Tangis Sopir Mikrolet di Tengah Kabar Pemindahan Ibu Kota Negara
Tanpa didampingi kuasa hukum, Mulak nekat mengajukan uji formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi. Sopir angkutan umum jurusan Pasar Minggu-Depok itu merasa UU IKN telah merugikan hak konstitusionalnya.
Desain Istana Negara berwujud burung Garuda karya seniman Nyoman Nuarta yang memenangi sayembara desain Istana Negara di Ibu Kota Negara yang baru di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Terbata-bata Mulak Sitohang membacakan berkas perkaranya di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Selasa (19/4/2022). Sopir mikrolet jurusan Pasar Minggu-Depok itu berada di ruang sidang Mahkamah Konstitusi untuk menyampaikan permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
”Kepada yang terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia...,” kata Mulak mulai membacakan permohonannya sambil terisak.
”Lo, kenapa itu? Pak Mulak kenapa? Heh, ada apa?,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat yang memimpin sidang pengujian UU Ibu Kota Negara (IKN).
Pertanyaan ketua majelis panel MK tersebut tidak ditanggapi. Agaknya, Mulak begitu berkonsentrasi dengan berkas permohonan yang dipegangnya. Matanya terpaku pada berkas yang dibacanya. Melihat kondisi tersebut, Arief sempat berbisik-bisik dengan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih yang duduk di sebelah kirinya.
Mulak pun mencoba untuk melanjutkan membaca permohonan. Namun, beberapa detik kemudian, dia berhenti. Menggeleng-gelengkan kepala, memejamkan erat matanya, sembari menahan tangis supaya tak pecah. Ia pun mengambil kesempatan untuk menuntaskan tangisnya. Kesedihan lelaki berusia 67 tahun itu kian menjadi ketika hendak menyebutkan identitas dan pekerjaannya sebagai seorang sopir angkutan umum.
Mulak, sopir mikrolet jusuran Pasar Minggu-Depok, saat membacakan permohonan uji materi UU Ibu Kota Negara dalam sidang di Mahkamah Konsitusi.
Hakim konstitusi Arief Hidayat kembali bertanya, ”Lo, kenapa Pak Mulak?”
Namun, sekali lagi, Mulak tidak memperhatikan pertanyaan itu. Ia kemudian melanjutkan membacakan permohonannya.
Mulak mengajukan uji formil UU IKN. Dalam permohonannya, lelaki yang mengenakan kemeja batik warna biru dengan corak bunga putih itu mengaku dirugikan hak konstitusionalnya akibat pembuatan UU IKN.
”Kalau IKN nanti sudah dipindah, saya merasa dirugikan. Saya nanti tidak melihat lstana Kepresidenan, tidak bisa melihat kantor-kantor kabinet karena sudah pindah. Jadi, hak saya sebagai masyarakat, sebagai pemohon, sudah dibasmi,” ujar Mulak.
Bagian belakang bangunan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Barangkali begitu penting bagi Mulak keberadaan kantor yang bisa ia jangkau. Ia tidak mengelaborasinya mengapa demikian penting bisa melihat Istana dan kantor menteri. Hanya saja, ia sempat mengungkapkan bahwa dirinya menjadi tidak bisa lagi konsultasi ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional karena kantor itu pun turut pindah ke ibu kota negara baru.
”Dalam hal ini, hak saya dipreteli, dibasmi,” ujarnya.
Seusai permohonan dibacakan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mendapat kesempatan pertama memberikan nasihat. Sebelum lebih jauh menguraikan masukan-masukan yang diberikan, Enny bertanya mengapa Mulak Sihotang hingga menitikkan air mata sesaat setelah sidang dimulai.
Kalau IKN nanti sudah dipindah, saya merasa dirugikan. Saya nanti tidak melihat lstana Kepresidenan, tidak bisa melihat kantor-kantor kabinet karena sudah pindah. Jadi, hak saya sebagai masyarakat, sebagai pemohon, sudah dibasmi.
”Enggak tahu juga, Bu. Dari dalam hati saya sendiri,” kata Mulak menjawab pertanyaan Enny.
Enny pun kemudian menanyakan apakah Mulak memiliki kuasa hukum yang bisa mendampinginya dalam bersidang. Rupanya, Enny melihat ada banyak persoalan di dalam permohonan Mulak. Namun, Mulak mengaku akan jalan sendiri saat bersidang di MK.
Enny mengingatkan, berkas permohonan yang diajukan ke MK dan dibacakan di persidangannya akan menjadi konsumsi publik dan bisa dibaca oleh siapa pun. Oleh karena itu, harus ada kejelasan. Untuk kepentingan itu, ia pun meminta Mulak mengeluarkan pulpen dan mencatat nasihat-nasihat yang diberikan hakim.
Mulak menurut. Ia kemudian mengeluarkan pena dari dalam saku kemejanya. Dialog pun terjadi. Enny mengurai satu per satu hal yang perlu diperbaiki. Mulai dari penulisan identitas hingga hal-hal mendasar terkait permohonan, seperti kedudukan hukum, alasan permohonan, pertautan antara kerugian konstitusional dan pembuatan UU IKN.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih
”Tadi Pak Mulak kan bercerita, nanti kalau saya mau lihat ibu kota bagaimana caranya? Kok, jauh sekali. Kenapa enggak deket-deket sini saja. Ini sesuatu yang perlu dipikirkan, apakah itu termasuk sebuah kerugian konstitusional? Jadi, harus dipikirkan apa yang menjadi pertautannya terkait dengan pengajuan permohonan pengujian formil. Pak Mulak harus tahu itu,” tutur Enny.
