Kemendagri: Permintaan THR dari Ormas Tak Bisa Dibenarkan
Menjelang Idul Fitri, informasi tentang permintaan tunjangan hari raya (THR) dari anggota ormas kembali bermunculan. Kementerian Dalam Negeri menyatakan, permintaan THR dari ormas itu tidak bisa dibenarkan,
Oleh
AGUIDO ADRI, HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang hari raya Idul Fitri, informasi tentang permintaan tunjangan hari raya dari anggota organisasi kemasyarakatan kembali bermunculan. Kementerian Dalam Negeri menyatakan, permintaan THR dari anggota ormas itu tidak bisa dibenarkan. Jika ada anggota ormas yang meminta THR dengan pemaksaan atau intimidasi, masyarakat diminta melapor kepada aparat penegak hukum.
”Ini, kan, THR dalam tanda kutip, ya, dan kadang ada pemerasan atau pemaksaan. Jika sudah bertindak intimidasi hingga kekerasan, warga jangan takut untuk melaporkan ke aparat penegak hukum,” kata Pelaksana Tugas Direktur Organisasi Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Risnandar Mahiwa saat dihubungi, Kamis (21/4/2022).
Informasi tentang permintaan THR dari ormas itu, antara lain, beredar melalui media sosial Twitter. Pada Selasa (19/4/2022), akun Twitter @Txtdriormas mengunggah sejumlah foto surat permintaan THR dari pengurus beberapa ormas. Unggahan itu kemudian mendapat banyak tanggapan dari warganet.
Risnandar mengatakan, hingga saat ini, dirinya belum menerima laporan terkait ormas yang meminta THR, termasuk permintaan THR yang kemudian berujung pada tindakan melawan hukum. Dia juga menyebut, di level pemerintah daerah sebenarnya sudah ada tim terpadu pengawasan ormas. Tim tersebut bertugas menyelesaikan permasalahan oknum ormas yang bermasalah.
Ia menuturkan, jika ada anggota ormas yang bertindak tidak sesuai aturan dan meresahkan warga, hal itu sangat disayangkan. Apalagi jika anggota ormas itu sampai mencetak surat permintaan THR dengan mengatasnamakan lembaga atau tokoh tertentu. Perilaku seperti itu dinilai melenceng dari tujuan ormas yang mulia, yakni ikut serta menjaga kesatuan bangsa.
Untuk mencegah berulangnya permintaan THR dari anggota ormas, Risnandar menyatakan, harus ada pengawasan dari pemimpin ormas. Pemimpin ormas juga harus bersikap tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada anggotanya yang terbukti melanggar anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) ormas tersebut.
”Pengawasan internal ormas kepada anggotanya harus dilakukan sesuai aturan AD/ART ormas tersebut. Sikap tegas pemimpin ormas diperlukan. Nah, kalau kami juga berkoordinasi dengan para ormas, tapi yang sulit itu ormas yang tak tercatat,” ungkapnya.
Ia juga mendukung aparat penegak hukum untuk menindak anggota ormas yang terbukti melanggar hukum. Penindakan ini penting agar ada efek jera sehingga kejadian serupa tidak terus terulang. ”Kami mendukung aparat bertindak sesuai aturan untuk melindungi, menciptakan keamanan dan ketertiban lingkungan. Kewajiban pemerintah pula melindungi warga,” ujarnya.
Salah seorang pemilik toko di Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Toni (40), mengaku pernah kedatangan tiga orang yang diduga oknum anggota ormas untuk meminta THR. Saat meminta THR itu, mereka menunjukkan surat persetujuan dari kelurahan dan kecamatan.
Menurut Toni, dalam surat tersebut tidak tertulis berapa jumlah nominal THR yang harus diberikan. Surat itu hanya menyebut, THR yang terkumpul akan disalurkan kepada anggota yang membutuhkan karena sudah membantu menjaga lingkungan.
Jika sudah bertindak intimidasi hingga kekerasan, warga jangan takut untuk melaporkan ke aparat penegak hukum.
Toni sebenarnya tak percaya dengan oknum yang meminta THR itu meski mereka membawa surat persetujuan dari lurah dan camat. Namun, karena tak mau urusan menjadi panjang, dia akhirnya memberikan uang sebesar Rp 10.000.
Namun, orang yang meminta THR itu ternyata tak terima hanya diberi Rp 10.000. Mereka beralasan, warga lain memberikan uang minimal Rp 50.000. Akhirnya, Toni pun terpaksa memberikan uang sebesar Rp 50.000.
”Di situ (surat) tertulis ikhlas dan untuk membantu anggota yang kesusahan karena mereka sudah membantu warga sekitar. Pas saya kasih uangnya, mereka ambil dan minta lagi. Padahal, katanya seikhlasnya, tapi mereka minta lebih. Malah diceramahi juga terkait pahala dan lainnya,” kata Toni.
”Lagi pula, mana ada istilah warga yang memberikan THR. Itu mereka modus saja untuk malakin,” lanjutnya.
Imbauan Dewan Pers
Dewan Pers juga mengeluarkan surat imbauan kepada semua pihak untuk tidak melayani permintaan THR, barang, dan sumbangan dalam bentuk apa pun yang diajukan oleh orang yang mengatasnamakan media, organisasi pers, perusahaan pers, ataupun organisasi wartawan.
”Hal ini untuk menghindari penipuan dan penyalahgunaan profesi wartawan oleh para oknum yang mengaku-aku sebagai wartawan, organisasi wartawan, organisasi perusahaan pers, ataupun media,” kata Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam surat imbauan itu.
Surat imbauan Dewan Pers tertanggal 14 April 2022 itu ditujukan kepada sejumlah pihak, misalnya Panglima TNI, Kapolri, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, pimpinan badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), pimpinan perusahaan, dan sebagainya.
Dalam surat tersebut, Nuh juga menyatakan, imbauan Dewan Pers itu dilandasi sikap moral dan etika profesi untuk menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme kewartawanan. ”Dewan Pers tidak bisa menoleransi adanya praktik buruk di mana wartawan, perusahaan pers, atau organisasi wartawan yang semakin banyak bermunculan pada saat ini meminta-minta sumbangan, bingkisan, ataupun THR,” katanya.
Nuh menambahkan, pemberian THR kepada wartawan merupakan kewajiban setiap perusahaan pers. Oleh karena itu, permintaan THR oleh oknum wartawan kepada pihak lain harus ditolak. Bahkan, jika mereka meminta THR dengan cara memaksa, memeras, atau mengancam, pihak yang dimintai THR bisa melapor kepada kepolisian.
”Apabila mereka meminta dengan cara memaksa, memeras, dan bahkan mengancam, sebaiknya mencatat identitas atau nomor telepon atau alamat mereka dan melaporkannya ke kantor polisi terdekat. Selain itu, Bapak/Ibu bisa melaporkannya kepada Dewan Pers,” ujarnya.