Pemilu 2024 Kehilangan Legitimasi jika PKPU Belum Siap Saat Tahapan Dimulai
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengingatkan, persiapan untuk memulai tahapan Pemilu 2024 sangat mepet. Sebab, pada 14 Juni 2022 tahapan pemilu sudah harus dimulai.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persiapan untuk memulai tahapan Pemilu 2024 semakin mepet karena Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Tahapan, Program, dan Jadwal belum juga bisa diundangkan. Ketika hari pemungutan suara sudah disepakati dan tahapan harus dimulai pada 14 Juni 2022, tetapi PKPU belum siap, legitimasi pemilu bisa dipertanyakan.
Adapun saat ini Peraturan KPU (PKPU) tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024 belum bisa diundangkan karena harus melalui tahapan konsultasi di forum rapat dengar pendapat (RDP) bersama pemerintah dan DPR.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari mengungkapkan, persiapan untuk memulai tahapan Pemilu 2024 sangat mepet. Sebab, pada 14 Juni 2022 tahapan pemilu sudah harus dimulai. KPU hanya bisa menunggu karena kewenangan untuk menggelar RDP ada di DPR. ”Kami menunggu dan juga meminta sebisa mungkin bisa digelar pada Mei ini,” kata Hasyim seusai rapat kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah, di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Selain dihadiri jajaran pimpinan dan anggota KPU serta Komite I DPD, kegiatan ini juga dihadiri Badan Pengawas Pemilu.
Hasyim mengungkapkan, ketika Peraturan KPU (PKPU) sudah dibahas dan disetujui bersama, internal KPU harus melakukan finalisasi draf ketika ada beberapa catatan perubahan. Setelah itu, harus ada proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. Sebelumnya juga harus dilakukan harmonisasi yang sangat membutuhkan waktu.
Menurut Hasyim, ketika hari pemungutan suara sudah disepakati dan tahapan pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, yakni 14 Juni 2022, tetapi PKPU belum siap, akan terjadi persoalan, yakni legitimasi pemilu dipertanyakan. Di sisi lain, KPU terikat kepada undang-undang, yakni pembentukan PKPU harus melalui RDP.
Ketika hari pemungutan suara sudah disepakati dan tahapan pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, yakni pada 14 Juni 2022, tetapi PKPU belum siap, akan terjadi persoalan, yakni legitimasi pemilu dipertanyakan. Di sisi lain, KPU terikat kepada undang-undang, yakni pembentukan PKPU harus melalui RDP.
Adapun KPU sudah melakukan simulasi terkait masa kampanye dengan durasi 75 hari. Simulasi tersebut akan dipresentasikan pada saat RDP. ”Bahwa betul penetapan hari pemungutan suara tahapan itu KPU, ya. Namun, untuk sampai ke situ, produknya itu PKPU dan PKPU harus dibicarakan dalam rapat dengar pendapat atau RDP dengan DPR,” kata Hasyim.
Persoalan lain yang masih dihadapi KPU adalah anggaran yang belum turun sepenuhnya untuk tahun anggaran 2022. Dari anggaran Rp 8 triliun, sejauh ini baru Rp 2 triliun yang turun. Padahal, pada 2022 sudah harus dimulai tahapan pemilu, seperti pendaftaran partai politik yang di dalamnya ada verifikasi partai politik yang akan dilaksanakan pada Agustus sampai Desember 2022 yang memerlukan biaya besar.
Pada akhir 2022 nanti juga akan ada seleksi KPU provinsi, kabupaten, dan kota. Pada Desember 2022 juga akan dilakukan penyerahan dukungan calon DPD sehingga KPU harus melakukan sosialisasi kepada publik dan calon DPD. Pada masa ini, KPU juga harus melakukan bimbingan teknis kepada tim calon DPD, seperti penggunaan Sistem Informasi Pencalonan Pemilu (Silon) untuk memasukkan dukungan. KPU provinsi, kabupaten, dan kota yang akan menanganinya juga perlu bimbingan teknis.
Ketua Komite I DPD Fachrul Razi mengatakan, DPD mendukung KPU dan Bawaslu untuk segera melakukan RDP di DPR. DPD juga akan terus berkomunikasi dengan Komisi II DPR untuk bisa mempercepat proses RDP.
”Karena ini terkait dengan PKPU. Memang dalam aturannya PKPU itu harus disahkan dengan keputusan di RDP dengan DPR. Ini menyangkut dengan proses tahapan. Tahapan yang sudah berjalan saat ini tentunya akan mengalami kendala secara teknis dan secara regulasi, secara hukum kalau beberapa PKPU itu tidak disahkan. Apalagi, banyak yang harus disesuaikan,” Kata Fachrul.
Menurut Fachrul, PKPU sangat mendesak untuk segera disahkan. Sebab, dengan tidak adanya revisi terhadap UU Pemilu yang masih menimbulkan banyak persoalan, harus ada solusi hukum melalui PKPU. Apabila tidak segera disahkan, akan muncul persoalan di kemudian hari, seperti gugatan di Mahkamah Konstitusi ataupun persoalan konflik di akar rumput.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menilai, RDP antara Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri yang akan digelar pada 30 Mei mendatang bisa menghasilkan keputusan. Dalam satu kali RDP, pembahasan soal Rancangan PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal serta anggaran Pemilu 2024 bisa disepakati.
”Kami sudah ada pendalaman lewat konsinyering,” ujarnya.
Dalam RDP pekan depan, lanjutnya, Komisi II DPR ingin mendengarkan simulasi dari KPU tentang durasi masa kampanye selama 75 hari yang sudah diputuskan dalam rapat konsinyering. DPR ingin mengetahui apakah secara teknis memungkinkan durasi masa kampanye dilakukan selama 75 hari tersebut. Sebab, hal ini berpengaruh pada pengadaan dan distribusi logistik pemilu.
”Kami ingin agar PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal serta anggaran Pemilu 2024 bisa selesai di Mei ini,” ujar Saan.
Aturan pelaksana
Dalam rapat kerja dengan KPU dan Bawaslu, Komite I DPD meminta KPU RI dan Bawaslu untuk berkonsultasi dengan DPD dalam penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan dan pengawasan pemilu yang berkaitan dengan pemilihan anggota DPD, khususnya terkait dengan penomoran dalam surat suara. Fachrul mengatakan, hal itu bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan dengan peserta pemilu lainnya.
Selain itu, Komite I DPD meminta KPU dan Bawaslu dalam menyusun regulasi penyelenggaraan pemilu dan pilkada di daerah-daerah khusus memperhatikan kekhususan yang diatur oleh undang-undang kekhususannya.
Komite I DPD mendorong KPU dan Bawaslu melaksanakan tugas dan wewenang yang dimiliki secara akuntabel, mandiri, dan profesional sesuai peraturan perundang-undangan. Mereka juga mendorong KPU dan Bawaslu mengupayakan kenaikan besaran honor dan santunan bagi badan ad hoc penyelenggara pemilu dan pilkada serentak 2024.
Selain itu, KPU dan Bawaslu diharapkan mengembangkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 yang lebih transparan dan efisien serta mudah diakses.