Mahasiswa dari berbagai kampus di Tanah Air telah bersuara tegas meminta Pemilu 2024 digelar sesuai dengan jadwal dan wacana perpanjangan jabatan presiden ditolak. Mahasiswa berjanji terus mengawal kebijakan pemerintah.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·5 menit baca
Wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo memicu protes. Penegasan pelaksanaan Pemilu 2024 oleh Presiden Jokowi ternyata tak mampu membuat mahasiswa urung menggelar aksi. Melalui gelombang gerakan aksi demonstrasi, mahasiswa mewanti-wanti bahwa melanggengkan kekuasaan berbahaya bagi stabilitas nasional.
Sehari sebelum unjuk rasa digelar pada Senin (11/4/2022), Presiden menegaskan bahwa semua tahapan dan jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak sudah ditetapkan dan akan dilaksanakan pada 2024. Mahasiswa menilai pernyataan Presiden tetap kurang tegas. Mereka lantas memutuskan berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR untuk mendorong wakil rakyat bertindak lebih tegas dalam mengawasi dan mengontrol kebijakan pemerintah.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”H-1 (pernyataan Presiden) sebelum demo dan itu tidak menyurutkan kita untuk melakukan demonstrasi karena memang baru pernyataan sikap. Karena itu, kita akan terus mengawasi dan mengontrol sampai 2024,” kata Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kaharuddin dalam Satu Meja The Forum bertajuk ”Setelah Unjuk Rasa, Lalu Apa?” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (13/4/2022) malam.
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo itu hadir pula sebagai pembicara lain Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia yang juga mantan aktivis Usman Hamid, anggota DPR yang juga mantan aktivis Adian Napitupulu, dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Mufti Makarim.
Kaharuddin menegaskan, keputusan memindahkan lokasi unjuk rasa tidak ditetapkan pada H-1. ”Gerakan mahasiswa ini menjadi atensi dari pemerintah ataupun dari kelompok oposisi sehingga jangan sampai gerakan mahasiswa ditunggangi kelompok mana pun. Ini betul-betul murni atas dasar kepentingan rakyat, atas dasar hati nurani dan keberanian,” katanya.
Terus berkonsolidasi
Kaharudin menyatakan, mahasiswa akan terus berkonsolidasi karena aksi demonstrasi yang sudah digelar bukanlah puncak dari gerakan mahasiswa. ”Bagaimana puncak dari gelombang pertama yang akan ada gelombang-gelombang berikutnya ketika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu kebermanfaatannya bukan kepada rakyat,” ucapnya.
Dia menegaskan, gerakan mahasiswa akan terus fokus mengawal kebijakan pemerintah, memastikan kebijakan itu berpihak kepada rakyat.
Mufti Makarim menegaskan, pernyataan Presiden terkait pelaksanaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan selalu konsisten dan tegas. Apalagi, proses politik untuk persiapan Pemilu 2024 juga terus berjalan tanpa penundaan. ”Bukan hanya pada hari Minggu (10/4), melainkan sudah jauh-jauh hari. Ketika wacana ini dilempar atau dimunculkan oleh beberapa orang, Presiden sudah membuat gesture atau ketidaknyamanan terhadap ide ini,” ujar Mufti.
Pada 2019, Presiden Jokowi sudah menyampaikan penolakan soal perpanjangan masa jabatan dengan kalimat: ”Kalau ada yang mengusulkan itu (jabatan presiden tiga periode), ada tiga motif menurut saya: ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan, itu saja!”
Namun, pernyataan tersebut kemudian dinilai ”bersayap” ketika Presiden belakangan menyebut taat pada konstitusi dan perpanjangan masa jabatan sebagai bagian dari aspirasi masyarakat. ”Tidak (bersayap). Presiden ketika menyebut konstitusi yang dimaksud dengan konstitusi yang ada hari ini,” ujar Mufti.
Menurut Mufti, Presiden Jokowi juga bekerja sesuai dengan jadwal kegiatan kenegaraan. ”Sehingga momentum pada hari Minggu (10/4), momentum pelantikan (anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027) yang dilakukan pada hari Selasa (12/4) sudah seperti itu kalendernya. Jadi, tidak ada hubungan ada aksi reaksiya. Tidak ada hubungannya karena semua sudah terencana dan sesuai dengan agenda kenegaraannya,” katanya.
Hak konstitusional
Adian Napitupulu mengaku bingung dengan keriuhan unjuk rasa terkait penundaan Pemilu 2024. Menurut dia, perubahan konstitusi untuk menunda pemilu hanya bisa terjadi jika DPR dan DPD mendukung, kemudian mengusulkan lewat MPR. Ia menyebut pengunjuk rasa lebih khawatir dengan imajinasi dan ketakutannya sendiri yang tak didukung fakta.
”Aksi itu untuk apa? Apakah aksi untuk aksi atau aksi untuk tujuan. Ada yang bilang tuntutan tidak hanya itu, kalau begitu tuntutan itu (tiga periode) dibuang, wong sudah tercapai,” ujar Adian.
Fakta yang mengemuka, kata Adian, antara lain, persiapan pemilu terus berjalan. Komposisi jumlah partai dan menteri yang menolak pun lebih banyak dibandingkan dengan yang mendukung perpanjangan masa jabatan presiden. Apalagi, suara DPD 100 persen menolak penundaan Pemilu 2024.
”Hal ini (fakta) hilang karena asumsi. Jangan jangan, jangan jangan. Kalau begini bagaimana? Kalau begitu bagaimana? Problemnya adalah asumsi yang tidak berbasiskan data, itu cuma berbasiskan peristiwa yang tidak apple to apple bisa menjadi landasan bergerak dari kaum intelektual,” kata Adian.
Usman Hamid menegaskan, unjuk rasa merupakan hak konstitusional warga negara. Menurut dia, pernyataan Presiden Jokowi perlu diapresiasi, tetapi tetap perlu dikawal hingga Pemilu 2024 benar-benar terealisasi. Apalagi, penundaan pemilu hanya satu di antara beberapa isu tentang amendemen konstitusi. Wacana amendemen konstitusi ini pernah muncul beberapa tahun yang lalu, kemudian tenggelam dan tiba-tiba muncul kembali. ”Mahasiswa ingin terus mengawal agenda politik ini,” ujarnya.
Unjuk rasa mahasiswa tetap digelar juga karena mereka tak sekadar menyuarakan soal perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu. Mahasiswa mengusung isu kerakyatan dengan beragam tuntutan, seperti stabilitas harga bahan pokok hingga penundaan pembuatan ibu kota negara baru. Demonstrasi mahasiswa juga berupaya mencapai liberalisasi politik, mencegah agar negara tidak otoriter, serta melahirkan jaminan hak politik dan kebebasan sipil yang membatasi kekuasaan.
KSP menyatakan, apresiasi terhadap gerakan aksi mahasiswa dan membuka ruang terhadap penyampaian pendapat dari sejumlah pihak. ”Sesuai arahan Presiden, kita semua harus bekerja keras mengatasi persoalan yang terjadi di masyarakat, kesulitan ekonomi, kesulitan-kesulitan sebagai dampak perubahan geopolitik dan itu harus menjadi concern dari para menteri. Karena itu, Presiden meminta kita semua fokus, tidak lagi membicarakan tema-tema yang tidak relevan dengan konteks hari ini, harus ada empati,” ujar Mufti.
Agenda Pemilu 2024 telah ditetapkan. Masyarakat sipil bertugas terus mengawal agar KPU bisa menyelenggarakan Pemilu 14 April 2024 tanpa direcoki lagi oleh manuver atau wacana untuk menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden.