Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono berpulang, Rabu (11/5/2022). Tak berpolitik praktis, ia pun dikenang sebagai perwira profesional. Dalam buku ”Suharto and His Generals”, ia dicatat sebagai tentara intelek.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono.
JAKARTA, KOMPAS — TNI kehilangan salah satu sosok panutan yang kecintaannya pada TNI sangat kental, yakni Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono. Sosoknya dikenang sebagai jenderal yang berhasil dalam pelbagaii operasi, intelek, serta tidak berpolitik praktis.
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Doni Monardo, Rabu (11/5/2022), mengatakan, ia masih ingat sebulan lalu walau sudah dalam keadaan sakit Widjojo meneleponnya. Widjojo yang juga pendiri PPAD itu mengingatkan Doni tentang organisasi PPAD yang di daerah. Widjojo sangat peduli pada kesejahteraan para purnawirawan. Apalagi banyak yang nominal pensiunnya kecil, dan membutuhkan kesejahteraan lewat dunia usaha.
Ia mengingatkan Doni tentang pentingnya hidup teratur dan kegiatan sosial. Doni mengatakan, bulan lalu saat berbicara dengan Widjojo, percakapan berjalan lancar karena Widjojo masih jernih dalam bertutur. Walau rentang usia Doni dengan Widjojo jauh, Doni mengatakan, ia ingat pesan yang selalu diucapkan Ketua Dewan Pertimbangan PPAD itu padanya.
”Para purnawirawan tidak boleh berhenti berjuang, sampai enggak bisa dengar salvo lagi,” kata Doni.
Doni kemudian mengungkapkan, karena Widjojo tidak berpolitik praktis, sehingga ia menjadi panutan, tempat orang bertanya dan meminta pendapat. Doni juga mengenang Widjojo sebagai saksi ketika ia menikah.
Widjojo meninggal dunia di usia 94 tahun pada Rabu pukul 04.43 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata pada pukul 14.00.
Semasa hidupnya, ia menikah dengan Siti Mastoechajah. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai lima anak, yaitu Enny Lukitaning Diah, Wedhia Purwaningsih, Ariyati Sihwarini, Hardini Surjaningsih, dan Budhi Soejono.
Widjojo yang lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 9 Mei 1928, menempuh pendidikan sekolah dasar di sekolah Belanda untuk Bumiputera (HIS), dilanjutkan ke sekolah teknik yang disebut Koningen Emma School (KES) yang sekarang menjadi SMK Negeri 2 Surabaya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo.
Semangat kemerdekaan yang bergelora mendorong Widjojo Soejono meninggalkan sekolah pada umur 17 tahun dan mengikuti Latihan Perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Jawa Barat, awal tahun 1945. Setelah lulus, ia ditempatkan di Batalyon 4 Karesidenan Malang. Setelah pembubaran PETA, menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia ikut membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di HBS Straat yang sekarang bernama Jalan Wijaya Kusuma, Surabaya.
Selama berkarier sebagai prajurit TNI, Widjojo pernah menjabat sebagai Komandan ke-6 Kopassus dari tahun 1967 hingga 1970. Karier militernya cukup cemerlang karena pernah menjabat Panglima Kodam VIII/Brawijaya (1971-1975), Panglima Kowilhan III (Sulawesi-Kalimantan) (1975-1978), kemudian Panglima Kowilhan II (Jawa, Nusa Tenggara, dan Timor Timur) (1978-1980), Kendali operasional terhadap operasi militer di Timor Timur, dan pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kopkamtib (1980-1982) dengan pangkat Jenderal TNI.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman menyebutkan, Widjojo adalah teladan. ”Dharma bakti almarhum kepada bangsa dan negara semasa hidup bisa kita jadikan tauladan, dan kita doakan semoga Almarhum mendapat tempat yang mulia di sisi Allah SWT, diampuni segala kekhilafannya. Keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengenang Widjojo sebagai sosok yang haus ilmu. Tulisan dan argumentasinya selalu jernih. Widjojo juga berprestasi saat sekolah militer di AS. ”Beliau cerita, kalau dia belajar sebagai guru, sehingga dia belajar prinsip untuk bisa nanti diajarkan,” kata Gatot yang mengenal Widjojo sejak ia duduk di kelas IV sekolah dasar.
Di sisi lain, menurut Gatot, operasi militer yang dilaksanakan Widjojo tidak pernah gagal. Tidak saja ia ikut perang kemerdekaan, perang melawan Jepang, Widjojo juga aktif dalam berbagai operasi mempertahankan persatuan RI. Riwayat operasinya seperti Operasi Mandala di Papua dan operasi membekuk Kahar Muzakkar. Gatot juga mencatat bahwa ada beberapa satuan yang diadakan dan dibangun oleh Widjojo, seperti Brigade Infanteri 17 dan Sandi Yudha Kopassus.
Operasi militer yang dilaksanakan Widjojo tidak pernah gagal.
Perwira profesional
Kiprah Widjojo yang enggan berpolitik praktis terekam dalam buku Suharto and His Generals. Penulis buku tersebut, David Jenkins, menggolongkan Widjojo sebagai tentara yang intelek dan menginginkan TNI profesional.
”(Jenderal TNI Purn) Benny Moerdani adalah anak buahnya. Jadi, waktu Benny dikeluarkan dari Kopassus (Komando Pasukan Khusus) karena protes dikeluarkannya prajurit disabilitas akibat perang, dia (datang) ke Pak Widjojo. Pak Widjojo bilang, kalau ini demi negara dan bangsa, ya, terima saja konsekeunsiinya,” cerita Gatot.
Gubernur Lemhannas RI Letjen Agus Widjojo, Rabu (14/3), pada acara diskusi Ketahanan Nasional pada Pilkada 2018, di Kantor Lemhannas, Jakarta.
Adapun Agus Widjojo, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional yang kini menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Filipina, mengenang Widjojo sebagai perwira senior yang hingga akhir hayatnya menjadi model sebagai seorang perwira TNI. Ia adalah sosok profesional yang selalu menempatkan diri non-partisan dan dapat mengikuti perkembangan lingkungan melalui cara berpikir independen sebagai pendekatan untuk kepentingan TNI.
Widjojo, lanjut Agus, juga tidak melihat doktrin secara kaku, tetapi selalu dapat menarik nilai intrinsiknya guna ditempatkan secara kontekstual. ”Kalau berbeda dengan kebijakan pemeritah, ia menyatakan secara privat dengan argumentasi logika akademis. Ini model perwira TNI yang sangat langka saat ini,” kata Agus.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam bukunya Kepemimpinan Militer menyebut Widjojo sebagai jenderal lapangan sekaligus juga intelektual. Menurut Prabowo, sebagaimana Angkatan 1945 yang juga angkatan pertama Akademi Militer, Widjojo sangat peduli pada masalah keutuhan bangsa.