”Selama ini DPR belum pernah mencalonkan perempuan. Komitmen saja tidak cukup,” kata Wakil Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah soal pengisian posisi DKPP Periode 2022-2027.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari tujuh anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, dua orang berasal dari Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, sedangkan lima orang lainnya dipilih DPR dan pemerintah. Dari tiga nama yang jadi kewenangannya, DPR diminta setidaknya memilih dua perempuan.
Masa jabatan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Periode 2017-2022 akan berakhir pada 12 Juni 2022. Dari lima nama yang akan dipilih, tiga orang dari DPR dan dua orang dari pemerintah.
”Selama ini, DPR belum pernah mencalonkan perempuan. Komitmen saja tidak cukup,” kata Wakil Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah dalam diskusi Mengawal Keterwakilan Perempuan di Keanggotaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Periode 2022-2027, Minggu (5/6/2022).
Diskusi publik tersebut diadakan Maju Perempuan Indonesia (MPI) dengan pengantar dari Koordinator MPI yang juga Duta Besar RI untuk Kuwait Lena Maryana Mukti. Hadir juga sebagai pembicara, Saan Mustopa, Wakil Ketua Komisi II DPR RI; dan Valina Singka Subekti, anggota DKPP Periode 2012-2017 dan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia. Acara dibuka oleh moderator, Khoirunnisa Nur Agustyati yang juga Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi.
Boleh dong, kita sekarang minta tiga perempuan. Atau paling tidak, dua perempuan. Saya melihat, bagus kalau banyak perempuan, mendidik dan membina penyelenggara pemilu.
Hurriyah mengatakan, regulasi belum mengatur secara tegas soal keterwakilan perempuan dalam DKPP. Akan tetapi, ia mengingatkan pentingnya semangat untuk menghadirkan perempuan dalam penyelenggaran pemilu, tidak saja di DKPP, tetapi juga Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dari pusat sampai daerah.
Hal senada disampaikan Valina. Ia berharap DPR dan pemerintah betul-betul memperhatikan kuota 30 persen perempuan. Ketika ia menjadi anggota DKPP tahun 2012-2017, ada dua anggota perempuan yang berarti 28 persen. Namun, tahun 2017-2022 hanya ada satu perempuan menjadi anggota DKPP.
Valina mengatakan, ketika selama ini DPR hanya mencalonkan pria, tahun ini dia berharap ada perubahan. ”Boleh dong, kita sekarang minta tiga perempuan. Atau paling tidak, dua perempuan. Saya melihat, bagus kalau banyak perempuan, mendidik dan membina penyelenggara pemilu,” kata Valina.
Lena juga berharap DPR mengajukan tiga kandidat yang semuanya perempuan. Presiden Joko Widodo pernah memilih semua perempuan untuk tim seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia juga menekankan pentingnya DKPP sebagai lembaga yang menjaga etika. Menurut dia, dalam praktiknya sangat sedikit perempuan yang melakukan pelanggaran etika.
Hurriyah mengatakan, ada benturan yang sering kali muncul ketika regulasi dihadapkan pada afirmasi. Regulasi juga dinilainya dianggap normatif sehingga tidak ditegakkan, hanya diperhatikan semata. Ia juga menyoroti ada ketidakadilan ketika kehadiran perempuan hanya dikaitkan dengan afirmasi, bukan kemampuan.
Sebelumnya, Saan Mustopa mengatakan, DPR berusaha semaksimal mungkin agar keterwakilan perempuan terpenuhi. Ia menilai, adanya anggota DKPP perempuan bisa memberikan sudut pandangan lain. ”Saya akan berusaha agar usul MPI ini akan terakomodir, ada perempuan yang diusulkan DPR,” katanya.
Saan mengatakan, ada juga syarat lain, yaitu independensi dan pengertian akan pemilu, tidak saja di tingkat teori, tetapi juga praktik. Hal ini juga digarisbawahi Valinka yang mengatakan, ada banyak kandidat yang bisa memenuhi syarat ini karena Indonesia telah beberapa kali mengadakan pemilu.