Agar Tak Terjadi Konflik Umat, Wapres Minta Perbedaan ditoleransi dan Penyimpangan Diamputasi
Perbedaan pendapat dalam politik diakui sah saja. Namun, hal ini diharap tidak membawa perpecahan. MUI salah satu yang diharapkan mampu mempersatukan dan menjaga keutuhan bangsa.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia memiliki tanggung jawab membangun bangsa. Salah satu tugas paling berat adalah menyatukan umat dan menjaga persaudaraan sebangsa setanah air.
Hal ini diingatkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam sambutannya dalam silaturahmi dan halalbihalal 1443 Hijriah Majelis Ulama Indonesia, Selasa (17/4/2022), di Muamalat Tower, Jakarta. Hadir dalam acara ini, Ketua MPR Bambang Susetyo, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua OJK Mahendra Siregar, serta Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia Achmad K Permana.
Menyatukan umat diakui tidak mudah, lanjut Wapres, tetapi MUI sudah memiliki landasan-landasannya. Perbedaan pendapat dan perbedaan aspirasi politik tentu bisa ditoleransi. Namun, semua ini harus dikecualikan untuk hal-hal yang dianggap menyimpang secara prinsip. “Perbedaan harus ditoleransi. Kalau penyimpangan, harus diamputasi sehingga tidak terjadi konflik,” tutur Wapres Amin.
Perbedaan aspirasi politik juga sah saja. Namun, MUI jangan sampai terbawa dalam perbedaan aspirasi politik ini. Wapres Amin pun mencontohkan, dirinya tidak membawa MUI saat mencalonkan diri dalam Pemilihan Umum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2019 kendati saat itu Ma’ruf Amin menjabat Ketua Umum MUI.
Persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah islamiyah) ataupun persaudaraan sesama warga sebangsa setanah air (ukhuwah wataniyah) tidak boleh rusak. ”Jangan persaudaraan, hanya karena kepentingan kelompok sesaat, lalu dikorbankan,” ujarnya.
Perbedaan harus ditoleransi. Kalau penyimpangan, harus diamputasi sehingga tidak terjadi konflik.
Provokasi-provokasi yang memecah bangsa juga perlu diantisipasi. Perbedaan aspirasi dalam demokrasi diakui bisa diterima sepanjang tidak melampaui batas kesepakatan, yakni Negara Kesatuan RI, dasar negara Pancasila, konstitusi UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk itu, diperlukan silaturahmi nasional untuk menyatukan kembali persaudaraan yang kerap terkotak-kotak akibat aspirasi politik. Apalagi, lanjut Wapres Amin, Indonesia sudah dijadikan teladan oleh dunia sebagai negara Muslim yang menerapkan Islam wasatiyah (moderat) dan memiliki toleransi tinggi.
Dua tugas MUI lainnya adalah menjaga umat dan memberdayakan umat. Kedua hal ini dinilai penting karena umat Muslim di Indonesia mencapai 87 persen. Potensinya sangat besar untuk berkontribusi membangun bangsa. Karena itu, MUI perlu berperan bersama lembaga-lembaga lain.
Ekonomi umat masih ”tidur”
Ini harapan kita, bekerja di desa, rezeki kota, bisnis mendunia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengakui, ekonomi umat saat ini masih ”tidur”. Namun, potensinya sangat besar. Hal ini dibuktikan dari dana kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang mencapai lebih dari Rp 160 triliun.
Bambang pun mengingatkan gagasan Wapres Amin yang disebut dewa dewi dedi atau membangun desa wisata agro, membangun desa wisata industri, dan membangun desa digital. ”Ini harapan kita, bekerja di desa, rezeki kota, bisnis mendunia,” katanya.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua Umum MUI Marsudi Syuhud mengatakan, silaturahmi yang menunjukkan keterhubungan tiga komponen, yakni MUI, BPKH, dan Bank Muamalat, membawa harapan pada membaiknya ekonomi umat.
MUI sendiri tempat terhubungnya hampir 90 organisasi keagamaan. BPKH mengelola dana umat yang sangat besar. Adapun Bank Muamalat sebagai lembaga keuangan syariah yang diharap bisa mendukung pergerakan ekonomi umat.