Ketua DPR: Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Harus Bebas Kepentingan Politik
Pemahaman akan kebutuhan masyarakat daerah tak cukup menjadi pertimbangan dalam mengangkat penjabat kepala daerah. Bebas dari intervensi politik juga mesti menjadi pertimbangan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta untuk lebih cermat dan selektif dalam mengangkat penjabat kepala daerah. Tak hanya memahami kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat daerah yang akan dipimpin, penjabat kepala daerah juga mesti bebas dari intervensi dari kekuatan politik mana pun. Jangan sampai penjabat kepala daerah yang ditunjuk mengambil keuntungan pribadi maupun kelompok tertentu, karena hal ini akan merugikan rakyat.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, gelombang pertama pengisian penjabat kepala daerah akan dimulai pada Mei 2022. Setidaknya terdapat 5 provinsi, 6 kota, dan 37 kabupaten yang ditinggalkan kepala daerah definitif karena habis masa jabatannya. Pemerintah harus mengangkat penjabat kepala daerah karena pemilihan kepala daerah baru digelar pada November 2024.
Jika ditotal, sepanjang 2022 akan ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya habis. Adapun pada 2023 ada 171 kepala daerah yang masa jabatannya habis sehingga pemerintah harus menunjuk penjabat kepala daerah.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani melalui keterangan tertulis, Senin (18/4/2022), mengatakan, masih ada waktu sekitar satu bulan lagi bagi pemerintah untuk menunjuk penjabat kepala daerah gelombang pertama. Puan berharap proses penunjukan penjabat tersebut dilakukan selektif, transparan, dan terbuka bagi partisipasi publik. Hal yang juga penting adalah pengangkatan penjabat harus bebas dari intervensi politik.
”Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” tuturnya.
Puan berharap pemerintah cermat dalam proses penyaringan dan menetapkan penjabat daerah. Tentu, kemampuan mereka harus sesuai dengan karakteristik daerah. Secara khusus, mereka juga harus memahami kebutuhan sosial dan ekonomi di daerah yang akan dipimpinnya.
”Jangan setelah menjabat, baru mempelajari lagi dari nol daerah yang dipimpinnya. Ingat, sekarang rakyat butuh pemulihan ekonomi yang super cepat dari dampak pandemi Covid-19. Meskipun akan menjabat sementara, penjabat kepala daerah harus menjalankan pemerintahan daerah dan melayani rakyat dengan all out,” katanya.
Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik.
Penjabat kepala daerah tidak boleh menjalankan tugas-tugas secara seadanya. Apalagi, mereka hanya mengambil keuntungan sesaat dari jabatannya. Sebab, apabila itu terjadi, rakyat akan sangat dirugikan.
”Pengawasan dan evaluasi harus dilakukan berkala tanpa menunggu masa jabatannya habis. Jika di tengah jalan nantinya kinerja penjabat kepala daerah ini mulai terlihat letoi, apalagi kedapatan mengambil keuntungan dari jabatannya, segera evaluasi dan tindak tegas menurut aturan yang berlaku,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Untuk itu, masyarakat sipil dan media diminta turut mengawasi kinerja para penjabat kepala daerah. Kemudian, pemerintah juga diminta untuk memperhatikan masukan dari masyarakat tersebut. “Pengawasan yang super ketat ini mutlak sebagai kompensasi jabatan penjabat kepala daerah yang ditunjuk pemerintah, bukan dipilih rakyat,” katanya.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengingatkan pemerintah agar memberikan pelatihan bagi para penjabat sebelum turun ke daerah yang akan dipimpinnya. Dengan demikian, mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengurus pemerintahan daerah.
”Pelatihan penting untuk para penjabat, khususnya yang belum mengenal dengan cukup baik bagaimana operasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Apalagi, yang dari gelombang pertama ini, mereka akan memimpin daerah dalam waktu yang cukup lama. Itu kompleks,” ucap Djohermansyah.
Di samping itu, ia juga mengingatkan agar para penjabat kepala daerah tidak terbawa dalam permainan politik. Hal ini penting agar birokrasi juga tidak ikut tercemari. Untuk itu, penunjukan penjabat kepala daerah ini harus transparan dan bebas dari kepentingan politik.
”Saya khawatir sekali karena birokrasi kita gampang dipolitisasi,” ujar Djohermansyah.