GP Ansor Siap Berkhidmat di Zaman yang Berubah
Di tengah kemajuan teknologi, GP Ansor berusaha merangkul inovasi. Dengan menggunakan teknologi virtual, ormas pemuda ini merilis ruang pameran UMKM yang dapat disaksikan dengan alat ”oculus virtual reality headset”.
Gerakan Pemuda Ansor genap berusia 88 tahun. Usia matang itu menjadi momentum bagi GP Ansor untuk ”melompat” menghadapi era baru yang jauh berbeda dengan era pendiri Nahdlatul Ulama. Sebab, kini tantangan tidak melulu memertahankan negara dan bangsa dari serangan penjajah, tetapi bagaimana mengawal bangsa berjaya menghadapi perkembangan teknologi.
Tasyakuran harlah yang digelar pada Minggu (24/4/2022) malam pun menjadi berbeda karena pada saat yang sama, GP Ansor merilis ruang pameran usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) secara virtual. Ruang pameran ini berbeda dengan ruang yang selama ini kita kenal, yang berada di dalam sebuah gedung, bangunan, atau pelataran di lokasi tertentu. Ruang pameran ini hanya ada secara virtual, dapat dibayangkan, dan dilihat dengan alat bantu, yakni oculus virtual reality headset (peranti penglihatan realitas virtual/maya).
Alat bantu berwarna putih itu dikenakan di kepala. Bentuknya hampir menyerupai kombinasi antara kacamata tanpa lensa berbentuk kotak dan helm. Bagian kotak yang berukuran tebal ditempatkan di bagian mata dan tiga konektor pengait dipasang dari kotak tersebut ke samping kanan dan kiri kepala, serta melintasi kepala bagian atas hingga ke belakang. Untuk memudahkan koordinasi, selain mengenakan peranti tersebut, setiap orang juga memegang sepasang alat pemandu berbentuk corong, yang terkoneksi dengan peranti penglihatan tersebut. Voila, selamat datang di Metaverse!
Sebagian tamu yang duduk di deretan depan diberi kesempatan pertama mencoba peranti tersebut. Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, Menteri BUMN Erick Tohir, Katib Aam PBNU KH Said Asrori, Ketua KPU Pusat Hasyim Asy’ari, anggota KPU Mochammad Afifuddin, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto dan Ketua Umum KNPI Muhammad Ryano Panjaitan, serta perwakilan organisasi pemuda keagamaan lainnya.
Tasyakuran harlah yang digelar pada Minggu (24/4/2022) malam pun menjadi berbeda karena pada saat yang sama GP Ansor merilis ruang pameran usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) secara virtual.
Duduk dalam satu deretan, Erick, Yaqut, dan Hasyim terlihat canggung saat mengenakan peranti penglihatan tersebut. Dengan alat tersebut, mereka seolah-olah berada di dalam satu ruangan pameran UMKM, yang terdiri atas berbagai lorong pintu masuk menuju ke stan-stan pameran. Setiap stan dan orang yang berada di sana hanyalah representasi grafis atau persona dari kenyataan sesungguhnya, atau yang disebut dengan avatar.
Setiap orang yang mengenakan peranti itu seperti berada di dalam satu ruangan atau lokasi yang sama, dan melihat kenyataan maya yang sama. Hanya saja, tempat dan peristiwa itu sesungguhnya ada di dalam pemikiran dan bayangan mereka dengan bantuan peranti penglihatan virtual tersebut. Konstruksi digital yang mengaburkan batas antara dunia nyata dan maya ini merupakan bagian dari teknologi metaverse yang disebut-sebut oleh pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, akan menjadi masa depan.
Fenomena metaverse menjadi ”booming” dan menarik perhatian setelah Presiden Joko Widodo menyatakan dalam beberapa kali kesempatan, dirinya pernah diinformasikan secara langsung oleh Mark tentang teknologi virtual reality ini ketika mereka bertemu di Amerika Serikat pada 2016.
Metaverse ini pun dipandang serius oleh pemerintah. Apalagi ketika dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) DPR dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, 13 Januari lalu, pemerintah menyatakan akan membuat versi metaverse dari Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Suharso mengatakan, dalam bentuk metaverse, desain IKN itu lebih interaktif dan tidak seperti maket pembangunan proyek pada umumnya. Boleh jadi, IKN Nusantara akan menjadi proyek pembangunan pertama yang menerapkan metaverse dalam desainnya.
