Hingga Jumat (13/5/2022) malam, belum ada kesepakatan durasi masa kampanye di rapat konsinyering. Ada potensi, masa kampanye dipersingkat jadi 90 hari. Untuk mewujudkan itu, KPU meminta diterbitkan 4 peraturan pendukung.
Oleh
RINI KUSTIASIH, IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masa kampanye Pemilu 2024 berpotensi untuk diperpendek menjadi 90 hari. Rancangan ini lebih singkat dari usulan awal Komisi Pemilihan Umum, selama 203 hari. Namun, untuk dapat mewujudkan masa kampanye 90 hari, KPU memerlukan sedikitnya empat peraturan pendukung berupa instruksi presiden guna memastikan pengadaan dan distribusi logistik tepat waktu.
Dukungan peraturan atau inpres itu diperlukan karena masa kampanye 90 hari beririsan dengan kegiatan produksi, distribusi, dan pengelolaan logistik pemilu. Waktu kampanye biasanya juga menjadi kesempatan dilakukannya pengadaan dan distribusi logistik. Dipersingkatnya masa kampanye akan berdampak pada masa pengadaan dan distribusi logistik yang ikut menjadi lebih singkat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kebutuhan mengenai dukungan aturan pelaksana itu terungkap di dalam rapat konsinyering antara pemerintah, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penyelenggara pemilu, Jumat (13/5/2022), di Jakarta. Konsinyering yang berlangsung tertutup ini secara khusus membahas rincian tahapan, program, dan jadwal yang akan dituangkan di dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024.
Penyelenggaraan konsinyering ini merupakan kelanjutan dari hasil rapat dengar pendapat (RDP) sebelumnya, antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu, 13 April 2022, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Selain membahas soal tahapan, program, dan jadwal, konsinyering yang rencananya digelar hingga 14 Mei 2022 ini juga membahas tentang kebutuhan anggaran Pemilu 2024.
Hasil kesepakatan dari rapat konsinyering tersebut akan dibawa kembali ke dalam RDP antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu sebelum PKPU ditetapkan oleh KPU. Namun, hingga Jumat malam, belum dicapai kesepakatan dalam konsinyering tersebut mengenai durasi masa kampanye.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya berharap dalam konsinyering kali ini akan terjadi titik temu antara DPR, pemerintah, dan KPU. Utamanya kesepakatan mengenai durasi masa kampanye, serta proses pengadaan dan distribusi logistik sampai ke tempat pemungutan suara (TPS).
”KPU berharap RDP digelar pada bulan Mei 2022 sehingga PKPU Tahapan Pemilu 2024 dapat ditetapkan dan diundangkan pada Mei 2022. Hal ini penting karena tahapan Pemilu 2024 akan dimulai 14 Juni 2022 (20 bulan sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024),” ujar Hasyim, Jumat, di Jakarta.
KPU berharap RDP digelar pada bulan Mei 2022 sehingga PKPU Tahapan Pemilu 2024 dapat ditetapkan dan diundangkan pada Mei 2022. Hal ini penting karena tahapan Pemilu 2024 akan dimulai 14 Juni 2022. ( Hasyim Asy’ari)
Simulasi masa kampanye 90 hari yang diungkapkan di dalam rapat konsinyering pada dasarnya sesuai dengan usulan pemerintah. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam RDP pada 24 Januari 2022 mengusulkan agar masa kampanye diperpendek menjadi 90 hari. Alasannya, masa kampanye yang panjang rentan membuat masyarakat lebih lama terbelah karena perbedaan pilihan politik.
”Kami kira cukup (90 hari) karena masyarakat tidak lama terbelah dan dengan adanya teknologi informasi, media, ataupun media sosial, kami kira waktunya cukup, dan bahkan bisa kurang dari itu,” kata Tito (Kompas, 15 Januari 2022).
