Sinyal Dua Arah dari Presiden Joko Widodo
Pidato Presiden Jokowi di Rakernas V Projo menampilkan kontradiksi. Mengingatkan agar tidak tergesa-gesa memberikan dukungan politik jelang Pilpres 2024 dan memberi sinyal dukungan pada salah satu figur secara bersamaan.
Untuk pertama kalinya, Presiden Joko Widodo ambil bagian dalam pembicaraan tentang situasi elektoral menjelang Pemilihan Presiden 2024 di muka publik. Seolah tak ingin sekadar menjadi penonton, presiden dua periode itu memberikan intensi bahwa dirinya adalah pemimpin politik yang mampu mendorong dan memenangkan sosok potensial yang mendapatkan dukungannya. Di sisi lain, ia juga berhati-hati untuk tetap menjaga stabilitas politik serta kesetiaan terhadap partai.
”Urusan politik, aja kesusu sik. Jangan tergesa-gesa. Jangan tergesa-gesa. Meskipun, meskipun, mungkin, yang kita dukung ada di sini,” ujar Joko Widodo dalam pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional V Pro Jokowi (Projo), organisasi kemasyarakatan sukarelawan pendukung Jokowi, di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2022).
Bagian dari pidato itu disambut gegap gempita para peserta rakernas. Mereka yang duduk memenuhi area Balai Ekonomi Desa Ngargogondo, Magelang, seketika berdiri sambil bertepuk tangan. Meski tidak menyebut satu pun nama tokoh potensial calon presiden (capres), sebagian dari mereka menafsirkan pernyataan Jokowi sebagai dukungan terhadap salah satu sosok. Beberapa di antaranya pun meneriakkan nama Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah.
Baca juga : Poros Sukarelawan Mencari Tumpuan Setelah Jokowi
”Sudah dibilang jangan tergesa-gesa. Aja kesusu. Ini kok maunya tergesa-gesa kelihatannya,” sambung Jokowi seusai teriakan para peserta rakernas yang menyebut nama Ganjar.
Dalam Rakernas V Projo, Ganjar Pranowo hadir sebagai salah satu undangan. Selain Ganjar, hadir pula beberapa tokoh lain, di antaranya Ibu Negara Iriana; Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko; dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto.
Ketua Umum DPP Projo Budi Arie Setiadi dalam acara Satu Meja The Forum yang disiarkan di Kompas TV, Rabu (25/5/2022) malam, mengakui, rakernas merupakan momentum ”senam politik” bagi Projo. Selain Ganjar, mereka juga mengundang tokoh potensial calon presiden (capres) lainnya. Di antaranya Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Namun, hanya Ganjar yang dapat hadir saat itu.
Terkait pernyataan Presiden, ia tidak bisa melarang siapa pun untuk menafsirkan hal itu sebagai dukungan terhadap Ganjar. Tidak bisa dimungkiri, sebagian dari anggota Projo juga menganggapnya demikian. ”Ya, itu kenyataan yang ada. Bahwa memang di barisan kami ini banyak yang bersimpati atau punya preferensi ke Mas Ganjar,” katanya dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo.
Hadir pula sebagai narasumber Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid, dan Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya.
Meski demikian, tidak ada arahan khusus dari Jokowi agar kelompok sukarelawan itu memberikan dukungannya kepada Ganjar. Presiden justru memerintahkan Projo untuk menggali dan menyerap aspirasi publik untuk mengetahui sosok-sosok yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, menurut rencana, Projo akan menggelar musyawarah rakyat (musra) untuk menjaring capres dalam beberapa waktu ke depan. ”Instruksi dari Presiden jelas, kami harus terus turun ke masyarakat, mendengar semua yang diinginkan rakyat,” ujar Budi.
Sutradara politik
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, Jokowi merupakan seorang politisi yang hampir selalu menyampaikan sikap politiknya secara implisit. Namun, dalam Rakernas V Projo, intensi dukungan terhadap Ganjar untuk berkontestasi dalam Pilpres 2024 bisa terbaca dengan jelas. ”Kemarin itu adalah gaya paling eksplisit dari seorang Jokowi,” katanya.
Secara teknis, hanya Ganjar tokoh potensial capres dengan catatan elektabilitas tinggi yang hadir dalam acara tersebut. Berdasarkan survei Charta Politika, April 2022, elektabilitas Ganjar mencapai 29,2 persen atau tertinggi di antara 10 tokoh lainnya. Termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Selain itu, Ganjar juga dinilai sebagai tokoh yang layak menjadi penerus Jokowi berdasarkan penilaian kualitatif.
Sebagai petahana yang akan berakhir masa jabatannya, Jokowi (terlihat) tidak ingin sekadar menjadi penonton pada Pilpres 2024. Ia justru ingin menjadi sutradara politik.
Dukungan publik terhadap Ganjar untuk menjadi penerus Jokowi juga terekam dalam survei Litbang Kompas pada Januari 2022. Survei menunjukkan, Ganjar dipilih oleh 31,8 persen pemilih Jokowi pada Pemilu 2019. Raihan itu naik dibandingkan dengan survei serupa pada Oktober 2021. Saat itu, 21,7 persen pemilih Jokowi pada Pemilu 2019 memberikan dukungannya kepada Ganjar.
