemerintah,” kata Eko.
Ia mengusulkan, aturan pelaksana tersebut berisi syarat teknis, seperti kemampuan penguasaan terhadap masalah di pemerintahan daerah. Selain itu, perlu syarat manajerial, yakni kemampuan untuk memimpin. Calon penjabat kepala daerah tersebut juga harus dikenal masyarakat di pemerintah daerah yang akan dipimpin ataupun secara nasional agar bisa berkolaborasi serta bersinergi dengan masyarakat dan kementerian/lembaga.
Adapun tahapan pembuatan aturan pelaksana perlu mendengarkan pendapat dari DPRD. Pertimbangan dari DPRD kepada Kemendagri dibutuhkan terkait dengan calon yang bisa diusulkan. Tahap berikutnya adalah uji publik. Masyarakat di daerah yang bersangkutan perlu diberikan waktu untuk memberikan masukan terkait calon yang diusulkan.
Kemendagri perlu membentuk panitia seleksi yang terdiri dari pejabat pimpinan tinggi di Kemendagri, kementerian terkait, dan provinsi yang bersangkutan. Dalam proses penyusunan peraturan pelaksana yang akan ditetapkan Kemendagri, menurut Eko, perlu mengundang beberapa kalangan, seperti akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan asosiasi pemerintah daerah.
”Kita belajar kemarin itu pengangkatan penjabat bupati itu ada yang menimbulkan resistansi dan juga gubernur tidak mau melantik. Jadi, prosesnya sendiri menurut saya harus terbuka melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam penyusunan petunjuk pelaksanaan pengisian jabatan ini,” kata Eko.
Aturan pelaksana penunjukan penjabat kepala daerah sangat penting agar pemilihan tidak dilakukan secara serampangan.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan menegaskan, aturan pelaksana penunjukan penjabat kepala daerah sangat penting agar pemilihan tidak dilakukan secara serampangan.
Ia berharap aturan pelaksana ini dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah. Dalam proses pembuatannya, diharapkan masyarakat sipil dilibatkan demi menjamin prinsip demokrasi, asas keterbukaan, transparansi, akutabel, dan partisipatif dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah.
”Perlu diingat bahwa di UUD 1945 Pasal 18 Ayat (4) itu bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Dipilih secara demokratis ini bukan hanya kepala daerah definitif, melainkan juga penjabat kepala daerah,” tegasnya.