Lawatan ke Luar Negeri Berakhir, Presiden Jokowi Tiba di Tanah Air
Selama lima hari, Presiden Joko Widodo melakukan lawatan ke luar negeri. Agenda utama kunjungan Kepala Negara ke luar negeri itu adalah menghadiri KTT Khusus ASEAN-AS di Washington DC.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo bersama Nyonya Iriana Joko Widodo, Senin (16/5/2022), tiba di Tanah Air dengan selamat setelah melakukan lawatan ke luar negeri di masa pandemi Covid-19. Selain menghadiri serangkaian agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN-AS, selama kunjungan ke luar negeri Presiden juga bertemu pendiri Space X, Elon Musk, dan menyempatkan diri singgah di Abu Dhabi untuk menyampaikan dukacita atas meninggalnya Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Khalifa bin Zayed al-Nahyan.
Mengenakan jas lengkap beserta masker, Presiden Jokowi tiba di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Senin pagi pukul 05.15 WIB. ”Alhamdulillah, saya, Ibu Negara, dan rombongan telah tiba di Tanah Air, pukul 5 pagi ini. Selama lawatan lima hari ke luar negeri, saya menghadiri serangkaian kegiatan KTT Khusus ASEAN-AS di Washington DC, dan mengunjungi Space X di Boca Chica sekaligus bertemu dengan pendirinya, Elon Musk,” ujar Presiden di laman media sosialnya ketika membagikan foto turun dari Pesawat Garuda Indonesia GIA-1.
Kepala negara beserta rombongan disambut langsung oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin beserta Nyonya Wury Estu Handayani di tangga pesawat. Sejumlah pejabat, seperti Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, serta Penjabat Gubernur Banten Almuktabar, juga turut menyambut kedatangan Presiden kembali ke Tanah Air.
”Alhamdulillah, pagi tadi saya menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana selepas melakukan rangkaian kunjungan kerja di Washington DC, Amerika Serikat,” ujar Wapres Amin di laman media sosialnya.
Presiden tiba di Tanah Air setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 8 jam dari Bandara Internasional Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Dari Amerika Serikat (AS), Presiden memang menyempatkan singgah di Abu Dhabi untuk bertakziah atas wafatnya Presiden UEA Sheikh Khalifa bin Zayed al-Nahyan.
Kepala negara menyampaikan bela sungkawa di Presidential Flight yang masih berada dalam kawasan bandara. Ucapan bela sungkawa disampaikan langsung kepada Syeikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan (MBZ), pengganti Sheikh Khalifa. Dalam kesempatan itu, Presiden sempat berbicang dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang juga hadir untuk menyampaikan dukacita.
”Saya dan Presiden Mahmoud sama-sama datang ke Persatuan Emirat Arab ini untuk bertakziah atas wafatnya Yang Mulia Sheikh Khalifa bin Zayed al-Nahyan,” ujar Presiden Jokowi di laman media sosial.
Seperti diketahui, agenda utama Presiden Jokowi melawat ke luar negeri di masa pandemi Covid-19 adalah mengikuti KTT Khusus ASEAN-AS yang berlangsung 12-13 Mei di Washington DC, AS. RI memegang peran sebagai Koordinator Kemitraan ASEAN-AS.
Pada jamuan santap siang pemimpin negara-negara ASEAN bersama Ketua Dewan Perwakilan AS Nancy Pelosi dan anggota Kongres AS di Capitol Hill, Washington DC, Kamis (12/5/2022), Presiden Jokowi menegaskan tentang kerja sama yang lebih inklusif. Presiden Jokowi mengajak AS untuk menjadi bagian dari upaya menciptakan perdamaian, stabilitas, dan kerja sama inklusif yang saling menguntungkan di Indo-Pasifik.
Alhamdulillah, saya, Ibu Negara, dan rombongan telah tiba di Tanah Air, pukul 5 pagi ini. Selama lawatan lima hari ke luar negeri, saya menghadiri serangkaian kegiatan KTT Khusus ASEAN-AS di Washington DC, dan mengunjungi Space X di Boca Chica sekaligus bertemu dengan pendirinya, Elon Musk.
