Seperti Apa Ideologi untuk Melawan Terorisme di Media Sosial?
Densus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka pelaku terorisme di tiga tempat berbeda. Mereka ditangkap setelah terindikasi menyebarkan konten di media sosial terkait NIIS. Namun, tak cukup dengan menangkap saja.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemenn Khusus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka yang diduga terkait dengan tindak pidana terorisme. Mereka ditangkap setelah terindikasi aktif menyebarkan konten di media sosial yang terkait dengan Negara Islam di Irak dan Suriah. Penanggulangan terorisme di media sosial tidak cukup dengan hanya secara teknis, tetapi perlu penyebaran konten berideologi Pancasila oleh pemuka agama yang moderat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, Kamis (24/3/2022), menyampaikan, Densus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka pelaku tindak pidana terorisme pada Selasa (15/3/2022) di tiga tempat yang berbeda. Mereka adalah RS, MR, dan HP.
Tersangka RS ditangkap di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. RS berencana melakukan kegiatan amaliah atau serangan di Gedung DPR. Berdasarkan hasil penyelidikan pada 21 Juli 2021, ditemukan akun Facebook RS aktif mengunggah video kekerasan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS/ISIS)dan menunjukkan dukungan kepada Daulah Islamiyah.
”Berdasarkan penyelidikan terhadap Facebook RS dengan akun Facebook Ana Ikhwan (FB ID 100063935442965), diketahui pada tanggal 16 Februari 2022 mem-posting tulisan di halaman Facebook-nya dengan isi ’Terkadang kalo liat pasangan suami isteri, mesra2 romantis1 di tempat umum. kenapa ya rasaya pengen pergi aja ke Gedung DPR untuk amaliyah’,” ungkap Ahmad melalui keterangan tertulis.
Berdasarkan penyelidikan terhadap Facebook RS dengan akun Facebook Ana Ikhwan (FB ID 100063935442965), diketahui pada tanggal 16 Februari 2022 mem-posting tulisan di halaman Facebook-nya dengan isi ’Terkadang kalo liat pasangan suami isteri, mesra2 romantis1 di tempat umum. kenapa ya rasaya pengen pergi aja ke Gedung DPR untuk amaliyah’.
Adapun tersangka MR ditangkap di Palmerah, Jakarta Barat. MR merupakan editor video dan penerjemah channel Telegram Annajiyah Media Center dan pemilik akun Instagram @cincin_nabi yang mengunggah poster ataupun video Daulah.
MR telah bertemu dengan tersangka AD pada Desember 2021 di Hotel Ibis Cawang, Jakarta, bersama beberapa anggota grup Whatsapp Jundullah. Dalam pertemuan tersebut, AD membahas akidah dan fikih jihad. Adapun AD sudah ditangkap terlebih dahulu. MR diduga melakukan penyebaran propaganda radikal melalui narasi dan poster di grup Whatsapp Islamic Lesson. Ia juga ditangkap atas dugaan kepemilikan senjata airsoft berjenis AK47, Makarov, dan M60.
Tersangka ketiga berinisial HP. Ia ditangkap di Cipayung, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. HP merupakan editor video channel Telegram Annajiyah Media Center dan pemilik akun Instagram @info.akhirzaman yang mengunggah poster ataupun video Daulah. HP juga merupakan editor video tentang wasiat pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Ali Kalora berjudul ”The Land of Poso”.
Tim media sosial ini terhubung dengan bagian propaganda NIIS di Timur Tengah. Mereka aktif menerima konten yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk disebarkan ke media sosial di Indonesia.
Ahmad menjelaskan, tim media sosial ini terhubung dengan bagian propaganda NIIS di Timur Tengah. Mereka aktif menerima konten yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk disebarkan ke media sosial di Indonesia.
Medsos jadi kekuatan NIIS
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, mengungkapkan, media sosial menjadi kekuatan utama NIIS dalam memengaruhi simpatisannya untuk berbondong-bondong ke Suriah. Mereka biasanya melakukan propaganda dengan menggunakan aplikasi Telegram dan tautan situs web.
Penangkapan ini upaya teknis. Ini yang dilawan sebuah ideologi. Ditangkap tiga, akan ada penggantinya enam. Terorisme masih ada karena permasalahannya bukan pada orangnya, tetapi ideologi. Untuk melawan ideologi harus dilawan dengan ideologi.
”ISIS serius dalam mengelola medsos (media sosial). Bahkan, mereka punya divisi dengan kantor khusus untuk medsos. Mereka punya petugas yang ahli mengedit video, membuat naskah, hingga brosur secara daring untuk distribusikan ke seluruh dunia dengan berbagai macam bahasa,” kata Ridlwan.
Penyebaran ideologi yang dilakukan NIIS melalui media sosial ini memiliki pengaruh cukup signifikan. Dalam kasus Dian Yulia Novi pada 2016 lalu, yang tertangkap akan mengebom Istana Presiden, misalnya, ia mengenal NIIS melalui grup Telegram. Sebelum melakukan serangan atau amaliah ke Istana Presiden, Dian terlebih dahulu menikah dengan laki-laki yang dikenalnya melalui media sosial.
Menurut Ridlwan, pencegahan penyebaran propaganda terkait terorisme tidak cukup hanya dari sisi teknis, seperti pemblokiran konten dan akun serta penangkapan terhadap mereka yang diduga terlibat dalam jaringan terorisme. Perlu juga memperbanyak konten di medsos yang menjelaskan kesalahan dari NIIS. Konten tersebut perlu diisi oleh pemuka agama yang moderat dan cinta pada Pancasila untuk melawan argumentasi dari orang yang mendukung NIIS.
”Penangkapan ini upaya teknis. Ini yang dilawan sebuah ideologi. Ditangkap tiga, akan ada penggantinya enam. Terorisme masih ada karena permasalahannya bukan pada orangnya, tetapi ideologi. Untuk melawan ideologi harus dilawan dengan ideologi juga,” kata Ridlwan. Namun, ia tak merinci lebih jauh ideologi seperti apa yang dimaksud.