Yunarto melanjutkan, berdasarkan catatan-catatan tersebut, naif jika dikatakan pernyataan Jokowi tidak terasosiasi dengan dukungannya terhadap Ganjar. Namun, hal itu tak sebatas dukungan. Ia menilai, ada intensi yang jauh lebih besar karena sinyal dukungan itu dikeluarkan sejak jauh hari, sekitar 20 bulan sebelum pilpres pada 14 Februari 2024.
Baca juga : Peta Pilpres Belum Jelas, Jokowi Minta Projo Bersabar Berikan Dukungan
”Sebagai petahana yang akan berakhir masa jabatannya, Jokowi (terlihat) tidak ingin sekadar menjadi penonton pada Pilpres 2024. Ia justru ingin menjadi sutradara politik,” kata Yunarto.
Menurut dia, hal itu dimulai dengan melemparkan bola panas yang bisa menjawab pertanyaan sejumlah partai politik (parpol), yakni siapa tokoh yang didukung Jokowi. Dalam posisi yang masih menjadi pemimpin koalisi, Jokowi pun memiliki kekuasaan penuh untuk ikut berkomunikasi dengan parpol. Dengan begitu, ia bisa mengambil peran sebagai sutradara yang menentukan konstelasi politik, seperti menentukan berapa pasangan calon yang akan maju dan siapa saja yang akan berpasangan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua kandidat di Pilpres 2024 bisa melanjutkan program-programnya.
Selain berbicara sebagai pemimpin politik, Jokowi juga menunjukkan kapasitasnya sebagai presiden. Dalam pidato tersebut, ada intensi bahwa Presiden ingin tetap menjaga stabilitas politik walaupun kelompok sukarelawan atau bahkan partai sudah memiliki jagoan di Pilpres 2024.
Tunggu keputusan parpol
Sementara itu, kalangan parpol tidak mau terburu-buru mengartikan pernyataan Jokowi sebagai dukungan terhadap salah satu figur. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo, misalnya, mengatakan bahwa Jokowi masih menggunakan kata ”mungkin”. Artinya, pernyataan diucapkan dalam situasi penuh ketidakpastian. Kalaupun dibaca sebagai sinyal dukungan, sama seperti ponsel, sinyal bisa hadir secara kuat ataupun lemah.
Menurut Arif, ini juga mengingatkan pada pengalaman saat Presiden menyebut sejumlah nama potensial untuk menjadi Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. Mulai dari mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Basuki Tjahaja Purnama, mantan Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas, hingga mantan Direktur Utama Wijaya Karya Tumiyana. Akan tetapi, sosok yang dipilih ternyata di luar semua tokoh yang pernah disebutkan. ”Kita bisa belajar banyak, Presiden sudah lebih dari sekadar kepala negara dan pemerintahan, ia sudah menjadi pemimpin politik,” katanya.
Arif memandang, pesan terkuat yang hadir dari Jokowi saat itu justru terkait dengan aja kesusu atau pengingat agar semua pihak agar tidak tergesa-gesa memberikan dukungan politik. Artinya, masih banyak pertimbangan yang harus dihitung, salah satunya keputusan parpol. Sebagai kader PDI-P, Jokowi selalu berkomunikasi intensif dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, terutama tentang hal-hal yang menyangkut keputusan partai. ”Bagi kami tinggal menunggu sejauh mana komunikasi Presiden dengan Ibu Mega dan keputusan apa yang dibuat,” ujarnya.
Ia mengingatkan, PDI-P juga selalu menerapkan ajaran Soekarno, salah satunya terkait konsep ”kembalilah ke sumbermu”. ”PDI-P adalah sumbernya Pak Jokowi. Jadi ke depan, keputusannya (capres) ya ikut saja dengan keputusan partai kita, PDI-P, kan, kira-kira begitu. Mudah saja memahaminya,” kata Arif.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menambahkan, Pilpres 2024 merupakan momentum baru bagi banyak tokoh untuk bersaing karena tidak ada lagi petahana yang ikut berkontestasi. Banyak tokoh berkesempatan untuk ikut serta dan mempersiapkan diri, apalagi waktu penyelenggaraan pilpres masih hampir dua tahun lagi. Menggunakan istilah Jawa, Jazilul menyebut bahwa belum ada tokoh yang seperti ketiban ndaru atau memiliki aura pemimpin dengan potensi kemenangan besar seperti ketika Jokowi muncul dari Solo, Jawa Tengah, ke Jakarta.
Menurut dia, pesan Presiden yang wajib ditangkap adalah ketika Jokowi meminta para menteri untuk fokus menangani dampak pandemi Covid-19 dan ketidakpastian dunia akibat perang Rusia-Ukraina. Sebagai anggota koalisi pemerintah, PKB pun ingin pemerintahan ini tidak hanya selesai hingga tuntas, tetapi juga meninggalkan warisan yang baik. ”Kalau meninggalkan legacy, maka siapa pun yang nanti diarahkan oleh Pak Jokowi insya Allah menang,” kata Jazilul.
Sementara itu, ia menilai, pidato Jokowi di Rakernas V Projo bisa menggiring banyak pihak pada kekeliruan. Jika hal itu menandai dimulainya persiapan pilpres, maka akan semakin banyak anggota koalisi yang tidak fokus pada pekerjaannya di pemerintahan. ”Aja kesusu ini memang menarik, tetapi bukan hal yang substansial hari ini,” ujar Jazilul.