Murka Presiden Jokowi di Tengah Isu Pergantian Menteri
Presiden geram dan marah pada sejumlah menteri dalam sebuah acara di Nusa Dua, Bali, pekan lalu. Di tengah isu pergantian menteri, kemarahan itu dispekulasikan sebagai sinyal pergantian menteri sudah dekat.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
Dalam sebuah acara di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pekan lalu, Presiden Joko Widodo menegur empat menteri sekaligus di hadapan publik. Bahkan, Presiden mengekspresikan kemarahannya dengan pilihan kata yang terbilang keras. Kemarahan itu karena ketiga instansi lebih mengutamakan barang impor. Akan tetapi, kemudian spekulasi muncul bahwa kemarahan itu menjadi sinyal pergantian menteri sudah dekat.
Keempat menteri dimaksud adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Dalam pidato pengarahannya di acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Presiden, misalnya, mengangkat soal tempat tidur rumah sakit. Produksinya ada di sejumlah kota, tetapi Kemenkes dan sejumlah rumah sakit umum daerah justru mengimpor. Begitu pula Kementan yang memilih mengimpor traktor, Kemendikbudristek yang mengimpor laptop, dan Menteri BUMN karena masih ada BUMN yang mengutamakan produk impor. Padahal, jika 40 persen saja anggaran modal pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN digunakan untuk membeli produk dalam negeri, Presiden yakin pertumbuhan ekonomi bisa naik 2 persen. ”Bodoh sekali kalau kita tidak melakukan itu,” kata Presiden.
Kemarahan Presiden kepada jajaran pembantunya bukan kali ini saja. Namun, di tengah derasnya isu pergantian menteri, kemarahan Presiden dispekulasikan sebagai sinyal pergantian menteri kian dekat.
Dalam diskusi Satu Meja The Forum bertajuk ”Jokowi Murka, Reshuffle di Depan Mata?” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (30/3/2022) malam, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid menilai tidak pantas seorang pemimpin marah-marah di depan publik. Menurut dia, lebih baik jika Presiden mencopot saja anak buahnya yang dinilai buruk kinerjanya.
Selain Jazilul, hadir pula dalam diskusi yang dipandu oleh Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo, politisi PDI-P Masinton Pasaribu, politisi Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal, serta pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro.
Sibuk Pilpres 2024
Terkait kinerja menteri, Masinton melihat ada sejumlah menteri yang sudah tidak fokus dengan tugasnya. Mereka justru terlihat lebih sibuk pencitraan diri dengan memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan Pemilu Presiden 2024.
Jika memang Presiden melihat pula hal itu atau melihat ada kinerja menteri yang di bawah standar, menurut Mustafa, Presiden harus menunjukkan sisi kepemimpinan dan kenegarawanan. Anak buah yang dinilai tidak kompeten perlu diganti, apalagi kewenangan dan keputusan ada di tangan Presiden.
Siti mengingatkan, Presiden Jokowi akan menyelesaikan jabatannya pada 2024. Di waktu yang tersisa sekitar 2,5 tahun, semestinya lebih banyak terobosan ditunjukkan. Untuk itu, evaluasi kinerja menteri penting dilakukan. Penggantian menteri harus ditempuh apabila hasil evaluasi menunjukkan perlunya penggantian.
Hal ini seharusnya bisa dengan mudah diputuskan, apalagi Presiden sudah pernah menyatakan, di periode kedua pemerintahannya, tak akan terbebani kepentingan politik apa pun. Dengan sikap itu, pergantian menteri yang tak berkinerja baik bisa dilakukan meski menteri itu, misalnya, berasal dari salah satu partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Wapres Ma’ruf Amin.