Baca juga: Jembatan Peradaban Islam, Pancasila, dan HAM
Kantor virtual
GP Ansor rupanya juga ingin merangkul fenomena teknologi baru ini. Dengan dorongan dan fasilitasi dari PT Telkom, GP Ansor dapat memiliki kantor virtual, termasuk ruang pameran virtual yang diluncurkan saat harlah, Minggu. Ruang virtual itu diperkirakan dapat menampung 250.000 UMKM, dan ribuan orang.
Yaqut mengatakan, lahirnya kantor virtual metaverse adalah salah satu komitmen Ansor yang terus bergerak tanpa batas. ”Dengan Ansorverse (Ansor Metaverse), model berorganisasi Ansor akan lebih taktis karena memiliki alternatif lain, yakni bertumpu ke digital dan berbasis virtual dan augmented reality (VR/AR),” katanya.
Lewat Ansorverse ini ke depannya, konsolidasi, pengaderan, dan pelayanan organisasi lainnya akan menjadi lebih mudah lantaran tak dibatasi lagi waktu atau lokasi. Kendati pun teknologi metaverse saat ini masih berupa imajinasi, inovasi ini, menurut Yaqut, tidak boleh disepelekan. Ia optimistis, teknologi ini akan terus berkembang dan dimanfaatkan di berbagai sektor menuju kemajuan peradaban global.
Yaqut mengingatkan, setiap kader Ansor harus tetap relevan dengan perkembangan zaman yang berubah. Caranya ialah dengan terus belajar dan beradaptasi. ”Tidak boleh mandek dan tidak cepat puas belajar,” katanya.
Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori mengatakan, dunia selalu berkembang. Oleh karena itu, Ansor dituntut untuk terus melakukan inovasi-inovasi sehingga bisa memberikan arti dan makna bagi kehidupan. Sekalipun demikian, kemajuan teknologi itu tetap tidak boleh mengurangi khidmat perjuangan Ansor.
Ada dua amanah yang harus dijalankan oleh NU dan setiap badan otonomnya, termasuk Ansor, yakni amanah diniyah dan amanah wathaniyah. Amanah diniyah berkaitan dengan tanggung jawab keagamaan, sedangkan amanah atau khidmat wathaniyah berkaitan dengan tanggung jawab kebangsaan.
Kemajemukan dan perbedaan menjadi karunia yang patut disyukuri di Indonesia. Hal itu justru menjadi perekat bagaimana semua pihak bisa menghargai dan memahami satu sama lain. ”Negara ini bukan berdasarkan agama, tetapi juga tidak sekuler, karena berdasarkan ideologi Pancasila, yang bisa menyatukan seluruh warga Indonesia. Ini bisa kita terima. Ini bagian dari amanah dan tanggung jawab yang harus kita jaga bersama,” kata Said Asrori.
Persiapkan diri
Namun, pakar mengingatkan, metaverse seharusnya dipandang serius dengan persiapan yang serius pula. Sebab, sebagai bagian dari perkembangan teknologi, belum ada kejelasan ke mana arah fenomena ini akan berujung. Patut pula dipertimbangkan efek samping dari metaverse, yakni potensi penguasaan data dan kekayaan serta sumber-sumber daya penting suatu negara yang terpusat di tangan beberapa orang semata.
Kepala Lembaga Riset Keamanan dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) Pratama Persadha mengatakan, negara harus punya cukup regulasi untuk mengatur metaverse nantinya. Karena ini, kan, seperti tanah wilayah, tetapi di wilayah siber. Bagaimana regulasinya, apakah kita siap atau tidak, masih ada waktu 1-2 tahun untuk negara siap menghadapi ini,” katanya.
Baca juga: AS Ingin RI Ikut Tangkal China, Pompeo Bakal Hadiri Acara GP Ansor
Karena imbas dari metaverse ini akan sangat banyak. Metaverse akan datang bersamaan dengan 5G yang semakin massif. Metaverse jelas membutuhkan lebih banyak data dan kecepatan. ”Jadi, ini akan sangat banyak sekali hal baru, termasuk transaksi di metaverse bagaimana teknisnya dan bagaimana skema pajaknya. Jangan sampai kita kesulitan seperti saat ini menarik pajak dari Google dan Facebook,” ucap Pratama.
