Jejaring Negara Islam Indonesia Diduga Kembali Aktif dan Terstruktur
”Penegakan hukum terhadap anggota NII di Sumatera Barat dalam rangka pengungkapan struktur jaringan NII di tingkat pusat dan daerah,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli Handoko.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap 16 anggota kelompok teroris Negara Islam Indonesia di Sumatera Barat yang terhubung dengan jaringan di beberapa wilayah lain. Jejaring yang selama ini pasif diduga mulai aktif dan terstruktur.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Gatot Repli Handoko mengatakan, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap 16 tersangka teroris yang terafiliasi dengan jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat selama sepekan terakhir. Jejaring kelompok teroris ini disebut terhubung dengan kelompok yang ada di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali.
”Penegakan hukum terhadap anggota NII di Sumatera Barat dalam rangka pengungkapan struktur jaringan NII di tingkat pusat dan daerah,” kata Gatot dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Senin (28/3/2022).
Ia menambahkan, dari 16 orang tersebut, 12 orang di antaranya ditangkap di Kabupaten Dharmasraya. Sementara empat tersangka lainnya ditangkap di Kabupaten Tanah Datar. Mereka diketahui berkeinginan mengubah ideologi negara dan berniat menggulingkan pemerintahan yang sah ketika terjadi kekacauan di Indonesia.
Untuk memenuhi cita-cita tersebut, mereka melaksanakan idad atau latihan militer secara rutin. Persiapan logistik persenjataan juga dilakukan. Tak hanya itu, mereka juga aktif merekrut anggota di wilayah Sumbar. ”Perekrutan anggota secara masif di Sumatera Barat dengan melibatkan anak-anak di bawah umur,” kata Gatot.
Atas sejumlah kegiatan tersebut, polisi menjerat 16 orang itu dengan Pasal 15 juncto Pasal 7 dan/atau Pasal 15 juncto Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Penangkapan ini menambah catatan aktivitas jejaring NII beberapa waktu terakhir. Pada awal Februari lalu, sebuah video yang menampilkan tiga orang tengah mendeklarasikan dan mengibarkan bendera NII di Garut, Jawa Barat, viral di media sosial.
Ketiga orang yang ada di tayangan video itu ditangkap oleh jajaran Polres Garut. Mereka yang mengaku sebagai Jenderal NII itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan permufakatan dan berbuat makar dengan menyebarkan informasi terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui media elektronik. Mereka juga diduga menodai bendera lambang negara RI. Saat ini, kasus telah bergulir di Pengadilan Negeri Garut.
Pada Oktober 2021, terungkap pula pembaiatan 59 anak di Garut untuk bergabung ke NII. Hal itu diketahui seusai Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Garut Kota mengonfirmasi dugaan pembaiatan terhadap sejumlah pengikut kajian di Kelurahan Sukamentri, Garut Kota.
Mulai terstruktur
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Alif Satria mengatakan, penangkapan 16 anggota NII di Sumatera Barat mengindikasikan bahwa kelompok teroris tersebut semakin aktif. Keterkaitan mereka dengan jejaring yang ada di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali pun menandakan bahwa kelompok ini kian terstruktur.
”Jadi kalau memang benar keterkaitan ini adalah keterkaitan logistik dan bukan hanya keterkaitan ideologi, itu berarti NII kini semakin aktif dan terstruktur,” kata Alif.
Sebab, sudah sejak lama NII tidak memiliki pusat komando. Banyak sel organisasi teroris pertama di Indonesia yang didirikan SM Kartosuwiryo pada 1942 itu sudah pasif pada dekade 1980-an. Sebagian anggotanya pun membentuk kelompok lain, yakni Jamaah Islamiyah (JI). ”Setelah itu banyak sel Darul Islam (nama lain NII) yang beroperasi tanpa koordinasi yang serius,” ujarnya.
Adapun afiliasi NII sangat bergantung pada selnya. Sel yang ada di Bandung, Jawa Barat, misalnya, pernah terafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) meski kemudian memutuskan tidak lagi mendukung NIIS.
Menurut Alif, meski pelatihan militer yang dilakukan tak bisa serta-merta dijadikan indikator persiapan serangan, aktivitas mereka perlu diwaspadai. Jelang bulan Ramadhan, umumnya kelompok teror mulai mempersiapkan serangan.
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar, mengatakan, kelompok NII yang ada di Sumatera Barat terkait dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terafiliasi dengan NIIS. Sebab, sejak lama Dharmasraya dan Tanah Datar dikenal sebagai basis JAD. Selain itu, NII tidak pernah terlibat dalam jejaring terorisme takfiri, dan karakteristik mereka adalah tidak akan melakukan serangan tanpa ada maklumat perang.
Sementara itu, kelompok NII yang ada di Sumatera Barat disebut telah melakukan latihan militer secara rutin dan mempersiapkan logistik persenjataan. Menurut Al Chaidar, hal itu menandakan bahwa mereka tengah mempersiapkan serangan.