Tindak Lanjuti Tugas Mengkaji Papua dari Wapres, Lemhannas Bentuk Tim Khusus
Lemhanas siapkan dua kerangka kerja untuk mengkaji Papua.
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhannas menyiapkan dua kerangka kerja untuk mengkaji Papua, termasuk untuk memberikan opsi kebijakan dalam menghentikan lingkaran kekerasan. Kajian itu juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi berupa kebijakan-kebijakan cepat dan jangka pendek, serta jangka panjang, yang meliputi identifikasi persoalan dari sisi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Kajian mengenai Papua itu diharapkan juga bisa menghasilkan rekomendasi untuk memperbaiki tata kelola ketahanan, mulai dari regulasi, organisasi, hingga program kerja pemerintahan yang aplikatif di lapangan.
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/4/2022), mengatakan, pada dasarnya Lemhannas telah memiliki beberapa kajian mengenai Papua yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk kajian kali ini, sebuah tim khusus akan dibentuk oleh Lemhannas untuk ditugasi secara eksklusif menangani kajian mengenai Papua.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Lemhannas melakukan kajian atas Papua guna memastikan pendekatan kesejahteraan di Papua dapat berdaya guna bagi masyarakat setempat. Hal itu disampaikan Wapres saat menerima kunjungan Andi Widjajanto di rumah dinas Wapres, Selasa (19/4/2022), di Jakarta.
Baca juga : Paradigma Pembangunan Papua
Andi mengatakan, dalam melakukan kajian ini, sudut pandang yang akan digunakan adalah pendekatan ketahanan nasional. Oleh karena itu, kajian Papua akan dilakukan pada delapan gatra. Delapan gatra itu terdiri atas tri gatra, yakni situasi geografis, demografi, dan sumber daya alam; serta panca gatra, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. ”Kami akan membentuk tim gabungan dari tenaga pengkajian dan tenaga profesional di Lemhannas. Tim akan mengkaji Papua dari sisi delapan gatra. Semua dikaji lengkap,” katanya.
Andi mengatakan, pihaknya juga akan membuka diskusi di dalam forum-forum yang melibatkan akademisi dan peneliti lain, misalnya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta peneliti di lembaga lain, seperti Kelompok Kerja (Pokja) Papua di Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
”Saya sudah kontak dengan rektor sejumlah kampus di Papua sebelum ketemu Wapres. Timnya nanti akan dibentuk setelah Lebaran. Nanti pembentukan tim itu akan dilaporkan kembali kepada Pak Wapres supaya nanti ada koordinasi teknisnya dengan Sekretariat Wakil Presiden soal itu,” kata Andi.
Kacamata ketahanan nasional yang digunakan oleh Lemhannas untuk mengkaji Papua, menurut Andi, diterapkan pada dua kerangka kerja. Pertama, tim akan berusaha cepat mengidentifikasi kalau ada risiko-risiko di berbagai gatra yang bisa memicu terjadinya krisis-krisis tertentu. “Inti dari ketahanan nasional ialah pada saat kita bisa merumuskan kebijakan-kebijakan cepatan, sehingga bisa membuat kita keluar dari krisis itu atau membangun resiliensi,” katanya.
Kerangka kerja pertama itu akan berorientasi pada kebijakan-kebijakan cepat jangka pendek untuk segera menyelesaikan krisis. Dari perkembangan dinamika Papua yang ada saat ini, yang harus diselesaikan ialah simtom lingkaran kekerasan yang terus-menerus terjadi. Simtom ini menjadi pangkal dari munculnya kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kekerasan eksesif yang dilakukan baik oleh aparat maupun kelompok kriminal bersenjata (KKB). “Itu adalah krisis yang harus segera diselesaikan, karena ada simtom lingkaran kekerasan,” katanya.
Kerangka kerja berikutnya ialah bagaimana mengecek kelengkapan tata kelola ketahanan nasional dalam merespons suatu masalah. Misalnya, di level makro ada regulasi baru, yakni revisi UU Otonomi Khusus Papua. Lemhannas akan mengkaji bagaimana regulasi itu beroperasi hingga di tingkatan regulasi turunannya, seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, hingga peraturan-peraturan daerah.
Setelah memastikan regulasi, Lemhannas bergerak ke tataran organisasi atau pemerintahan, yakni pemerintah derah (pemda), termasuk opsi-opsi pemekaran wilayah. Selanjutnya, kajian juga akan dilakukan pada tataran program-program kerja, termasuk yang secara khusus diminta oleh Wapres, yakni program-program yang secara signifikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Andi mengatakan, Lemhannas akan secara khusus membahas tentang program-program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Papua. Praktik-praktik terbaik akan diadopsi sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah.
Salah satunya ialah kerja sama dengan perusahaan multinasional di Teluk Bintuni, Papua Barat. Dari kerja sama itu, tenaga-tenaga kerja terampil dapat bekerja di perusahaan multinasional. Praktik-praktik baik itu akan direplikasi dan dikembangkan. “Selain itu, kajian juga dilakukan pada sisi anggaran, otsus, dan adopsi teknologi yang dimungkinkan,” katanya.
Opsi-opsi rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari kajian Papua itu, menurut Andi, boleh jadi bersifat tahunan, dan melampaui masa jabatan pemerintahan saat ini.
Minta penundaan
Sementara itu, Majelis Rakyat Papua dalam sepekan terakhir menemui sejumlah menteri dan tokoh nasional untuk meminta penundaan pemekaran wilayah Papua. Sebelumnya, DPR telah menyetujui tiga Rancangan Undang-Undang Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua, yakni RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Tokoh yang ditemui MRP antara lain ialah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga merupakan ktua umum Partai Golongan Karya (Golkar), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa yang merupakan ketua umum Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP), dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, pertemuan-pertemuan itu dimaksudkan untuk menyuarakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat orang asli Papua sesuai tugas dan kewenangan MRP.
Dalam pertemuan dengan Airlangga, Rabu, MRP dipersilahkan untuk berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan UU Nomo2 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU No 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Sehari sebelumnya, pimpinan MRP menemui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa. Dalam keterangan tertulis MRP, Suharso mengatakan, pemerintah tengah berupaya mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional di Papua. Pemerintah menyampaikan kepada MRP perihal peta jalan pembangunan untuk Papua, yaitu Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) 2022-2041.
Baca juga: Jalan Menuju Damai Papua
“Saya menyampaikan kesungguhan upaya pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan orang asli Papua. Kesejahteraan itu salah satu kunci untuk mewujudkan perdamaian Papua. Saya sepaham dengan aspirasi MRP bahwa pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi sebaiknya dilakukan atas pertimbangan dan persetujuan MRP. Saya akan pertimbangkan usulan agar pemekaran ditunda sampai ada putusan MK,“ kata Suharso.
MRP optimistis aspirasi orang asli Papua akan dipertimbangkan oleh para pimpinan partai politik dan menteri terkait. “Waktu bertemu pimpinan PAN, Pak Zulkifli Hasan sepakat penundaan DOB. Bahkan beliau usul agar pembentukan DOB Papua ditunda sampai pemilu selesai. Pandangan seperti ini melegakan kami ketika kembali ke Tanah Papua. Masyarakat akan merasa didengarkan,“ kata Timotius.
Timotius mengatakan, pihaknya menginginkan agar ada pertemuan dengan Presiden dan Wakil Presiden. “Kami mendukung kebijakan pemerintah tentang moratorium pembentukan DOB. Kami berharap kepada beliau-beliau agar mempertimbangkan aspirasi masyarakat orang asli Papua,” katanya.