Aturan Turunan UU IKN Membuka Lebar Opsi Pembiayaan Ibu Kota Baru
Pembangunan IKN Nusantara membutuhkan biaya besar. Aturan turunan UU IKN membuka lebar opsi pembiayaan untuk mendanai persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN serta penyelenggaraan Pemda Khusus IKN.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/RUSMAN
Suasana prosesi penyatuan tanah dan air dari seluruh provinsi di Indonesia ke dalam sebuah gentong di Titik Nol Kilometer Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Salah satu aturan turunan dari Undang-Undang Ibu Kota Negara, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2022, dinilai membuka lebih banyak opsi pembiayaan bagi pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur. Terbuka lebarnya opsi pembiayaan ini tidak lepas dari besarnya anggaran yang dibutuhkan.
Demikian pandangan yang dihimpun hingga, Kamis (5/5/2022), terkait PP No 17/2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam Rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). PP No 17/2022 yang mengatur, antara lain, soal skema dan pendanaan pembangunan IKN tersebut ditetapkan dan diundangkan pada 18 April 2022.
Dikutip dari laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara, https://jdih.setneg.go.id, Rabu (4/5/2022), PP No 17/2022 Bab II mengatur tentang sumber dan skema pendanaan. Pasal 3 di bab tersebut mengatur bahwa pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN serta penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara tersebut bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, di Pasal 4 Ayat 1 diatur bahwa skema pendanaan yang bersumber dari APBN dapat berbentuk belanja dan/atau pembiayaan.
Pasal 4 Ayat 6 huruf a mengatur bahwa skema pendanaan yang berasal dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terdiri atas skema pendanaan yang berasal dari kontribusi swasta, pembiayaan kreatif, pajak khusus IKN dan/atau pungutan khusus IKN yang ditetapkan dengan peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapat persetujuan DPR. Adapun Pasal 4 Ayat 6 huruf b menyebutkan, skema pendanaan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Ketika dimintai pandangan terkait hal ini, Direktur Eksekutif Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, keberadaan Pasal 4 Ayat 6 huruf b membuka kemungkinan pembiayaan atau alternatif pembiayaan yang belum terpikirkan saat ini oleh pemerintah. ”Sehingga regulasi ini sifatnya masih relatif umum karena secara teknis banyak hal yang belum bisa diketahui atau diidentifikasi oleh pemerintah secara lebih rinci,” kata Faisal.
Regulasi ini sifatnya masih relatif umum karena secara teknis banyak hal yang belum bisa diketahui atau diidentifikasi oleh pemerintah secara lebih rinci.
Di sisi lain, menurut Faisal, pemerintah membuka opsi seluas-luasnya bagi sumber pendanaan karena kebutuhan pembangunan IKN membutuhkan biaya besar. Artinya, ke depan, dimungkinkan untuk kemudian dicari inovasi pembiayaan-pembiayaan baru yang mungkin belum terpikirkan atau belum teridentifikasi pada saat sekarang.
”Mungkin, misalnya, ada bentuk-bentuk pembiayaan dalam bentuk blended finance yang sifatnya khusus antara swasta dengan BUMN, atau BUMN dengan pemerintah, (atau) pemerintah dengan swasta. Atau, hal-hal lain yang seperti sebagaimana biasanya di (proyek) infrastruktur, beberapa sudah mulai dijalankan inovasi pembiayaan tersebut,” kata Faisal.
Tafsir luas
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan bahwa Pasal 4 PP No 17/2022 membuka tafsir yang sangat luas soal sumber pembiayaan. ”Artinya, pemerintah meyakini bahwa kebutuhan anggaran IKN sangat besar. Sementara itu, opsi awal mengandalkan KPBU juga tidak mudah,” katanya ketika dihubungi pada Rabu (4/5/2022).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor meninjau lokasi calon ibu kota negara di kawasan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).
Bhima menuturkan, pihak swasta mempunyai berbagai pertimbangan dalam pendanaan proyek infrastruktur. ”Jika ditarget hingga 2024 bauran pendanaan IKN sebesar Rp 466 triliun dibagi menjadi 3 (tiga) indikasi pendanaan: yaitu APBN sebesar Rp 90,4 triliun, badan usaha/swasta sebesar Rp 123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp 252,5 triliun, tentu angka ini kurang realistis,” katanya.
Selama ini peran KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) dalam proyek strategis nasional (PSN) terbilang kecil atau di bawah 12 persen dari total pendanaan. ”Jadi, cukup jelas kalau pemerintah sengaja mendorong Pasal 4 untuk cari pendanaan alternatif. Muncullah ide-ide liar soal urun dana masyarakat. Bahkan, ada ide pajak khusus IKN. Karena tafsirnya bebas, akhirnya skema pendanaan bisa sangat beragam,” ujar Bhima.
Sebelumnya, ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Soesamto pada CORE Media Discussion Qarterly Review 2022 bertajuk ”Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra-Pandemi”, 19 April 2022, menuturkan, pemerintah melalui UU IKN sudah mencanangkan mau membangun ibu kota baru. ”Undang-undangnya sudah diketok. Walaupun ada yang membawa itu ke Mahkamah Konstitusi, secara prinsip undang-undangnya masih berlaku. Artinya, suka atau tidak suka, secara legal formal, sekarang kita akan pindah ibu kota,” katanya.
Menurut Akhmad, hal yang menjadi pertanyaan adalah menyangkut waktu pemindahan dan cara membiayai pemindahan ibu kota tersebut. Keputusan mengenai hal tersebut mesti bijaksana. ”Kita tahu pemindahan ini mungkin akan bertahap sampai, bahkan, 2040-2045. Maka, pesan saya adalah justru karena kita itu tidak punya batas yang sangat kaku kapan harus memindahkan itu, maka saran saya adalah pemerintah tidak perlu memaksakan diri mengalokasikan terlalu banyak anggaran dalam APBN untuk membangun ibu kota negara baru,” ujarnya.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Rombongan Presiden Joko Widodo melintasi kawasan konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) PT ITCI, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019).
Apalagi, Akhmad Akbar menuturkan, APBN tahun 2020, 2021, dan 2022 adalah APBN darurat atau APBN yang menggunakan logika darurat. ”(APBN) Yang membolehkan defisit lebih dari 3 persen dari PDB demi menyelamatkan masyarakat dari pandemi Covid-19 demi membantu perekonomian. Nah, membangun ibu kota baru itu bukan sesuatu yang darurat,” katanya.
APBN tahun 2020, 2021, dan 2022 adalah APBN darurat atau APBN yang menggunakan logika darurat, yang membolehkan defisit lebih dari tiga persen dari PDB demi menyelamatkan masyarakat dari pandemi Covid-19, demi membantu perekonomian. Nah, membangun ibu kota baru itu bukan sesuatu yang darurat.
Membangun ibu kota baru, menurut Akhmad Akbar, adalah sesuatu yang bersifat jangka panjang. Visi kedaruratan dengan visi membangun ibu kota baru itu merupakan dua hal yang berbeda. ”Dari sisi APBN, menurut saya, ada baiknya pemerintah tidak memaksakan diri untuk mengalokasikan terlalu banyak anggaran untuk membangun ibu kota baru tahun ini, terutama,” katanya.