Munculnya Nama Erick, dan Potensi Kandidasi Pilpres 2024
Setidaknya, hingga akhir tahun lalu, nama Menteri BUMN Erick Thohir belum muncul dalam 10 besar capres yang masuk dalam pikiran publik berdasarkan hasil survei-survei politik. Kini, ia mulai masuk 10 besar. Apa maknanya?
Nama Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir masuk ke dalam 10 besar nama calon presiden yang muncul di benak rakyat dalam beberapa survei terakhir. Ia bersanding dengan beberapa tokoh lainnya yang lebih dulu beredar di bursa kandidat calon presiden. Sekalipun persentasenya belum terlalu signifikan, hal ini mengindikasikan stok calon pemimpin di negeri ini terus muncul.
Dalam survei terakhir Charta Politica yang dilakukan pada 10-17 April 2022, nama Erick muncul di urutan kesepuluh, yakni dengan elektabilitas 1,4 persen. Adapun pada simulasi 10 nama, Erick stabil di posisi 10 dengan elektabilitas 1,5 persen. Elektabilitas Erick ini mengungguli tokoh lain, seperti Airlangga Hartarto (0,7 persen), Andika Perkasa (0,7 persen), Tri Rismaharini (0,7 persen), dan Muhaimin Iskandar (1,3 persen).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam survei lainnya yang dirilis Populi Center, 24 April 2022, Erick muncul di posisi 9 dengan 1,3 persen responden memilihnya jika pemilu presiden digelar hari ini. Menariknya, persentase itu menjadi jauh lebih tinggi ketika pertanyaan diubah menjadi calon wakil presiden yang akan dipilih jika pilpres digelar hari ini.
Baca juga: Peningkatan Popularitas Genjot Elektabilitas Ganjar Pranowo
Untuk elektabilitas cawapres, dalam survei Populi Center itu, Erick muncul di posisi ketiga dengan 5,8 persen responden menyebut namanya, sekitar 8,6 persen menyebut nama Anies Baswedan, dan Sandiaga Salahuddin Uno di posisi teratas elektabilitas cawapres dengan 16,6 persen.
Sebagai perbandingan, setidaknya hingga akhir tahun lalu, nama Erick belum muncul dalam 10 besar hasil survei-survei politik. Survei terakhir yang dilakukan Parameter Politik Indonesia, Desember 2021, misalnya, menempatkan Erick pada posisi ke-13 dengan elektabilitas 0,6 persen. Ketika itu, ia masih tertinggal dari Airlangga Hartarto yang mendapatkan 0,8 persen.
Kemunculan nama Erick di pelbagai survei dalam beberapa waktu terakhir juga dibarengi dengan sejumlah ”gerakan” yang terlihat dilakukannya. Salah satunya yang menonjol ialah keikutsertaannya dalam kaderisasi Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Hal ini secara terang-terangan disampaikan oleh Ketua Umum GP Ansor yang juga Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Ia menyebut Erick sebagai kader terbaik GP Ansor.
Sinyal dukungan?
Dalam tasyakuran Hari Lahir (Harlah) Ke-88 GP Ansor, Minggu (24/4/2022), di Jakarta, Yaqut mengisyaratkan dukungan akan diberikan kepada Erick untuk mencapai tujuannya menjadi capres. Ia mengingatkan kader Barisan Ansor Serbaguna (Banser) agar keluar dari mentalitas kepiting. Mentalitas kepiting yang dimaksud ialah menarik-narik temannya yang berusaha naik ke atas untuk turun kembali ketika dia akan menuju puncak.
Bahwa salah satu kader terbaik dan menteri terbaik yang dimiliki Indonesia, sahabat Erick Thohir, sedang meniti menuju puncak perjuangannya. Artinya, sebagai Ketum, saya memerintahkan semua kader GP Ansor dan Banser untuk serahkan punggung dan pundaknya untuk pancatan (tempat berpijak) kader terbaik kita.