Ketika bertemu dengan pengusaha AS di Intercontinental the Willard Hotel, Washington DC, pada hari yang sama Presiden menyampaikan bahwa Indonesia sebagai Presiden G20 ingin memastikan G20 dapat bekerja sebagai katalisator pemulihan ekonomi global, terutama bagi kemajuan negara-negara berkembang. ”Saya berharap para CEOs perusahaan besar Amerika dapat membangun kerja sama konkret di G20, dan kerja sama dengan ASEAN, khususnya dengan Indonesia,” ujar Presiden Jokowi.
Dalam lawatannya, Presiden Jokowi juga menekankan potensi kekuatan Indonesia dalam penyediaan bahan baku industri, penyediaan energi hijau, dan ekonomi digital. Sebagai salah satu negara penghasil bijih nikel terbesar di dunia, Indonesia berkembang pesat dalam industri besi dan baja. Indonesia juga kaya akan tambang, seperti tembaga dan bauksit untuk aluminium, yang akan menjadi tulang punggung industri energi baru dan terbarukan, termasuk baterai litium dan mobil listrik.
Selain itu, Indonesia juga sangat kaya dengan potensi energi hijau. Pembangkit listrik tenaga hidro, surya, dan geotermal sangat berlimpah. ”Kami memastikan bahwa produksi barang penting akan dihasilkan dari pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Kami mengundang pelaku bisnis Amerika untuk investasi di Indonesia,” ujar Presiden Jokowi.
Pendekatan inklusif
Menggapi lawatan Presiden ke luar negeri, Pengajar Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga, Joko Susanto, menyebut bahwa peran RI di KTT ASEAN-AS juga tidak lepas dari peran penting Indonesia di forum internasional lainnya, yaitu sebagai Presiden KTT G20.
Dalam menjalin kerja sama luar negeri, menurut Joko, posisi Indonesia baik di KTT ASEAN-AS maupun di KTT G20 sudah jelas, yaitu ingin melakukan pendekatan yang inklusif. Hal itu setidaknya terlihat dari langkah Presiden Jokowi yang secara langsung mengundang Presiden AS Joe Biden untuk hadir di KTT G20 di Bali, November mendatang.
”Posisi Indonesia (terkait Indo-Pasifik) enggak bisa lagi ditawar. Problemnya, Amerika Serikat tampaknya belum bisa melihat ada peluang penting di balik itu,” ujar Joko.
Sementara Ekonom Transportasi dan Energi dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Alloysius Joko Purwanto menilai, komitmen ASEAN untuk meningkatkan proporsi energi baru terbarukan (EBT) dari 14 persen pada 2018 menjadi 23 persen pada 2025 dinilai berat. ”Cukup sulit menurut saya. Kalau realitas, sangat sulit,” ujarnya.
Di Indonesia, selama dua periode pemerintahan Presiden Jokowi, kenaikan proporsi EBT memang berkembang, tetapi sangat sedikit. Menurut Alloysius, dalam waku hampir delapan tahun, kenaikan hanya 3 persen. Dari 11 persen pada 2014 menjadi 14 persen. ”Bagaimana tiga tahun ke depan ini naik 9 persen,” ucapnya.
Presiden Jokowi menyebut transisi energi 8 tahun ke depan di Indonesia membutuhkan investasi 30 miliar dollar AS. ”Sekarang dalam penanganan krisis seperti saat ini, yang menurut saya sulit adalah apa pemerintah akan memilih akan terus menyubsidi gas dan minyak, uangnya untuk subsidi agar rakyat tetap bisa membeli atau mengalihkan subsidi ke investasi EBT,” ujar Alloysius.
Pemerintah bisa saja tetap memberikan subsidi, tetapi disarankan tidak secara langsung di sektor energi. Bantuan langsung tunai sebaiknya disalurkan ke sektor ekonomi untuk meredam inflasi. Di sisi lain, subsidi energi bisa dialihkan untuk investasi di EBT. Pemerintah juga didorong menerapkan pajak karbon yang dananya bisa digunakan bagi investasi EBT.
”Yang bisa dilakukan adalah menerapkan pajak karbon yang tinggi. Mereka (investor) akan berpikir lebih baik memakai uangnya untuk investasi daripada untuk pajak karbon, mereka akan lebih berfikir membantu Indonesia dalam investasi di pembuatan pembangkit listrik tenaga surya, hidro, dsb,” kata Alloysius.