Butuh inpres
Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, dukungan peraturan berupa inpres itu setidaknya dibutuhkan untuk empat hal. Pertama, untuk memastikan dukungan dari Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sehingga logistik pemilu bisa dimasukkan ke dalam katalog elektronik nasional. Selain itu, dengan inpres tersebut diharapkan hadirnya dukungan penuh LKPP untuk menelaah produk, memilih penyedia katalog, dan menayangkannya di e-katalog. Selain itu, LKPP agar dapat memfasilitasi peningkatan kompetensi SDM pengadaan barang/jasa di KPU.
Kedua, inpres diperlukan untuk membentuk unit kerja pelayanan pengadaan barang dan jasa (UKPBJ) pemerintah setingkat eselon II dan pengembangan organisasi di Sekretariat Jenderal KPU. Ketiga, inpres diperlukan untuk memastikan dukungan peralatan, personel dan anggaran TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah (pemda) serta instansi terkait dalam percepatan pendistribusian logistik pemilu dari KPU kabupaten/kota sampai ke TPS tepat waktu.
Terakhir, diperlukannya inpres untuk memfasilitasi dukungan Kemendagri dan pemda serta Instansi terkait lainnya dalam penyiapan kebutuhan gudang penyimpanan logistik pemilu.
Sebelumnya, pemerintah telah menyatakan komitmennya untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk dalam penyiapan aturan dan anggaran. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD seusai bertemu dengan jajaran KPU pada Rabu (11/5/2022).
”Kalau perlu, fasilitas-fasilitas administratif, termasuk peraturan perundang-undangan yang mungkin diperlukan untuk dikeluarkan pemerintah, nanti kami fasilitasi, (soal) keuangan nanti kami perlancar,” ujar Mahfud (Kompas, 12 Mei 2022).
Sementara itu, hingga Jumat malam, belum ada kesepakatan terkait dengan durasi masa kampanye di dalam rapat konsinyering. Terkait usulan masa kampanye 90 hari serta kebutuhan peraturan perundang-undangan yang mendukung hal itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, belum ada kesepakatan antara pemerintah, DPR, dan KPU.
”Itu masih dalam pembahasan,” ujar Doli, yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar.
Selain menghadiri konsinyering, jajaran KPU juga bertemu dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly di Jakarta. Pertemuan membahas tentang persiapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, terutama yang menyangkut soal regulasi, pelayanan hak warga binaan, serta data partai politik yang berbadan hukum.
KPU dan Kemenkumham sepakat menjadikan SK Kemenkumham soal badan hukum parpol sebagai ukuran dalam menetapkan keabsahan pendaftaran parpol. Oleh karena itu, sebelum pendaftaran parpol dilakukan pada Agustus 2022, KPU akan berkoordinasi dengan Kemenkumham untuk meminta data dan informasi tentang parpol-parpol yang tercatat berbadan hukum di Kemenkumham. Termasuk bila ada problem-problem internal partai, seperti kepengurusan ganda.
”Yang akan kami jadikan rujukan adalah legalitas dari Kemenkumham,” ujar Hasyim dalam keterangan yang dirilis oleh Kemenkumham.
Saat ini, Kemenkumham memiliki sekitar 224.000 pemilih potensial, baik di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan. Jumlah ini merupakan angka yang besar dan harus dipenuhi hak pilihnya.
Yasonna mengatakan, parpol baru memiliki legalitas jika telah terdaftar di Kemenkumham. ”Dengan legalitas ini bisa mendaftar menjadi peserta pemilu,” katanya.
Dalam pertemuan itu, Yasonna juga meminta KPU membuat desk khusus pemilu, untuk mempercepat proses persiapan data pemilih khusus warga binaan dan tahanan. Saat ini, Kemenkumham memiliki sekitar 224.000 pemilih potensial, baik di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan. Jumlah ini merupakan angka yang besar dan harus dipenuhi hak pilihnya.
”Kemenkumham bekerja sama dengan Dukcapil agar warga binaan terpenuhi haknya untuk menjadi pemilih,” kata Yasonna.