Baca Juga: Antara Kiev, Yogyakarta, dan Ibu Kota Negara Nusantara
Enny kemudian menjelaskan secara pelan-pelan apa yang dimaksud dengan uji formil. Uji formil mempersoalkan proses pembentukan suatu undang-undang yang oleh pemohon diduga bermasalah dalam proses pembentukannya sehingga mengakibatkan UU terkait menjadi cacat formil. Mulak harus menguraikan hal tersebut. Demikian pula kaitannya dangan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai amanah dari Pasal 22A UUD 1945. Kedudukan hukum perlu dielaborasi, begitu pula uraian tentang tenggang waktu, alasan permohonan, dan petitum permohonan.
”Ini saya cerita banyak Pak Mulak enggak mencatat ini. Nanti didengar rekamannya, ya, Pak, ya,” sela Enny melihat Mulak yang hanya manggut-manggut mendengarkan suaranya.
Tiba-tiba saja Mulak hilang dari layar. Usut punya usut, koneksi konferensi video di kampus Universitas Indonesia, tempat Mulak mengikuti persidangan, terputus. Ketua panel pun kemudian memutuskan untuk menunggu koneksi kembali stabil. Namun, karena setelah beberapa lama Mulak belum muncul juga, hakim pun mempersilakan pemohon uji formil UU IKN di perkara yang lain (48/PUU-XX/2022) untuk membacakan permohonannya. Kebetulan hari Selasa kemarin MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan secara bersamaan untuk tiga perkara pengujian formil UU IKN.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F22%2F252f2fd4-cabd-44f3-a97a-631fbf8f3629_jpg.jpg){kind=logo}
Warga berfoto bersama di titik nol IKN Nusantara di kawasan PT ITCI Hutani Manunggal, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (22/3/2022). Pemerintah akan menanam sejumlah tanaman khas di tempat ini guna mewujudkan forest city.
Setelah konferensi video Mulak terhubung Kembali, Enny melanjutkan nasihatnya. Ia meminta agar Mulak memperhatikan Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengujian Undang-Undang agar format dan sistematika permohonannya sesuai dengan aturan MK. Ia menguraikan lebih detail mengenai apa yang dimaksud dengan uji formil sebuah UU.
”Kalau di sini, kan, Pak Mulak tidak menceritakan prosesnya yang bermasalah, tetapi ini, kan, Pak Mulak hanya curhat isinya. Pak Mulak curhat banyak sekali, dari ujung ke ujung. Nanti tidak bisa nyopir angkot, sulit melihat istana, dan sebagainya. Enggak bisa bikin warung. Lah, ini kan curhatnya Pak Mulak. Yang diuji di sini bukan curhat, tetapi proses pertentangannya itu dengan UUD mengenai pembentukan UU IKN,” tutur Enny.
UUD lama
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menyoroti lampiran alat bukti yang diberikan oleh Mulak ke Kepaniteraan MK. Sebab, Mulak mengajukan UUD 1945 versi sebelum amandemen sebagai alat bukti. Di dalam UUD 1945 tersebut, tidak ditemukan Pasal 22A yang menjadi dasar bagi pengujian formil.
Daniel juga menyoroti legal standing atau kedudukan hukum pemohon dalam mengajukan uji formil. Seperti diketahui, Mulak mengajukan diri sebagai pembayar pajak atau tax payer saat mengajukan permohonan.
”Selama ini bayar pajak apa?” tanya Daniel
”Pajak motor, Pak,” kata Mulak.
”Ada lagi?” lanjut Daniel bertanya
”Bikin STNK,” jawab Mulak.
”NPWP punya enggak?” tanya lagi Daniel.
”Tidak ada,” kata Mulak.
Daniel pun melanjutkan bahwa dirinya memastikan pemohon membayar pajak motor atau perpanjangan STNK. Sebab, Mulak mengajukan diri sebagai pembayar pajak saat menguji UU IKN. Apabila di dalam permohonan menguraikan sebagai tax payer, hal tersebut harus disertai dengan bukti.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat secara lebih tegas meminta Mulak memperbaiki seluruh permohonannya. Sebab, permohonan Mulak belum menguraikan dasar hukum landasan pengujian, serta tak sesuai dengan sistematika permohonan pengujian formil.
”Ini semua harus diperbaiki. Yang jelas, kalau tidak (diperbaiki), permohonannya kabur, enggak jelas, enggak punya legal standing, tinggal dibatalkan MK,” kata Arief.
Baca Juga: Simbol Keberagaman, Tanah dan Air dari Seluruh Provinsi Disatukan di Titik Nol IKN
Arief juga menyarankan, meski semula memutuskan untuk jalan sendiri, Mulak perlu meminta kuasa hukum atau orang yang ahli hukum untuk mendampingi. Ini penting agar permohonannya memenuhi syarat formil dan materiil (narasi) permohonan uji formil.
Hingga saat ini, MK menerima permohonan pengujian UU IKN dari sembilan pihak. Beberapa perkara sudah melalui sidang pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan. Jika mengacu pada putusan MK Nomor 79/PUU-XX/2019, MK memiliki waktu selama 60 hari kerja untuk memutus perkara uji formil. Tenggang waktu penyelesaian perkara uji formil itu dihitung sejak perkara dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).
Meski belum ada yang memasuki batas waktu 60 hari kerja, MK sebaiknya segera memutus permohonan uji formil dari masyarakat. Ini penting untuk memberikan kepastian hukum karena pembangunan ibu kota negara baru sudah dimulai.
