Giliran Enam Korporasi Jadi Tersangka Kasus Impor Baja
Enam korporasi menjual baja atau besi dan baja paduan impor dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal. Perbuatan itu menimbulkan kerugian bagi perekonomian negara sekaligus industri besi baja di Tanah Air.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Enam korporasi ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam perkara impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya pada 2016 sampai 2021. Mereka mengurus surat penjelasan untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan atau wilayah pabean sehingga seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek strategis nasional.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan mantan pejabat di Direktorat Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Tahan Banurea, sebagai tersangka kasus korupsi impor besi atau baja, baja panduan, dan produk turunannya pada 2016-2021. Pada Senin (30/5/2021), Kejaksaan Agung kembali menetapkan seorang tersangka bernama Taufik, Manajer PT Meraseti Logistik Indonesia.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Supardi menjelaskan, enam korporasi yang ditetapkan tersebut adalah PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU. ”Bahwa pada kurun waktu antara tahun 2016 dan 2021, keenam tersangka korporasi masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan PT Meraseti Logistik Indonesia milik BHL,” kata Supardi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Ia mengungkapkan, untuk meloloskan proses impor tersebut, BHL dan tersangka Taufiq yang merupakan Manajer di PT Meraseti Logistik Indonesia mengurus surat penjelasan di Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, melalui tersangka Tahan Banurea yang merupakan bekas Kepala Sub-Bagian Tata Usaha pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Adapun hingga saat ini, BHL belum hadir dalam pemeriksaan.
Surat penjelasan tersebut dibuat untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan atau wilayah pabean sehingga seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek strategis nasional yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN, yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Nindya Karya (Persero), dan PT Pertamina Gas (Pertagas). Dengan surat penjelasan tersebut, maka pihak bea dan cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam tersangka korporasi.
Perbuatan keenam tersangka korporasi tersebut menimbulkan kerugian sistem produksi dan industri besi baja dalam negeri atau kerugian perekonomian negara.
Berdasarkan surat penjelasan yang diterbitkan Direktorat Impor pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, maka importasi besi atau baja dan baja paduan dari China yang dilakukan oleh keenam tersangka korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi dari kuota impor dalam persetujuan impor yang dimiliki mereka.
Setelah besi atau baja dan baja paduan tersebut masuk ke wilayah Indonesia, oleh keenam tersangka korporasi dijual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal. Alhasil, produk lokal tidak mampu bersaing. Perbuatan keenam tersangka korporasi tersebut menimbulkan kerugian sistem produksi dan industri besi baja dalam negeri atau kerugian perekonomian negara.
Supardi mengatakan, perbuatan yang dilakukan keenam tersangka korporasi bertentangan dengan Pasal 54 Ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan syarat pengecualian perizinan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan.
Ia menjelaskan, Kejagung masih mendalami fakta-fakta untuk menentukan apakah hanya keenam korporasi tersebut yang ditetapkan tersangka atau juga orang di dalam perusahaan tersebut. ”Jadi, bisa dua-duanya atau salah satunya. Jadi, tergantung faktanya nanti. Belum tentu juga kalau personnya itu mengetahui,” kata Supardi.
Secara terpisah, menurut pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, seharusnya bersama korporasi juga ada person penanggung jawabnya. Sebab, korporasi hanya akan dihukum denda, sedangkan pengurusnya dikenai pidana penjara. Jadi, seharusnya otomatis korporasi bersama pengurus atau penanggung jawabnya ditetapkan sebagai tersangka karena yang menggerakkan korporasi adalah pengurus.
”Demikian juga jika sasarannya hanya denda, lebih baik obyek penyelesaiannya (secara) administratif, tidak makan waktu dan tenaga dibawa ke pengadilan,” kata Fickar.
Melalui keterangan tertulis, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan, jajaran Kemendag wajib menjalankan pelayanan perizinan di bidang perdagangan sesuai ketentuan dan secara transparan. Karena itu, Suhanto mendukung proses hukum, jika terbukti terjadi penyalahgunaan wewenang.
Menurut Suhanto, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang dilantik Presiden Joko Widodo pada 23 Desember 2020 telah menegaskan sikap antikorupsi harus dilaksanakan oleh semua pegawai di seluruh unit Kemendag.
”Seperti yang selalu dipesankan oleh Menteri Perdagangan, kami selalu menginstruksikan para pegawai Kementerian Perdagangan untuk selalu bekerja sesuai ketentuan dan secara transparan. Kemendag selalu siap membantu proses penegakan hukum yang tengah berlangsung karena tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang menimbulkan kerugian negara dan berdampak terhadap perekonomian nasional serta merugikan masyarakat,” kata Suhanto.