Sikap seperti itu harus dihindari, dan kader Banser justru harus mendorong-dorong ke atas temannya yang berusaha naik ke atas. Ia menganalogikan hal ini dengan Erick yang sedang berupaya menuju puncak perjuangannya.
”Bahwa salah satu kader terbaik dan menteri terbaik yang dimiliki Indonesia, sahabat Erick Thohir, sedang meniti menuju puncak perjuangannya. Artinya, sebagai Ketum, saya memerintahkan semua kader GP Ansor dan Banser untuk serahkan punggung dan pundaknya untuk pancatan(tempat berpijak) kader terbaik kita. Sehingga ketika di atas, sahabat terbaik kita ini mampu mengangkat sahabat-sahabat lainnya yang di bawah,” tutur Yaqut.
Baca juga: Prabowo, Ganjar, Anies Masih Dominan
Yaqut menambahkan, tujuan Ansor dari waktu ke waktu tetap sama, yakni menjaga kiai, ulama, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
”Wasilahnya macam-macam. Perantaranya macam-macam. Salah satunya ialah bagaimana mendudukkan kader terbaik kita jadi pemimpin negeri yang kita cintai ini. Kita semua berkewajiban, dan kita semua siap memberikan komando sampai tujuan,” kata adik Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf ini.
Erick dalam acara harlah itu pun tidak hadir dengan tangan kosong. Pada acara tersebut, Erick menyumbang 4.000 seragam baru bagi GP Ansor. Selain itu, acara yang diisi juga dengan peluncuran kantor dan pusat pameran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Ansor dalam format metaverse (Ansorverse), penyelenggaraannya difasilitasi oleh PT Telkom, salah satu perusahaan BUMN.
Pernyataan Yaqut dalam harlah tersebut boleh jadi merupakan sinyal dukungan kepada Erick untuk terus ”memanjat” dalam kandidasi pencalonan presiden dan wakil presiden di 2024. Namun, upaya untuk sampai ke sana masih memerlukan upaya keras dari Erick.
Kerja keras
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, capaian Erick masuk ke dalam 10 besar elektabilitas capres tidak dapat dilepaskan dari posisi double track yang dia jalani saat ini. Posisinya sebagai menteri turut membantunya untuk makin dikenal oleh publik. Sebelumnya, ia juga menjadi Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Amin dalam Pilpres 2019.
Gerakan Erick dan timnya juga terlihat makin intens, antara lain dengan tim media sosialnya yang bertumbuh, sukarelawan yang muncul, dan kunjungannya ke sejumlah daerah, termasuk kedekatannya dengan GP Ansor yang makin kentara.
Muncul di 10 besar belum mencukupi untuk dilirik partai politik dan dipertimbangkan sebagai capres atau cawapres. Perlu kerja lebih keras lagi dalam dua tahun ini untuk bisa mencapai radar pencalonan.
Belum lagi personal branding yang terlihat dengan munculnya wajah Erick di pelbagai panggung BUMN, di baliho, spanduk, hingga layer ATM bank milik negara. Hal itu setidaknya menegaskan posisi Erick yang sedang melakukan kerja-kerja politik.
Namun, untuk benar-benar diperhitungkan dalam kandidasi capres dan cawapres, Erick harus berusaha lebih keras untuk minimal muncul di empat atau lima besar.
”Muncul di 10 besar belum mencukupi untuk dilirik partai politik dan dipertimbangkan sebagai capres ataupun cawapres. Perlu kerja lebih keras lagi dalam dua tahun ini untuk bisa mencapai radar pencalonan,” katanya.
Jika dilihat dari tren elektabilitas Erick, menurut Adi, ia adalah pendatang baru dengan kecenderungan elektabilitas yang positif. Untuk bisa mencapai minimal lima besar, ia harus menjaga citranya tidak jatuh di mata publik. Minimal, dia selama dua tahun ini tidak melakukan blunder atau kesalahan besar, trennya berpotensi terus merangkak.
