Luhut Kembali Terlihat Saat Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Disuarakan di Lebak
Menteri Luhut Binsar Pandjaitan kembali terlihat di acara kepala desa yang di dalamnya menyuarakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Kali ini, di Lebak. Wacana ini terus digulirkan meski publik menentangnya.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, PRAYOGI DWI SULISTYO
·7 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Wacana perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden masih terus digulirkan di kalangan kepala desa dan perangkat desa. Setelah Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi di Jakarta pada Selasa (29/3/2022), ide menunda Pemilu 2024 yang berimbas pada perpanjangan masa jabatan presiden muncul dalam pertemuan ratusan kepala desa dan tokoh daerah di Lebak, Banten. Dalam acara tersebut, hadir Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Pertemuan itu terjadi Kamis (31/3) pagi di kediaman Mulyadi Jayabaya, Bupati Lebak (2003-2013) yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Sekitar 3.000 orang yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, camat, dan kepala desa dari 340 desa di Lebak hadir dalam kegiatan tersebut.
Kepala Desa Bayah Timur, Lebak, Rafik Rahmat Taufik, salah satu yang menghadiri acara itu, mengungkapkan, pertemuan dilakukan dalam rangka silaturahmi menjelang bulan Ramadhan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Jayabaya memang kerap mengundang tokoh masyarakat setempat untuk berkumpul di rumahnya. Tahun ini, undangan disampaikan sekitar sepekan sebelum hari H oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Apdesi Kabupaten Lebak, melalui pesan daring di aplikasi Whatsapp.
Dalam pesan undangan yang diterima Kompas, acara yang dijadwalkan berlangsung pada pukul 08.00 hingga selesai itu merupakan silaturahmi antara Jayabaya dan kepala desa se-Lebak. ”Kami hadir, tidak merepresentasikan organisasi, tetapi sebagai kepala desa saja,” kata Rafik saat dihubungi, Jumat (1/4).
Pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu banyak membahas ihwal pembangunan desa dan penanganan pandemi Covid-19. Akan tetapi, dalam pidato sambutan Jayabaya sebagai tuan rumah, ia sempat mengemukakan dukungan terhadap gagasan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo dengan menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
”Saya mendengar Pak Jayabaya sempat menyampaikan begitu. Menginginkan jabatan Pak Jokowi diperpanjang tiga tahun, bukan tiga periode, untuk pemulihan ekonomi,” kata Rafik.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, membenarkan bahwa Luhut menghadiri acara tersebut. Ia datang setelah meninjau proyek pembangunan Jalan Tol Serang-Panimbang. Ia menyebut, silaturahmi itu sudah diagendakan sejak beberapa bulan yang lalu, tetapi berulang kali tertunda karena kesibukan Luhut.
Jodi juga membenarkan bahwa keinginan untuk menambah masa jabatan Presiden disampaikan oleh tuan rumah. Namun, ia mengatakan, hal itu tidak ada kaitannya dengan kehadiran Luhut. ”Itu spontanitas Pak Jayabaya saja,” katanya.
Untuk diketahui, Luhut termasuk pihak yang menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Ia sempat menyebutkan bahwa mayoritas warga menginginkan Pemilu 2024 ditunda dan menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Klaim itu didasarkan mahadata dari 110 juta warganet. Namun, klaim tersebut dikritik banyak pihak dan dipertanyakan validitasnya.
Dua hari sebelum kehadiran Luhut di kediaman Jayabaya, politisi Partai Golkar itu menghadiri acara Silaturahmi Nasional Apdesi di Jakarta dan menjadi pembicara utama di acara tersebut. Di dalam acara itu pula dukungan untuk Presiden Jokowi tiga periode sempat diteriakkan sejumlah kepala desa dan perangkat desa. Bahkan, pimpinan Apdesi sempat menyatakan akan mendeklarasikan dukungan tersebut setelah Lebaran. Di Apdesi, Luhut menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apdesi.
Menanggapi hal itu, Jodi mengatakan, kedatangan Luhut di berbagai agenda tersebut sudah dijadwalkan sejak lama. Aspirasi yang disampaikan secara spontan tidak bisa dihalau.
”Spontanitas warga siapa yang bisa menahan. Itu, kan, bagian dari demokrasi, tidak ada yang inkonstitusional,” ujarnya.
Survei terbaru
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden terus digulirkan sekalipun mayoritas publik tidak menginginkan hal itu. Ini seperti terlihat dari hasil survei sejumlah lembaga, termasuk survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada Jumat (1/4). Survei SMRC pada 13-20 Maret 2022 menunjukkan mayoritas publik menolak penundaan Pemilu 2024 dengan alasan pandemi Covid-19 (78,9 persen), pemulihan ekonomi (79,8 persen), dan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (78,5 persen).