Salah satu keuntungannya, dunia digital metaverse akan banyak membuka lapangan kerja baru pada ranah digital di Tanah Air terkait dengan metaverse ini. Facebokk sendiri di Eropa akan merekrut 10.000 orang untuk memulai proyek jangka panjang.
Namun, di Tanah Air, ini menjadi PR serius bagi pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasas Keuangan, yang harus mulai melihat ini sebagai ancaman dan peluang bagi sektor keuangan. Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Intelijen Negara, TNI dan Polri juga harus melihat ini sebagai tantangan terhadap pertahanan keamanan ke depan.
”Karena, bila negara tidak siap, masyarakat akan secara otodidiak dan otomatis masuk tanpa bekal apa pun. Ini berbahaya karena bisa menyedot potensi ekonomi kita, transaksi terjadi di metaverse, misalnya tanpa melewati negara,” kata Pratama.
Melihat fenomena metaverse yang dapat menjadi berkah sekaligus punya potensi ancaman, GP Ansor diharapkan tidak sekadar ikut-ikutan fenomena teknologi ini, dan terjebak pada sarana penarik perhatian (gimmick).
Bagi banyak orang, lanjut Pratama, ini adalah bentuk baru kapitalisme yang mematikan demokratisasi-desentralisasi ekonomi. Metaverse akan menarik uang semakin banyak hanya ke beberapa pihak saja. Ini sekali lagi menjadi tantangan bagi negara dalam urusan pajak serta perlindungan data pribadi.
”Yang harus disiapkan pemerintah ialah lebih fokus dari sisi SDM, infrastruktur, dan anggaran. Karena dari teknologi metaverse, banyak ancaman yang bisa terjadi, salah satunya ialah ancaman ekonomi digital,” katanya.
Sarana berkhidmat
Melihat fenomena metaverse yang dapat menjadi berkah, sekaligus punya potensi ancaman, GP Ansor diharapkan tidak sekadar ikut-ikutan fenomena teknologi ini, dan terjebak pada sarana penarik perhatian (gimmick). Sebab, sebagaimana diingatkan oleh Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori, Ansor memiliki dua khidmat utama, yakni di bidang keagamaan dan kebangsaan, yang harus dilanjutkan.
Baca juga: Atasi Pandemi Covid-19, GP Ansor Minta Pemerintah Prioritaskan Kesehatan
Apakah dengan perkembangan teknologi, maka kedua khidmat Ansor ini akan terbengkalai? Akademisi Islam dan Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Ahmad Suaedy mengatakan, secara kelembagaan dan ideologi, khidmat di bidang keagamaan dan kebangsaan itu tidak akan luntur. Sebab, sebagaimana fenomena teknologi lainnya, itu hanya sarana yang digunakan, dan bukan sesuatu yang secara prinsipil akan mengubah pendirian atau sikap Ansor.
”Ansor itu sudah selesai dengan perdebatan antara agama dan negara. Di dalam kepala Ansor itu sudah tidak ada masalah antara agama dan negara, atau Islam dan non-Islam, sebab yang dibahas adalah nation state Indonesia. Semua adalah warga bangsa yang setara,” kata Suaedy.
Di dalam Islam pun dikenal kaidah yang menyerukan agar senantiasa melestarikan nilai-nilai lama yang baik, dan mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik. Di dalam NU, hal ini menjadi jembatan antara pelestarian tradisi dan budaya, sekaligus pijakan bagi nilai-nilai kemajuan dan inovasi. Tidak ada pertentangan antara tradisi baik dan konsep modernitas sebab keduanya adalah pijakan peradaban.
Suaedy meyakini, NU yang dikenal dengan karakter tradisionalnya tidak akan kehilangan jati dirinya hanya karena ada metaverse dan kemajuan teknologi. Ia mencontohkan, kini semakin banyak kiai NU yang menggelar pengajian melalui media sosial dan dapat diakses jamaah secara lebih luas. Hal itu menunjukkan nilai-nilai utama itu tidak akan luntur, dan teknologi hanya menjadi sarana penguat nilai-nilai itu.
Di tengah kemajuan teknologi, Ansor berusaha merangkul inovasi, tetapi juga diharapkan tetap berpegang pada khidmat perjuangan. Kiprah keagamaan dan kebangsaan Ansor adalah tugas kesejarahan yang harus terus dijalankan....