Tepis Isu Penundaan Pemilu, Segera Putuskan Tahapan dan Anggaran Pemilu 2024
Dua bulan jelang dimulainya tahapan Pemilu 2024, anggaran pemilu belum diputuskan. Begitu pula soal tahapan pemilu. Keputusan soal tahapan dan anggaran pemilu jadi kunci menepis merebaknya isu penundaan pemilu.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, IQBAL BASYARI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan terkait tahapan dan anggaran Pemilu 2024 menjadi salah satu kunci untuk menepis wacana dan manuver penundaan pemilu yang terus bergulir. Keduanya menjadi penanda bahwa pemilu akan tetap digelar sesuai kesepakatan pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan penyelenggara pemilu, yakni pada 14 Februari 2024. Oleh karena itu, pembahasan harus segera dimulai dan tidak berlarut-larut.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, di tengah terus berkembangnya isu penundaan Pemilu 2024, semua pihak harus berkomitmen untuk segera membahas dan memutuskan terkait tahapan dan anggaran Pemilu 2024. Kedua hal itu ibarat bahan bakar yang akan menggerakkan pembahasan tahapan pemilu lainnya. Keterlambatan pembahasan keduanya tentu akan membuat tahapan lainnya ikut tertunda.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Selain itu, tahapan Pemilu 2024 semestinya sudah dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, yakni pada Juni mendatang. Artinya, tersisa waktu sekitar dua bulan untuk merumuskan tahapan dan anggaran. Meski bisa dibahas sejak saat ini, DPR sempat menyatakan pembahasan menanti hingga pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2022-2027 pada 11 April 2022.
”Ini yang perlu ditagih bahwa begitu mereka sudah dilantik pada 11 April, pembahasan harus langsung dilakukan supaya tidak mengulur waktu lagi,” kata Khoirunnisa yang dihubungi dari Jakarta, Senin (4/4/2022).
Pembahasan hendaknya tidak berlarut-larut apalagi mengulang dari awal karena baik tahapan ataupun kebutuhan anggaran untuk Pemilu 2024, sudah dimulai pembahasannya oleh anggota KPU yang menjabat saat ini. Rencana anggaran sudah dibuat, begitu juga Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Tahapan, Program, dan Jadwal. Saat ini, yang diperlukan adalah persetujuan dari DPR dan pemerintah.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Luqman Hakim mengatakan, pihaknya sudah menjadwalkan pembahasan Rancangan PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal pada 11 April. Jika jadwal itu ternyata bersamaan dengan agenda lain dari KPU dan Bawaslu, jadwal akan disesuaikan.
”Prinsipnya pada masa sidang ini, Komisi II DPR mengagendakan untuk membahas tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024 bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya. Masa persidangan DPR saat ini akan berakhir pada 14 April 2022.
Sebelumnya Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro menyebut, pelantikan anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 akan dilakukan 11 April. Jadwal pelantikan itu disesuaikan dengan habisnya masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu di tanggal yang sama.
Luqman pun tidak mempermasalahkan jika pembahasan tentang Rancangan PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal dilakukan sebelum 11 April. ”Bagi saya, mitra Komisi II DPR itu kelembagaan, bukan individu atau perorangan sehingga meski anggota KPU, Bawaslu, atau menteri berganti orang, sama sekali tidak menjadi hal yang dipertimbangkan,” tuturnya.
Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat ke Komisi II DPR agar pembahasan tentang Rancangan PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal dilakukan secepatnya. Sebab, KPU bekerja secara berkelanjutan sehingga bisa dilakukan tanpa menunggu pelantikan penyelenggara pemilu yang baru.
Persiapan parpol
Sementara pembahasan anggaran dan tahapan masih menunggu kepastian, sejumlah partai politik (parpol) yang menolak penundaan pemilu terus mempersiapkan diri untuk berkontestasi pada 2024.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, perkembangan isu dan manuver sejumlah pihak tidak berpengaruh pada langkah partai dalam mempersiapkan diri mengikuti Pemilu 2024. Sebanyak tiga pilar partai, yakni struktural, eksekutif, dan legislatif, terus berkonsolidasi secara menyeluruh. ”Tidak (berpengaruh), keyakinan partai seperti itu, taat pada konstitusi. Apalagi saat ini masih menghadapi pandemi Covid-19, fokus utama membantu rakyat inheren dengan konsolidasi persiapan pemilu,” katanya.
