Peretasan Tak Surutkan Rencana Demo Mahasiswa Tolak Penundaan Pemilu 2024
Akun media sosial dan percakapan daring sejumlah mahasiswa yang akan unjuk rasa menentang perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024, Senin (11/4/2022), diretas. Bukan kali ini saja hal itu terjadi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akun aplikasi percakapan daring dan media sosial sejumlah mahasiswa penentang wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 ditengarai kembali diretas. Oleh peretas, disebarkan disinformasi bahwa unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/4/2022), yang salah satu agendanya menyuarakan penolakan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut, batal digelar.
Sabtu (9/4/2022), akun Instagram Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kaharuddin @kaharud_din mengunggah poster berisi informasi bahwa aksi unjuk rasa mahasiswa pada 11 April dinyatakan dibatalkan karena Ramadhan dan kasus Covid-19 masih belum mereda. Di unggahan poster itu juga tertera keterangan berbunyi, ”maaf teman-teman seperjuangan bukan untuk mencederai perjuangan kalian, mungkin untuk melakukan aksi saat ini sangat tidak tepat. Jadi saya nyatakan aksi 11 April 2022 dibatalkan. Koordinator Pusat BEM SI Kaharuddin HSN DM”.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Saat dikonfirmasi, Minggu (10/4/2022), Kaharuddin mengaku akun Instagramnya telah diretas. Dia memastikan bahwa informasi yang diunggah tersebut adalah hoaks. Dirinya tidak pernah mengunggah poster dan keterangan tersebut. Sampai sekarang, dia juga belum bisa masuk ke akunnya itu.
Saat ini, mahasiswa Universitas Riau itu sudah berada di Jakarta untuk persiapan aksi besok bersama rekan mahasiswa lainnya. Menurut rencana, aksi akan dihadiri oleh setidaknya 1.000 orang mahasiswa dari berbagai organisasi BEM.
Tak hanya akun Instagram, akun Facebook serta tiga nomor aplikasi percakapan Whatsapp miliknya juga diretas. Peretasan itu terjadi beberapa kali sejak dia mengikuti unjuk rasa mahasiswa pada akhir Maret lalu. Pasca-unjuk rasa penolakan perpanjangan masa jabatan presiden itu, akun Whatsappnya tiba-tiba keluar (log out) dengan keterangan nomor telah dioperasikan di gawai lain. Setelah beberapa kali percobaan, baru Kaharuddin bisa mengambil alih akunnya.
”Tadi pagi itu saya hanya bisa menerima pesan saja, tidak bisa menelepon atau mengirimkan pesan singkat melalui Whatsapp,” kata Kaharuddin.
Selain dirinya, ia menyebut sejumlah ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan presidium organisasi kemahasiswaan yang akan mengikuti unjuk rasa besok juga diretas akun media sosial ataupun aplikasi percakapan daring. Sama seperti dirinya, para ketua BEM dan presidium organisasi kemahasiswaan itu mengalami serangan peretasan sejak unjuk rasa pada akhir Maret 2022.
Meskipun demikian, mereka belum melaporkan kejadian itu ke kepolisian. ”Sekarang, kami masih terus berkoordinasi menyusun strategi aksi besok. Yang jelas, demo besok tetap berjalan sesuai jadwal. Kami ingin aspirasi tetap tersampaikan dan jangan sampai dibubarkan oleh aparat,” kata Kaharuddin.
Aspirasi yang akan disampaikan oleh mahasiswa dalam unjuk rasa besok di antaranya menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024, mengkaji ulang Undang-Undang Ibu Kota Negara, dan tuntutan kepada pemerintah untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok.
Selain itu, mahasiswa menuntut penegakan hukum dan pemberantasan mafia minyak goreng, penyelesaian konflik agraria sebagai dampak pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah, dan tuntutan kepada presiden dan jajaran menteri untuk fokus menuntaskan visi-misi dan program kerjanya sebelum jabatan berakhir di 2024.
Kepala Divisi Keamanan Online Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), organisasi masyarakat sipil yang membela hak-hak digital, Banimal, mengatakan, laporan terkait akun media sosial dan percakapan daring sejumlah mahasiswa yang diretas sudah masuk ke Safenet. Mereka yang mendapat serangan digital itu terus dipantau oleh Safenet.
Safenet juga meminta mahasiswa untuk lebih hati-hati saat berkomunikasi dengan platform digital. Sebab, serangan digital bisa saja kembali terjadi saat korban merasa nyaman ketika akunnya kembali, tetapi sebenarnya masih banyak celah yang bisa dijebol oleh peretas. Misalnya, password yang terlalu mudah ditebak atau pengguna belum menerapkan verifikasi dua arah dalam platform digitalnya.
