Jadikan Momen Pelantikan KPU-Bawaslu untuk Hentikan Wacana Tunda Pemilu 2024
Meski Presiden sudah menegaskan patuh konstitusi dan meminta wacana penundaan pemilu tak lagi disuarakan, komitmen pemerintah menggelar pemilu pada 2024 perlu sekali lagi ditegaskan saat pelantikan KPU-Bawaslu 2022-2027.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum periode 2022-2027, pada 12 April 2022, menjadi momentum bagi pemerintah untuk menegaskan komitmen menyelenggarakan Pemilu 2024 atau sesuai dengan amanat konstitusi. Setelah dilantik, penyelenggara pemilu juga diharapkan segera menyiapkan sejumlah regulasi dan mengajukan kebutuhan anggaran untuk Pemilu 2024 sebagai langkah konkret menghentikan wacana penundaan Pemilu 2024.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (10/4/2022), mengatakan, momen pelantikan komisioner KPU dan Bawaslu perlu digunakan untuk menegaskan kehendak politik (political will) pemerintah untuk patuh dan berkomitmen menyelenggarakan agenda politik, berupa pemilu lima tahun sekali. Hal ini sudah ditegaskan dalam konstitusi serta dalam peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Pemilu.
”Presiden perlu tegas menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu 2024 itu dan tidak akan membiarkan adanya keraguan dari masyarakat tentang komitmen itu,” ujar Topo.
Pada Sabtu (9/4/2022), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, pemerintah fokus menyiapkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang telah ditetapkan akan digelar pada 14 Februari 2024. Untuk melancarkan persiapan pemilu itu, pada 12 April, Presiden Joko Widodo akan melantik anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027.
Topo melanjutkan, seusai dilantik, para komisioner KPU dan Bawaslu juga tidak perlu takut untuk menegaskan bahwa mereka komitmen menyelenggarakan Pemilu 2024 dan tidak akan berpikir tentang persoalan penundaan pemilu. Para penyelenggara pemilu harus tegak lurus dalam independensi kelembagaan mereka yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
”Jangan sampai mereka memberikan jawaban yang ngambang dan diplomatis, yang bisa membuat publik ragu. Jadi, mereka mesti tegas karena mereka yang paling punya otoritas,” tutur Topo.
Topo menjelaskan, pelantikan komisioner KPU dan Bawaslu juga sebenarnya merupakan bagian dari siklus pemilu, yakni pra-pemilu yang diisi dengan berbagai persiapan, sampai dengan pelaksanaan semua tahapan pelaksanaan Pemilu 2024, lalu diakhiri dengan evaluasi pasca-pemilu. Untuk itu, KPU dan Bawaslu diharapkan dapat melaksanakan ketentuan dalam UU Pemilu, dalam hal ini adalah menyiapkan berbagai peraturan pelaksanaannya dan juga menyiapkan tahapan-tahapan pemilu. Selain itu, mereka juga harus melakukan konsolidasi dan penyiapan kelembagaan dari pusat hingga daerah.
Tak kalah penting, lanjut Topo, diharapkan KPU dan Bawaslu segera menyiapkan berbagai hal terkait dengan persoalan pendanaan pemilu, salah satunya berkoordinasi dengan pemerintah dan DPR. Pendanaan pemilu ini sangat penting karena pemilu tak akan mungkin terlaksana jika dana pemilu tidak ada.
Pekerjaan rumah
Dihubungi secara terpisah, peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Ihsan Maulana, menyampaikan, ada sejumlah pekerjaan rumah yang menanti penyelenggara pemilu setelah mereka dilantik.
Pertama, mereka diharapkan segera mengesahkan rancangan peraturan KPU (PKPU) tentang jadwal dan tahapan. Untuk diketahui, jadwal pemungutan suara Pemilu 2024, sudah disepakati pemerintah, DPR beserta penyelenggara pemilu. Namun, hingga saat ini rancangan PKPU tentang jadwal dan tahapan tidak kunjung disahkan. Padahal, aturan tersebut penting segera ditetapkan karena melalui peraturan itu proses penyelenggaraan pemilu 2024 baru bisa dikatakan berjalan.
Kedua, penyelenggara pemilu juga harus sesegera mungkin membahas anggaran pemilu yang sampai saat ini belum ada. Pasalnya, tahapan akan sangat sulit berjalan jika ketersediaan anggaran tidak memadai. Untuk itu, penyelenggara pemilu perlu membahas anggaran dengan pemerintah dan DPR. Ketiga, penyelenggara pemilu juga perlu menyiapkan beberapa tahapan terdekat dari segi regulasi. Misalnya, tahap pendaftaran dan verifikasi partai politik yang merupakan tahapan paling awal untuk Pemilu 2024. Regulasi ini perlu segera disiapkan agar ada kepastian teknis tahapan.
Ihsan menilai, pelantikan KPU dan Bawaslu tidak menjadi jaminan komitmen pemerintah terhadap penundaan pemilu. Sebab, pelantikan KPU dan Bawaslu sudah merupakan perintah UU. Sementara untuk menjawab komitmen, pemerintah perlu segera menerima dan membahas anggaran dan regulasi bersama komisioner baru KPU dan Bawaslu. ”Pasca-tiga aspek itu ditetapkan, spekulasi penundaan pemilu, saya yakin tidak terjadi kembali,” kata Ihsan.
Salah satu anggota KPU periode 2022-2027, Idham Holik, menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan serta konstitusi. Pada Pasal 167 Ayat 1 UU Pemilu disebutkan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Ketentuan ini juga merujuk ke Pasal 22E Ayat 1 UUD 1945.
”Ketentuan itu harus dilaksanakan karena masih efektif berlaku, Kami akan sepenuhnya melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan pemilu yang berlaku. Tentunya, ketentuan perundang-undangan tersebut berdasarkan pada konstitusi,” tutur Idham.
Idham juga mengatakan, setelah pelantikan pada 12 April mendatang, para penyelenggara pemilu akan segera menggelar rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Untuk waktu pastinya, ia menyebutkan, hal tersebut masih didiskusikan oleh seluruh pihak.