Komisi II DPR Masih Terbelah Terkait Durasi Kampanye Pemilu 2024
Pembahasan durasi kampanye pada Pemilu 2024 akan kembali dibahas dalam rapat Komisi II DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu membahas Rancangan Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal, Selasa (7/6/2022).
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana rapat kerja yang dihadiri Menteri Dalam Negeri, Ketua Komisi Pemilihan Umum, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, dan Badan Pengawas Pemilu dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/4/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sikap sejumlah fraksi di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat terkait durasi masa kampanye Pemilu 2024 masih terbelah. Sebagian meminta kampanye dilakukan selama 75 hari, sedangkan sebagian lain menyerahkan sepenuhnya pada Komisi Pemilihan Umum.
Lima hari menjelang rapat dengar pendapat untuk membahas rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Tahapan, Program, dan Jadwal yang diagendakan pada Selasa (7/6/2022), sikap sejumlah fraksi terkait isu durasi masa kampanye masih terbelah. Dari penelusuran, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar mendorong agar masa kampanye dilakukan selama 75 hari, sedangkan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai Demokrat menyerahkan penentuan masa kampanye yang ideal kepada KPU.
Adapun usulan masa kampanye yang berkembang adalah 75 hari dan 90 hari, jauh lebih pendek dibandingkan masa kampanye pada Pemilu 2019 yang mencapai 6 bulan 3 minggu. KPU mengusulkan masa kampanye 90 hari, sama dengan usulan pemerintah. Sementara dalam rapat konsinyering pertengahan Mei lalu, Komisi II DPR meminta agar KPU menyimulasikan masa kampanye 75 hari.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kanan) berbincang dengan Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tandjung di sela-sela mengikuti rapat dengan Menteri Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/4/2022).
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung di Jakarta, Kamis (2/6/2022), mengatakan, semua fraksi di Komisi II DPR sepakat untuk memperpendek masa kampanye Pemilu 2024. Sebab, masa kampanye seperti pada Pemilu 2019 dinilai terlalu panjang dan menimbulkan pembelahan masyarakat.
Sementara dari perkembangan teknologi, sosialisasi yang melibatkan massa dengan jumlah banyak sudah bisa dilakukan secara virtual yang dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan model kampanye terbuka. Dengan demikian, masa kampanye yang singkat bisa menjangkau pemilih dalam jumlah besar, seperti yang dilakukan ketika masa kampanye yang panjang.
Akan tetapi, Komisi II memahami, penentuan masa kampanye yang lebih pendek tidak mudah karena akan berdampak pada sengketa pencalonan serta produksi dan distribusi logistik. Oleh karena itu, Komisi II DPR telah meminta Mahkamah Agung untuk mempersingkat penyelesaian perkara dari maksimal 21 hari menjadi 10 hari. Sementara Presiden Joko Widodo telah memberikan komitmen untuk menerbitkan instruksi presiden khusus untuk mempercepat pengadaan logistik pemilu.
Di sisi lain, kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa, Presiden meminta agar masa kampanye maksimal 90 hari. Artinya, masa kampanye bisa lebih pendek dari usulan KPU sehingga perlu dibuat simulasi masa kampanye 75 hari. Bahkan, dalam rapat konsinyering Mei lalu, muncul usulan masa kampanye 60 hari yang langsung dijawab tidak mungkin oleh KPU sehingga memunculkan jalan tengah masa kampanye selama 75 hari.
”Sampai saat ini, Fraksi Partai Golkar pada prinsipnya masa kampanye 75 hari lebih bagus, asal tidak mengganggu pengadaan logistik,” ujar Doli.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang tiba di ruang rapat Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, untuk mengikuti rapat kerja, Kamis (8/4/2021).
Senada dengan Golkar, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang meminta KPU menyimulasikan masa kampanye 75 hari. Sekalipun saat konsinyering KPU sempat menyebut pengadaan dan distribusi logistik akan mengalami kesulitan jika kampanye hanya 75 hari, sudah ada solusi berupa dukungan inpres serta percepatan proses sengketa pencalonan di MA. Ia pun mengusulkan agar pengadaan dan distribusi logistik menggunakan sistem zonasi supaya proses distribusi lebih cepat dan mudah.
”Kalau kami obyektif, kami tawarkan masa kampanye 75 hari. Ketika KPU mampu 75 hari, kenapa tidak. Kalau bisa cepat, kenapa harus lama masa kampanyenya,” ucap Junimart.
Lain halnya dengan Fraksi PKB dan Fraksi Demokrat. Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengatakan, penentuan masa kampanye harus didasarkan pada tiga hal. Pertama sesuai dengan UU Pemilu, sengketa pencalonan di Bawaslu dan PTUN, serta produksi dan distribusi logistik.
Dengan tiga pertimbangan itu, KPU diminta untuk menyimulasikan masa kampanye, mana yang bisa disanggupi, apakah 75 hari atau 90 hari. Sebab, KPU merupakan pelaksana tahapan pemilu yang memiliki kompetensi menyelenggarakan pemilu. ”KPU mendalami isu ini day to day. Kalau politisi di DPR, kan, tidak day to day sehingga kami perlu memberikan kepercayaan kepada KPU,” ucap Yanuar.
Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Adapun Fraksi Demokrat, kata Ketua Kelompok Fraksi Demokrat Komisi II DPR Anwar Hafid, sejak awal memberikan dukungan penuh kepada KPU sebagai penyelenggara yang memahami perihal teknis penyelenggaraan pemilu. KPU pun diminta tidak memaksakan simulasi dengan tetap memiliki ruang gerak cukup untuk memastikan logistik tidak terganggu.
”Demokrat mendukung sepenuhnya apa yang menjadi rancangan KPU. Kalau KPU mengatakan 90 hari paling ideal, maka Demokrat mendukung sepenuhnya,” katanya.