”Saat ini, Safenet sedang berupaya berkonsolidasi dengan beberapa rekan mahasiswa untuk membantu melindungi hak-hak digital mereka dari serangan lanjutan,” kata Banimal.
Berdasarkan data Safenet, sepanjang 2021, kelompok mahasiwa berada di urutan ketiga kelompok yang kerap mengalami serangan digital. Dalam laporan situasi hak-hak digital 2021, Safenet mencatat korban serangan digital berturut-turut adalah 50 orang dari kalangan aktivis, 34 warga sipil, 27 mahasiswa, 25 jurnalis dan media, 17 lembaga pemerintah, 12 pegawai swasta, dan 10 organisasi masyarakat sipil.
Jika dibandingkan dengan 2020, jumlah serangan digital pada 2021 meningkat 38 persen. Sepanjang 2021 ada 193 insiden serangan digital yang dilaporkan ke Safenet. Adapun di tahun 2020 hanya 147 insiden.
Dilihat dari jenis platform digital yang paling sering diserang, tertinggi pada Whatsapp sebanyak 62 kasus, Instagram 43 kasus, situs web 29 kasus, Telegram 24 kasus, Twitter 19 kasus, dan Facebook 14 kasus. Besarnya serangan digital terhadap platform Whatsapp dan Instagram tak bisa dilepaskan dari popularitas kedua aplikasi itu. Hingga Juni 2021, ada sekitar 84,8 juta pengguna Whatsapp di Indonesia. Adapun jumlah pengguna Instagram hingga Oktober 2021 sebanyak 91 juta akun.
Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto menilai, serangan digital terhadap koordinator BEM SI dan mahasiswa lainnya sebagai bentuk serangan politis karena bersifat penggembosan terhadap gerakan mahasiswa. Hal ini sekaligus melegitimasi bahwa serangan digital di Indonesia semakin politis.
Dilihat dari latar belakang kelompok yang menjadi korban serangan digital, rata-rata adalah kelompok kritis yaitu aktivis, jurnalis dan media, mahasiswa, serta organisasi masyarakat sipil. Tahun 2021, serangan terhadap empat kelompok ini mencapai 58,95 persen.
”Pola-pola serangan ini selalu kami temukan seragam terjadi di berbagai peristiwa politik yang sedang hangat. Artinya, ada kesamaan pola serangan dan diduga berasal dari pihak yang sama dengan operator serangan yang kemungkinan juga sama,” terang Damar.
Terkait dengan pengamanan unjuk rasa mahasiswa besok, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan, personel dan skenario pengamanan telah disiapkan oleh Polda Metro Jaya. Menurut rencana, aparat kepolisian Polda Metro Jaya juga akan dibantu oleh pasukan Brigade Mobil (Brimob).
”Terkait pengamanan demonstrasi besok, baik rekayasa lalu lintas maupun personel pengamanan, semuanya disiapkan oleh Polda Metro Jaya,” tutur Ahmad.
Adapun terkait personel TNI yang dikerahkan untuk membantu pengamanan unjuk rasa, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menegaskan mereka akan disiplin, bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya. Unjuk rasa dinilainya sebagai hak politik dan berpendapat yang dijamin konstitusi dan dilindungi undang-undang.
”Namun jangan sampai merusak fasilitas umum dan infrastruktur yang ada karena yang rugi kita semua. Suara rakyat pasti didengar oleh pemerintah,” ujarnya saat berkunjung ke rumah dinas Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyalla Mahmud Mattalitti, Sabtu.
La Nyalla menyatakan, aspirasi mahasiswa merupakan arus yang tidak bisa dibendung. Enam tuntutan yang disampaikan mahasiswa adalah suara rakyat kebanyakan. Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada aparat keamanan agar kebebasan berpendapat itu harus difasilitasi dengan baik. ”Adik-adik mahasiswa ini sebagai saluran dari suara rakyat. Itu harus dihargai dan diterima dengan baik,” katanya.
Koordinator Simpul Aktivis 1998 (Siaga 98) Hasanuddin pun mengatakan, sikap protes dan aksi mahasiswa adalah bentuk partisipasi politik mahasiswa yang menolak pengkhianatan pada konstitusi. Wajar mahasiswa bereaksi ketika ada isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode. Oleh karena itu, aksi protes mahasiswa seharusnya tidak disikapi dengan represif oleh Polri.
Menurut Hasanuddin, di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, kepolisian digagas bertransformasi dalam konsep Polri Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan). Konsep ini seharusnya mengutamakan pendekatan prediktif dalam menyikapi permasalahan keamanan dan menciptakan keteraturan sosial.
”Kami meminta Kapolri segera mengeluarkan instruksi kepada jajarannya untuk bersikap persuasif dan tidak menghalang-halangi upaya warga negara menyampaikan pendapat di muka umum secara damai dan tertib,” kata Hasanuddin.