KPU Targetkan Tahapan dan Jadwal Pemilu Ditetapkan Awal Juni
KPU akan kembali mengikuti rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah pada 23 Mei 2022. Sejumlah isu akan dibahas, salah satunya durasi kampanye.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Komisioner Komisi Pemilihan Umum mencoblos contoh surat suara saat peluncuran hari pemungutan suara pemilu serentak 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/2/2022). Pemilu serentak akan berlangsung pada 14 Februari 2024 atau tepat dua tahun yang akan datang.
BADUNG, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menargetkan aturan mengenai tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024 dapat ditetapkan paling lambat pada awal Juni 2022. KPU tinggal melalui satu kali rapat konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk membahas rancangan aturan terkait tahapan, program, dan jadwal pemilu serentak.
”Pekan depan di akhir Mei sudah ada RDP (rapat dengar pendapat) yang membahas PKPU tahapan pemilu sehingga PKPU (Peraturan KPU) bisa segera ditetapkan. Kalau Mei tidak bisa, kami berharap paling lambat awal Juni sudah bisa ditetapkan,” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari di sela-sela acara Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Badung, Bali, Jumat (20/5/2022).
Rancangan PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024 sudah sejak lama dikonsultasikan kepada DPR dan pemerintah. Terakhir, rancangan PKPU dibahas dalam rapat konsinyering yang diikuti penyelenggara pemilu, Komisi II DPR, dan pemerintah pada akhir pekan lalu. Namun, ada sejumlah isu yang belum mendapat kesepahaman bersama, salah satunya mengenai durasi kampanye.
FAJAR RAMADHAN UNTUK KOMPAS
Ketua KPU Hasyim Asyari
Setelah melalui perdebatan, akhirnya KPU mengusulkan durasi kampanye selama 90 hari dengan sejumlah persyaratan, di antaranya penerbitan empat instruksi presiden untuk memperlancar pengadaan dan distribusi logistik pemilu. Sebab, masa kampanye akan beririsan dengan produksi, distribusi, dan pengelolaan surat suara, seperti sortir, lipat, dan pengepakan.
”KPU sebenarnya sudah berkompromi (dari sebelumnya mengusulkan masa kampanye 203 hari menjadi 90 hari). Mau usulan kampanye berapa hari pun jika syarat dan ketentuan dipenuhi untuk pemenuhan kelancaran logistik pemilu akan berat,” kata Hasyim.
KPU juga meminta pemerintah, DPR, dan Mahkamah Agung mendukung kelancaran validasi surat serta komitmen penyelesaian sengketa proses pemilu secara cepat. Selain itu, juga dukungan penanganan logistik di luar negeri serta distribusi dan pengelolaan logistik.
Pekan depan di akhir Mei sudah ada RDP (rapat dengar pendapat) yang membahas PKPU tahapan pemilu sehingga PKPU (Peraturan KPU) bisa segera ditetapkan. Kalau Mei tidak bisa, kami berharap paling lambat awal Juni sudah bisa ditetapkan.
Setelah PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024 selesai, KPU akan kembali berkonsultasi dengan DPR untuk membahas rancangan PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu. KPU menargetkan, PKPU itu dapat ditetapkan sebelum pendaftaran partai politik peserta pemilu yang rencananya dibuka pada Agustus 2022.
Konsultasi diharapkan bisa dilakukan dengan cepat karena KPU harus melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis mekanisme pendaftaran, seperti penggunaan sistem informasi partai politik (Sipol) setelah PKPU ditetapkan. Parpol diharuskan menggunakan Sipol untuk mengunggah dokumen administrasi pendaftaran yang dibutuhkan, seperti surat keputusan kepengurusan hingga di level kecamatan.
Sudah cukup
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, keberadaan regulasi teknis adalah salah satu faktor penting untuk menentukan kepastian pemilu. Tidak ada alasan menunda-nunda untuk memperlambat proses penerbitan regulasi teknis dan penetapan anggaran. Proses konsultasi dengan DPR dinilai sudah cukup karena sudah dimulai sejak KPU periode lama 2017-2022. Selain melalui forum resmi RDP, konsultasi juga sudah dilengkapi dengan forum informal, yaitu rapat konsinyasi.