Survei digelar dengan wawancara tatap muka terhadap 1.220 responden. Adapun tingkat kepercayaan survei 95 persen dan margin of error lebih kurang 3,12 persen.
Selain itu, hasil survei menunjukkan 73 persen publik menilai ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua periode seperti diatur dalam UUD 1945 harus dipertahankan. Sikap mayoritas publik itu konsisten dengan survei yang digelar SMRC pada Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022.
”Di luar itu, dari total 15 persen yang menilai ketentuan harus diubah, hanya 35 persen di antaranya atau sekitar 5 persen dari total populasi yang ingin masa jabatan presiden lebih dari dua periode. Karena itu, gagasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden bukan gagasan yang umum di masyarakat,” ujar Direktur Riset SMRC Deni Irvani.
Survei SMRC memperlihatkan pula pendapat pemilih partai politik (parpol) dan calon presiden pada Pemilu 2019. Hasilnya, mayoritas ingin pemilu tetap digelar pada 2024 dan masa jabatan presiden dibatasi dua periode. Gambaran ini termasuk terlihat pada pemilih Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional, dua parpol yang mendukung penundaan Pemilu 2024.
Dari massa pemilih Jokowi-Ma’ruf Amin di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, mayoritas juga menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Begitu pula mayoritas warga yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi sebagai Presiden menyuarakan pendapat yang sama.
”Jadi, mereka bisa menghargai kerja pemimpinnya. Pada saat yang sama, masyarakat patuh pada konstitusi yang mengatur jabatan presiden,” kata Deni.
Pengkhianatan reformasi
Penolakan publik atas wacana tersebut tampak pula dari unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, seperti yang terjadi di Jakarta, Jumat (1/4).
Unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Mereka menegaskan, penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan pengkhianatan reformasi.
Pantauan Kompas, massa mahasiswa dari banyak kampus di berbagai kota, seperti Universitas Indonesia, Universitas Esa Unggul, Universitas Trisakti, dan Universitas Negeri Semarang, berjalan kaki dari Taman 12 Mei Reformasi hingga kawasan Harmoni.
Taman 12 Mei Reformasi dimulai sebagai titik kumpul sekaligus titik awal unjuk rasa untuk mengingatkan peserta aksi sekaligus elite dan masyarakat negeri ini pada perjuangan mahasiswa di masa Reformasi 1998. Reformasi seperti diketahui salah satunya mengamanatkan pembatasan masa jabatan presiden. Adapun titik akhir unjuk rasa dipilih di persimpangan Harmoni agar masyarakat mendengarkan pesan yang peserta aksi sampaikan.
Mereka tak memilih berunjuk rasa di depan Istana Merdeka atau kantor pemerintahan lainnya karena sering kali mahasiswa diajak dialog tanpa ada kelanjutan dari dialog itu.
Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Abdul Kholiq mengatakan, aksi penolakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak hanya akan dilaksanakan di Jakarta. Sejumlah mahasiswa di daerah, seperti di Kalimantan dan Jawa Timur, siap dikonsolidasikan. Mahasiswa di daerah akan bergerak bersama dengan tuntutan yang sama.
Wakil Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Esa Unggul Muhammad Yusuf menambahkan, aksi ini merupakan gelombang awal dari gerakan mahasiswa. Apabila penolakan mahasiswa tidak didengar dan gerakan politik perpanjangan masa jabatan presiden terus dilakukan, gelombang unjuk rasa berikutnya bakal lebih besar.
Peretasan
Sebelum dan saat unjuk rasa digelar, menurut Juru Bicara Tim Media dan Narasi Aliansi Mahasiswa Indonesia Delpedro Marhaen, akun Whatsapp dan Telegram dari sejumlah pemimpin dan peserta aksi disebutnya telah diretas. ”Jadi, peretasannya itu Whatsapp-nya log out, keluar terus dia minta verifikasi. Ketika kita minta kodenya itu, tidak terkirim ke nomor kita,” katanya.
Menurut Delpedro, peretasan pertama kali terjadi tiga hari sebelum unjuk rasa, persisnya pada Selasa (29/3), terhadap dua mahasiswa. Kemudian berlanjut pada Rabu (30/3) terhadap tiga mahasiswa lainnya. Upaya peretasan kemudian terjadi kembali terhadap seorang mahasiswa saat unjuk rasa digelar. Di antara yang diretas adalah Ketua BEM Universitas Indonesia Bayu Satria Utomo, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia, dan empat anggota Blok Politik Pelajar. Bayu membenarkan, akun Whatsapp-nya telah diretas.