”Perlu diingat pula posisi Menteri BUMN ini sangat rentan kritisi publik. Sebab, ketika ada BUMN kolaps, orang akan langsung mengkritisi kinerja menterinya,” kata pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Adanya sinyal dukungan dari GP Ansor sekalipun merupakan sesuatu yang positif, menurut Adi, tidak menjadi jaminan Erick dapat maju dalam kandidasi 2024. Dengan elektabilitas saat ini, belum tentu ada parpol yang berminat meminangnya, kecuali dalam dua tahun ke depan ada kenaikan elektabilitas yang signifikan.
Fenomena Erick sebagai pendatang baru dalam bursa pencapresan, menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, juga sesuatu hal yang positif. Sejak jauh-jauh hari, publik mendapatkan alternatif calon dengan berbagai latar belakang yang berbeda. Ada Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Ridwan Kamil, yang merupakan kepala daerah. Lalu, ada Erick dan Sandiaga Uno yang pengusaha, serta Prabowo Subianto dan Agus Harimurti Yudhoyono yang mantan militer.
Level cawapres
Kendati demikian, Erick dinilai lebih menarik jika bertarung di level cawapres. Hal itu juga tergambarkan dari hasil survei yang menunjukkan elektabilitasnya lebih baik ketika disodorkan sebagai cawapres.
Menurut Yunarto, ada tiga hal yang membuat elektabilitas Erick dalam bursa capres tidak cepat meroket, dan cenderung lebih sesuai di bursa cawapres. Pertama, latar belakang Erick sebagai Menteri BUMN membuatnya sulit bersaing dengan kandidat tokoh lainnya yang berlatar belakang kepala daerah.
Baca juga: Cek Ombak Dahulu, Arungi Lautan Pilpres Kemudian
Latar belakang kepala daerah lebih memungkinkan tokoh-tokoh itu untuk berbicara isu-isu populis. Lain halnya dengan tokoh yang berlatar belakang menteri, yang cenderung identik dengan pemerintahan saat ini, atau presiden yang sedang menjabat. Isu-isu BUMN juga cenderung menarik bagi kalangan masyarakat tertentu, dan tidak terlalu dikenal di masyarakat bawah.
Kedua, posisi Erick yang merupakan bagian dari rezim pemerintahan, membuat dia sukar bergerak ke luar, sementara kelompok pendukung Jokowi sebagian memiliki sosok kuat untuk dijagokan sebagai penerus, yakni Ganjar Pranowo.
”Karena sebagian besar sudah mengarah ke Ganjar, dan sebagian lagi ke Prabowo, pengsa pasar Erick menjadi lebih mengecil,” katanya.
Ketiga, secara demografi, Erick belum memiliki basis dukungan yang jelas. Sebagai contoh, Ganjar, atau Khofifah Indar Parawansa, jelas basis dukungannya ialah Jawa, baik Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Adapun Ridwan Kamil di Jawa Barat.
”Kalau untuk Erick, dia diketahui sebagai pengusaha yang mewakili kelas menengah kaya, yang tidak mewakili sebagian besar demografi itu. Hal itu yang antara lain menyebabkan captive market Erick tidak sebesar nama-nama lain,” kata Yunarto.
Lebih baik lagi jika Erick dan calon-calon lain itu tidak bicara mengenai dirinya atau citra diri semata. Melainkan mereka mulai bicara soal visi, gagasan, dan pendekatan yang mereka pilih dalam melihat Indonesia ke depan.
Ketika itu terjadi, yang muncul adalah pertarungan gagasan dan peningkatan rasionalitas pemilu. Erick yang berlatar belakang pengusaha, misalnya, bagaimana visi dan pendekatan yang dia pilih mengenai Indonesia ke depan. Gagasan itu selanjutnya akan beradu di ruang wacana publik dengan calon-calon lainnya. Pertarungan gagasan antartokoh itu akan jauh lebih menarik daripada sekadar personal branding (citra diri).
Terlepas dari berbagai analisis itu, menurut Yunarto, munculnya Erick membuat publik memiliki lebih banyak pilihan. Dengan sisa waktu yang ada sebelum pemilu, publik bisa mendalami pengalaman, latar belakang, dan kemampuan para kandidat calon yang berbeda-beda.