DHANANG DAVID
Titi Anggraini
”KPU sudah melalui proses yang cukup untuk berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR. KPU sudah tahu pandangan mereka, maka kembali saja pada esensi konsultasi di mana kesimpulan tidak mengikat. Dalam konteks penentuan tahapan pemilu, KPU adalah institusi yang paling mengerti soal konsekuensi pengaturan dan pengelolaan tahapan,” kata Titi.
Menurut Titi, diperlukan ketegasan dari KPU untuk segera menetapkan PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu. Sebab, rangkaian yang dilalui KPU sebenarnya sudah memenuhi syarat konsultasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. KPU diharapkan dapat menjembatani hasil konsultasi dengan pemerintah, dan DPR, dengan keyakinan mereka sendiri.
”Jangan sampai proses konsultasi itu justru berlarut-larut sehingga publik meragukan keseriusan KPU untuk menyiapkan tahapan dan menyelenggarakan Pemilu 2024,” kata Titi.
Terkait dengan durasi masa kampanye yang belum disepakati, Titi mengingatkan bahwa sejatinya KPU adalah institusi yang paling paham konsekuensi dari pilihan durasi dengan berbagai risiko yang menyertainya. KPU harus berani memaparkan risiko yang paling bisa ditekan dan mendukung kerja-kerja profesional pemilu. KPU diharapkan tidak membuat keputusan yang justru dapat mempertaruhkan kredibilitas dan profesionalitasnya dalam melaksanakan tahapan pemilu.
Tawar-menawar dalam penentuan durasi masa kampanye, kata Titi, memperlihatkan bahwa sikap parpol di DPR tidak konsisten terhadap isu-isu krusial pemilu. Oleh karena itu, KPU harus tegas memutuskan sikapnya. Waktu kampanye yang terlalu pendek, menurut dia, dapat berdampak pada akuntabilitas kompetisi. Sebab, akan memicu kampanye di luar jadwal dan belanja kampanye yang tidak bisa dijangkau pertanggungjawabannya. Selain itu, interaksi antara kontestan dan pemilih untuk mengenali parpol peserta pemilu dan kandidat juga dikhawatirkan tidak cukup.
Kewarganegaraan ganda
Untuk meminimalisasi kemungkinan adanya kewarganegaraan ganda, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Air Fakrullah mengusulkan adanya syarat deklarasi kewarganegaraan tunggal bagi para peserta pemilu. KPU bisa mewajibkan semua calon anggota legilsatif (caleg) serta calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk mengisi formulir berisi pernyataan tidak pernah memiliki paspor negara lain.
Persyaratan itu penting karena selama ini capres-cawapres serta caleg dan juga calon kepala daerah tidak pernah mendeklarasikan kewarganegaraannya. ”Jadi ada satu formulir yang dipersiapkan oleh KPU sehingga calon atau pasangan itu mau men-declare hal tersebut,” kata Zudan.
FAJAR RAMADHAN UNTUK KOMPAS
Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh
Zudan berpandangan, warga negara Indonesia (WNI) yang mempunyai paspor negara lain tidak otomatis dinyatakan kehilangan kewarganegaraan. Diperlukan serangkaian proses dan pertimbangan bagi pemerintah untuk mencabut kewarganegaraan seorang WNI.
Kasus kewarganegaraan ganda sempat terjadi pada Pilkada 2019. Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, Orient P Riwu Kore, diketahui memiliki dua paspor setelah pilkada selesai dilaksanakan. Dalam sistem administrasi kependudukan, Orient masih berstatus WNI karena tidak pernah melapor dan melepaskan kewarganegaraannya. Padahal, dalam Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan disebutkan, salah satu penyebab hilangnya kewarganegaraan adalah memiliki paspor negara lain.
Karena itulah, pada akhirnya Orient tidak bisa ditetapkan sebagai Bupati definitif. Pengalaman itu menjadi dasar Zudan mengusulkan pentingnya syarat deklrasi kewarganegaraan bagi caleg serta capres dan cawapres.