Hasto menambahkan, saat ini PDI-P sudah siap mengikuti tahapan verifikasi administrasi parpol. Badan Saksi dan Pemilu Nasional PDI-P bahkan telah memulai pelatihan untuk pelatih (training of trainer) para saksi yang akan bertugas di tempat pemungutan suara. Pelatihan diselenggarakan di Sekolah Partai.
Hal senada diungkapkan Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Kamhar mengatakan, persiapan untuk berkontestasi di Pemilu 2024 terus berjalan meski isu penundaan pemilu juga digencarkan sejumlah pihak. Demokrat telah membentuk tim satuan tugas verifikasi parpol di semua tingkatan struktur. Tim bertugas untuk mempersiapkan verifikasi parpol peserta pemilu.
Selain itu, Bappilu DPP Demokrat juga telah mempersiapkan mekanisme dan menjaring calon anggota legislatif (caleg). ”Target kami pada semester dua tahun ini telah rampung daftar caleg sementara seluruh daerah pemilihan untuk DPR,” kata Kamhar.
Ia menambahkan, wacana penundaan pemilu telah mengganggu kehidupan demokrasi yang terbukti dengan munculnya berbagai demonstrasi mahasiswa. Untuk itu, ia meminta Presiden Joko Widodo merespons isu ini dengan tegas. ”Presiden tak boleh bersembunyi di balik tafsir yang keliru terhadap demokrasi dan membiarkan pembantu-pembantunya melakukan manuver makar atau terorisme konstitusi. Jangan membawa bangsa ini pada jurang kehancuran demokrasi,” ujar Kamhar.
Isu penundaan pemilu kembali mencuat setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar bertemu dengan perwakilan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akhir Februari lalu. Muhaimin meminta pemilu ditunda 1—2 tahun atas nama perbaikan ekonomi. Gagasan itu kemudian didukung oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Adapun Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto tak menolaknya tetapi memilih mengomunikasikan usulan itu dengan pimpinan partai politik lainnya. Di luar ketiga parpol itu, enam parpol lainnya yang mendudukkan wakilnya di MPR/DPR, yakni PDI-P, Gerindra, Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tegas menolak.
Meski ditolak mayoritas parpol, gagasan ini terus mengemuka. Bahkan berkembang menjadi wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merupakan salah satu yang menyuarakannya dan mengklaim gagasan itu didukung mayoritas publik yang terekam dalam mahadata 110 juta warganet. Namun, ide itu dikritik dan dipertanyakan validitasnya oleh banyak pihak.
Belakangan, dukungan terhadap wacana presiden tiga periode dikemukakan sejumlah kepala desa dan perangkat desa dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) Asosiasi Pemerintah Daerah Seluruh Indonesia (Apdesi) di Jakarta, akhir Maret lalu, yang dihadiri Luhut. Beberapa hari setelahnya, ide untuk menambah masa jabatan presiden selama tiga tahun, yang berimbas pada penundaan pemilu bergulir dalam pertemuan tokoh masyarakat, camat, dan kepala desa se-Lebak, Banten. Pertemuan yang digelar mantan Bupati Lebak (2003-2013) Mulyadi Jayabaya itu juga dihadiri Luhut.
Tidak ada dukungan istana
Secara terpisah, Menteri Sekretaris Negara Pratikno saat Rapat Kerja Komisi II DPR menegaskan, saat Presiden Joko Widodo mengikuti Silatnas Apdesi, tidak ada pernyataan deklarasi apa pun. Jika ada deklarasi, itu di luar pengetahuan presiden. Istana pun menegaskan tidak ada anggaran yang diberikan untuk acara-acara deklarasi perpanjangan masa jabatan presiden/wakil presiden.
”Deklarasi yang dilakukan yang kami baca di media itu dilakukan belakangan setelah kami meninggalkan tempat,” ujarnya.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga menegaskan, tidak ada anggaran dari Setneg, Seskab, dan KSP untuk mendanai deklarasi perpanjangan masa jabatan. Apalagi presiden sudah empat kali menyampaikan sikapnya ke publik terkait wacana tersebut.
”Saya yakin apa yang disampaikan oleh presiden sudah cukup jelas ditangkap oleh publik. Bahwa kemudian masih ada yang mencoba, namanya juga mencoba, tetapi kami tahu untuk mengubah apalagi melakukan amendemen UUD 1945 tidak mudah dan itu akan membuka kotak pandora ke mana-mana,” katanya.