Remisi Lebaran, Azis Syamsuddin hingga Pinangki Dapat Pengurangan Masa Tahanan
Pasca-putusan MA atas uji materi Peraturan Pemerintah No 99/2012, sejumlah narapidana kasus korupsi mendapat remisi di hari Lebaran, Jaksa Pinangki dan bekas Wakil Ketua DPR Azis Sjamsuddin di antaranya yang juga dapat.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi pada hari raya Idul Fitri, mulai dari bekas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin hingga mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Mereka kini lebih mudah mendapatkan remisi pasca-putusan Mahkamah Agung atas uji materi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM, 675 narapidana mendapatkan remisi khusus (RK) II atau langsung bebas pada hari raya Idul Fitri 1443 Hijriah, Senin (2/5/2022). Sementara itu, 138.557 napi mendapatkan RK I atau pengurangan sebagian masa pidana. Dengan begitu, total 139.232 napi mendapat RK di hari raya Idul Fitri tahun ini.
Per 22 April 2022, jumlah warga binaan di seluruh Indonesia sebanyak 272.721 orang. Itu terdiri dari 226.767 napi dan 45.954 tahanan. Pemberian remisi kali ini ditaksir mampu menghemat anggaran makan napi sebesar Rp 72,12 miliar.
Remisi yang diberikan kepada napi merupakan bentuk penghargaan atas perubahan perilaku yang mereka tunjukkan saat menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). Pemberian remisi juga bertujuan untuk mempercepat proses reintegrasi sosial sehingga mereka dapat segera kembali ke tengah masyarakat.
Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/5/2022), mengatakan, remisi yang diberikan kepada napi merupakan bentuk penghargaan atas perubahan perilaku yang mereka tunjukkan saat menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). Pemberian remisi juga bertujuan untuk mempercepat proses reintegrasi sosial sehingga mereka dapat segera kembali ke tengah masyarakat.
”Pemberian remisi Idul Fitri diharapkan dapat menjadi renungan dan motivasi untuk selalu introspeksi diri dan terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Jadilah insan yang taat hukum, berakhlak mulia dan berbudi luhur, serta berguna bagi pembangunan bangsa,” ujar Rika.
Rika melanjutkan, pada hari raya Idul Fitri tahun ini, tidak ada napi kasus korupsi yang bebas. Namun, ia menyebut, ada sejumlah napi kasus korupsi yang mendapat remisi Idul Fitri, di antaranya bekas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari.
”Mereka memenuhi persyaratan untuk mendapatkan remisi, di antaranya sudah membayar denda ataupun uang pengganti, itu sudah mereka lakukan,” ujar Rika.
Tak lagi mewajibkan persyaratan
Lebih jauh Rika menyebut, kali ini, pemberian remisi kepada napi korupsi tidak mewajibkan lagi adanya persyaratan terkait surat keterangan pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum (justice collaborator). ”Ini sesuai dengan dibatalkannya beberapa pasal oleh Mahkamah Agung dan diberlakukannya Peraturan Menkumham Nomor 7 Tahun 2022,” katanya.
Ini sesuai dengan dibatalkannya beberapa pasal oleh Mahkamah Agung dan diberlakukannya Peraturan Menkumham Nomor 7 Tahun 2022.
Kemenkumham telah mengeluarkan Peraturan Menteri No 7/2022 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Penerbitan permenkumham yang merupakan respons atas putusan uji materi PP No 99/2012 itu sekaligus memperbaiki aturan sebelumnya, yakni Permenkumham No 3/2018.
Permenkumham yang diundangkan pada 27 Januari 2022 itu salah satunya mengatur kewajiban napi korupsi membayar denda dan uang pengganti sebagai syarat mengajukan remisi.
Untuk diketahui, Ratu Atut Chosiyah dihukum 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan. Atut terbukti menyuap bekas Ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar terkait penanganan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Lebak, Banten. Di tingkat kasasi, MA memperberat hukuman Ratu Atut dari 4 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Adapun, Pinangki Sirna Malasari merupakan terdakwa kasus pengurusan fatwa bebas bagi terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. Oleh majelis banding, Pinangki dipangkas hukumannya dari semula 10 tahun penjara menjadi tinggal 4 tahun penjara.
Dalam vonis banding Pinangki, majelis hakim mempertimbangkan kondisi Pinangki sebagai perempuan. Menurut hakim, sebagai perempuan, Pinangki dinilai harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan adil. Padahal, perempuan lain yang juga divonis hukuman penjara tak memperoleh keistimewaan tersebut dari hakim.
Dengan remisi-remisi ke depannya yang akan diterima oleh Ratu Atut dan Pinangki, diperkirakan mereka berdua akan bebas pada tahun depan.
Kepala Lapas Kelas I-A Tangerang, Asep Sunandar, mengatakan, di lapasnya, terdapat 1.112 napi yang mendapat remisi Idul Fitri. Dari jumlah itu, ia menyebut, Azis Syamsuddin menjadi salah satu napi kasus korupsi yang mendapatkan remisi.
”Benar, Azis mendapat remisi khusus hari raya Idul Fitri selama 15 hari. Dia sudah membayar denda,” tutur Asep.
Benar, Azis mendapat remisi khusus hari raya Idul Fitri selama 15 hari. Dia sudah membayar denda.
Azis divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 17 Februari 2022 karena terbukti menyuap bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stephanus Pattuju. Selain itu, hal politik Azis juga dicabut oleh majelis hakim. Ia pun didenda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Atas putusan tersebut, Azis tidak mengajukan banding, begitu pula KPK.
Lanjut Asep, bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tidak mendapatkan remisi Idul Fitri. Alasannya adalah pihak lapas belum mendapatkan surat dari pihak jaksa KPK bahwa Edhy telah membayar denda dan uang pengganti. ”Kalau sudah lengkap, nanti bisa juga kami usulkan (untuk menerima remisi),” ujarnya.
Edhy sebelumnya divonis penjara selama 9 tahun oleh hakim di tingkat banding, dari semula 5 tahun penjara, terkait kasus suap pengurusan izin budidaya dan ekspor benih benur lobster. Namun, di tingkat kasasi, hukumannya dipangkas dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara. Salah satu pertimbangan majelis hakim, kinerja Edhy selama menjadi menteri dinilai baik. Bekas politikus Partai Gerindra itu juga dianggap telah memberikan harapan besar kepada nelayan sehingga layak diberi keringanan hukuman.