DPP Apdesi Mengaku Tak Dimobilisasi untuk Lontarkan Wacana Presiden Tiga Periode
Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia menegaskan, dukungan terhadap wacana masa jabatan presiden tiga periode masih akan dikoordinasikan dengan pengurus daerah dan cabang di seluruh Indonesia.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau DPP Apdesi membantah rencana deklarasi dukungan terhadap wacana penambahan masa jabatan presiden. Ada beberapa gagasan yang perlu disatukan meski muaranya tetap sama, yakni wacana presiden tiga periode atau penundaan pemilu. Sikap resmi akan diputuskan setelah rapat koordinasi pasca-Lebaran 2022.
Sekretaris Jenderal DPP Apdesi Asep Anwar Sadat membenarkan, dukungan terhadap wacana masa jabatan presiden tiga periode mengemuka di internal DPP Apdesi. Salah satunya dilontarkan secara spontan dalam gelaran Silaturahmi Nasional Apdesi di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022). Agenda itu di antaranya dihadiri Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Asep menambahkan, tidak bisa dimungkiri, sejumlah peserta dan pengurus DPP Apdesi setuju dan mendukung Joko Widodo untuk mencalonkan diri kembali dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang jika diperbolehkan oleh konstitusi. Sebab, sejumlah kebijakan Presiden Joko Widodo dinilai berdampak signifikan pada pembangunan desa. Akan tetapi, hal tersebut bukan sikap resmi organisasi. Ia pun membantah bahwa DPP Apdesi akan mendeklarasikan dukungan terhadap wacana masa jabatan presiden tiga periode setelah Lebaran 2022.
Pihaknya masih akan menggelar rapat koordinasi untuk menyamakan pandangan di antara pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) serta Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Apdesi se-Indonesia. Rakor dinilai penting karena pandangan di internal masih beragam. Mulai dari permintaan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode sama dengan kepala desa, hingga penundaan pemilu demi adanya konsolidasi bersama pasca-pandemi Covid-19.
Meski mengakui ada perbedaan sikap dan tidak memungkiri adanya potensi konflik antarkepala desa, DPP Apdesi akan tetap menyatakan sikapnya pasca-rakor. ”Sikap dan posisi Apdesi akan diputuskan secepatnya dan apa pun keputusannya, maka DPD dan DPC se-Indonesia akan bergerak menyukseskan sikap tersebut setelah Lebaran,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Meski tidak mengarahkan suatu wacana secara khusus, Luhut berperan krusial di DPP Apdesi. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina sejak kepengurusan periode 2021-2026 disahkan pada September lalu. Sejak saat itu, para pengurus intens berkomunikasi dengan Luhut untuk berbagai keperluan, termasuk untuk memperlancar komunikasi antara kepala desa dan menteri-menteri lain.
Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi DPP Apdesi Muhammad Asri Anas mengatakan, gagasan tersebut murni berasal dari para kepala desa yang merupakan anggota dan pengurus DPP Apdesi. Mereka ingin ada kesamaan kesempatan antara presiden dan kepala desa yang bisa menjabat selama tiga periode, terlepas dari perbedaan aturan terkait masa jabatan kedua posisi itu.
Selain itu, katanya, tidak ada mobilisasi dari tokoh tertentu untuk menyuarakan wacana tersebut, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Apdesi. ”Mengenai isu tiga periode, tidak ada arahan dari Pak Luhut. Bahkan, kemarin rata-rata ingin berteriak tiga periode, yang melarang Pak Luhut dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian,” ujarnya.
Sebelumnya, Luhut mengemukakan, mayoritas warga menginginkan Pemilu 2024 ditunda dan menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Klaim itu didasarkan mahadata dari 110 juta warganet. Namun, klaim tersebut dikritik banyak pihak dan dipertanyakan validitasnya.
Asri melanjutkan, meski tidak mengarahkan suatu wacana secara khusus, Luhut berperan krusial di DPP Apdesi. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina sejak kepengurusan periode 2021-2026 disahkan pada September lalu. Sejak saat itu, para pengurus intens berkomunikasi dengan Luhut untuk berbagai keperluan, termasuk untuk memperlancar komunikasi antara kepala desa dan menteri-menteri lain.
Ketua Umum DPP Apdesi Surta Wijaya juga membenarkan hal tersebut. Sebelum menggelar Silaturahmi Nasional, ia sempat menemui Luhut untuk memastikan kehadirannya. Selain itu, ia juga menyampaikan aspirasi dari sejumlah desa yang memerlukan insfrastruktur baru dan gagasan pengembangan wilayah.
Munculnya dukungan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode dari DPP Apdesi memicu protes dari pengurus Apdesi yang dipimpin Ketua Umum Arifin Abdul Majid. Apdesi kubu Arifin mengaku memiliki SK Menteri Hukum dan HAM. Melalui keterangan tertulis, Arifin menyebut nama Apdesi digunakan kelompok tertentu untuk menggiring opini seolah-olah semua kepala desa yang bergabung dalam Apdesi meminta perpanjangan masa jabatan presiden dalam Silaturahmi Nasional Apdesi.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar saat dihubungi di Jakarta, Kamis (31/3/2022), mengatakan, DPP Apdesi dan Perkumpulan Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia merupakan dua organisasi yang berbeda.
DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia yang dipimpin oleh Surta Wijaya memiliki akta pendirian yang diterbitkan oleh notaris Rosita Rianauli Sianipar dengan Nomor Akta 3, tertanggal 17 Mei 2005. Sementara itu, Perkumpulan Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia yang dipimpin Arifin Abdul Majid memiliki akta pendirian yang diterbitkan notaris Fitrilia Novia Djamily dengan Nomor Akta 12, tertanggal 31 Agustus 2021.
Apdesi versi Surta Wijaya tidak berbadan hukum, tetapi telah terdaftar di Kemendagri sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Ormas itu juga telah mengantongi surat keterangan terdaftar.
”Kedua ormas tersebut berbeda. Akta notarisnya berbeda. Pengurusnya beda. Kantornya juga beda. Organisasi di desa ada banyak, dan Undang-Undang Desa tak mengatur wadah tunggal. Jadi, haknya mereka sebagai warga negara,” ujar Bahtiar.
Bahtiar menjelaskan, Apdesi versi Surta Wijaya tidak berbadan hukum, tetapi telah terdaftar di Kemendagri sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Ormas itu juga telah mengantongi surat keterangan terdaftar (SKT).
Kemendagri, lanjutnya, melayani setiap warga negara yang hendak mendaftarkan ormas. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah surat pernyataan dari pengurus bahwa tidak ada konflik kepengurusan. ”Prinsipnya, kami melayani karena berorganisasi hak warga negara. Penegasannya adalah kami hanya aspek administrasi pendaftarannya saja untuk ormas tak berbadan hukum,” tutur Bahtiar.
Adapun Apdesi versi Arifin memiliki badan hukum dan terdata di Kementerian Hukum dan HAM. Perkumpulan Apdesi ini ditetapkan sebagai badan hukum per tanggal 20 September 2021.
Bahtiar menyampaikan, berkaitan dengan aktivitas Apdesi versi Surta Wijaya di ruang publik, hal itu bukan merupakan kewenangan Kemendagri. Ia berharap semua ormas tetap tunduk dan patuh semua hukum yang berlaku di negara ini. ”Jadi, soal aktivitasnya di ruang publik, bukan kewenangan kami,” kata Bahtiar.