Tanpa Kewenangan Kuat, Konsil Perwakilan Masyarakat IKN Berpotensi ”Mandul”
Konsil Perwakilan Masyarakat di IKN Nusantara berpotensi seperti Dewan Kota di DKI Jakarta karena tidak memiliki posisi tawar politik terhadap Kepala Otorita IKN, hanya sekadar menyampaikan aspirasi.
Oleh
IQBAL BASYARI, PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/RUSMAN
Suasana penyatuan tanah dan air dari seluruh provinsi di Indonesia ke dalam sebuah gentong di Titik Nol Kilometer Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Konsil Perwakilan Masyarakat berpotensi ”mandul” dan tidak memiliki posisi tawar di hadapan Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Negara Nusantara jika tidak diberi kewenangan kuat. Konsil setidaknya perlu diberikan kewenangan memberikan rekomendasi agar aspirasi dari masyarakat yang diwakili bisa diakomodasi.
Konsil Perwakilan Masyarakat dirancang untuk memfasilitasi pelibatan masyarakat dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Keberadaan konsil bukan hal baru di Indonesia. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara juga mengatur organisasi sejenis konsil dengan nama dewan kota/dewan kabupaten.
Dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Otorita IKN, Konsil Perwakilan Masyarakat dibekali kewenangan untuk menerima, menghimpun, serta menampung aspirasi, masukan, dan pengaduan dari masyarakat. Konsil juga berwenang memberikan saran dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN serta memberikan saran dan pertimbangan terhadap rancangan peraturan Kepala Otorita. Namun, tidak diatur konsekuensi bagi Kepala Otorita jika tidak mengakomodasi saran dari Konsil Perwakilan Masyarakat.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Bambang Susantono (tengah) dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara Dhony Rahajoe (kiri) memaparkan sejumlah hal terkait pembangunan IKN Nusantara dalam kunjungan ke Redaksi Kompas di Jakarta, Sabtu (19/3/2022).
”Konsep Konsil Perwakilan Masyarakat di IKN mirip dengan Dewan Kota di DKI Jakarta. Namun, Konsil Perwakilan Masyarakat lebih memiliki peran aktif dalam menghimpun aspirasi atau masukan masyarakat serta memiliki akses langsung ke Kepala Otorita dan Dewan Pengarah melalui musyawarah tripartit yang dilaksanakan minimal sebulan sekali,” kata Ketua Pokja Kelembagaan dan Regulasi Tim Koordinasi Persiapan Rencana Pemindahan IKN Diani Sadia Wati, Kamis (24/3/2022).
Ia mengatakan, Konsil Perwakilan Masyarakat akan tetap ada sampai pemindahan IKN dilakukan secara resmi. Sebanyak 17 anggota konsil diharapkan dapat merepresentasikan seluruh unsur yang ada di Kalimantan Timur, antara lain tokoh adat/masyarakat/agama, akademisi, media massa, kepemudaan, dan asosiasi pengusaha. ”Proses persiapan, pembangunan, dan pemindahan tidak berhenti saat otorita mulai menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus,” tutur Diani.
Tak berfungsi
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono menilai, model perwakilan seperti Dewan Kota di Jakarta selama ini tidak berfungsi dengan baik. Keberadaannya hanya sebatas untuk konsultasi pemerintah kota. Kewenangannya Konsil Perwakilan Masyarakat yang lemah karena terbatas sebagai tempat aduan dan penyampaian aspirasi sejatinya bisa digantikan oleh sistem atau saluran pengaduan tanpa harus membentuk organisasi khusus.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Soni Sumarsono
Sama seperti Konsil Perwakilan Masyarakat di IKN, Dewan Kota di Jakarta juga tidak memiliki kewenangan untuk menolak kebijakan yang diambil wali kota. Bahkan, sering kali usulannya tidak diakomodasi sehingga keberadaannya menjadi ”mandul” dan seakan seperti pelengkap dekorasi dalam demokrasi. Jika usulannya tidak diterima ataupun pengaduan tidak direspons, mereka pun tak bisa berbuat lebih dan hanya bisa menerima keputusan yang ada.
”Konsil Perwakilan Masyarakat di IKN Nusantara berpotensi seperti Dewan Kota di DKI Jakarta karena tidak memiliki posisi tawar politik terhadap Kepala Otorita IKN, hanya sekadar menyampaikan aspirasi,” kata Soni yang juga Mantan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Oleh karena itu, ia berpendapat semestinya Konsil Perwakilan Masyarakat diberikan kewenangan lebih kuat. Salah satunya kewenangan untuk memberikan rekomendasi, bukan sekadar saran dan masukan kepada Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN.
Konsil Perwakilan Masyarakat di IKN Nusantara berpotensi seperti Dewan Kota di DKI Jakarta karena tidak memiliki posisi tawar politik terhadap Kepala Otorita IKN, hanya sekadar menyampaikan aspirasi.
Dengan kewenangan itu, organisasi tersebut memiliki daya tawar politik lebih kuat dan aspirasi dari masyarakat yang diwakili bisa lebih terakomodasi dalam kebijakan otorita.
”Kalau ibarat panggung, Konsil Perwakilan Masyarakat hanya menjadi dekorasi pinggiran, sebagai penghias demokrasi di IKN Nusantara, karena tidak punya kekuatan politik, padahal dalam konsep perwakilan seharusnya mereka memiliki kekuatan politik dari masyarakat yang diwakili,” kata Soni.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mardyanto Wahyu Tryatmoko menilai, model pemilihan Konsil Perwakilan Masyarakat cenderung sentralistik. Sebab, pemilihannya dilakukan oleh Kepala Otorita IKN setelah berkonsultasi dengan Dewan Pengarah Otorita IKN. ”Model seperti ini sangat birokoratis dan organisasi menjadi tidak kritis karena dipilih oleh Kepala Otorita IKN,” katanya.
Ia menilai, keberadaan Konsil Perwakilan Masyarakat yang muncul di Raperpres Otorita IKN setelah UU IKN diundangkan mengindikasikan konsep bentuk pemerintahan IKN tidak disusun matang. Kemunculannya hanya untuk menampung masukan publik yang tidak diatur di UU IKN.
Ketua Tim Komunikasi IKN Nusantara Sidik Pramono mengatakan, masukan publik akan dijadikan bahan untuk mematangkan aturan pelaksana UU IKN. Saat ini, enam aturan pelaksana sedang dimatangkan di lintas kementerian/lembaga untuk selanjutnya dilakukan harmonisasi dan diserahkan ke Presiden agar bisa disahkan sebelum batas maksimal 15 April atau dua bulan setelah UU IKN diundangkan. ”Pemerintah berupaya memenuhi substansi, proses, dan tenggat waktu sesuai dengan ketentuan yang dimuat di UU IKN,” ucapnya.