Jalan Diplomasi DPR untuk Perdamaian Dunia
Dalam sidang IPU, DPR mendorong parlemen dunia menciptakan perdamaian, termasuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Sebagai bagian dari negara dan amanat konstitusi, DPR punya tanggung jawab mewujudkan perdamaian dunia.

Suasana Sidang Inter-Parliamentary Union ke-144 di Bali International Convention Center di Kabupaten Badung, Bali, Senin (21/3/2022).
Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 yang digelar di Bali International Convention Centre (BICC), Kabupaten Badung, Bali, Sabtu-Kamis (19-24/3/2022) diawali dengan kehebohan. Tiga hari sebelum agenda berlangsung, Presiden dan Sekretaris Jenderal IPU menerima proposal dari Ukraina yang berjudul ”Agresi Rusia dan Belarusia terhadap Ukraina”. Delegasi Ukraina mengusulkan agar perang yang terjadi di negaranya menjadi salah satu emergency item yang akan dihasilkan dalam resolusi sidang tahunan forum parlemen dunia itu.
Anggota Parlemen Ukraina Olha Rudenko, Lesia Vasylenko, dan Alyona Shkrum yang menandatangani proposal tersebut menuliskan, seiring dengan eskalasi agresi yang dilakukan oleh Rusia dan Belarus sejak 24 Februari lalu, sudah tiga pekan Ukraina berada dalam situasi perang dengan skala yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Masyarakat menjadi korban atas serangan kepada obyek-obyek sipil, krisis kemanusiaan pun terjadi.
Ukraina mendorong agar situasi itu menjadi bagian dari resolusi sidang ke-144 IPU. Mereka berharap, IPU mengambil sikap tegas pada keadaan luar biasa ini dan berpihak kepada Ukraina demi demokrasi dan kebebasan yang sedang dalam bahaya besar.
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, Indonesia dan parlemen beberapa negara memandang bahwa usulan tersebut terlalu keras. Sebagai tuan rumah, Indonesia tidak mau momentum IPU ke-144 menjadi ajang untuk menyudutkan salah satu pihak. IPU yang didirikan sejak abad ke-19 hendaknya bisa menjadi penghubung antarpihak yang berkonflik.
Baca juga: Hadirkan Aksi Nyata Atasi Perubahan Iklim

Ketua BKSAP DPR Fadli Zon seusai pemungutan suara penentuan emergency item yang akan dibahas dalam sidang Inter-Parliamentary Union 2022 di Bali, Senin (21/3/2022).
”Kami berharap parlemen mempunyai peran menjembatani dan mencari solusi dari konflik ini, bukan sekadar menyerang salah satu pihak, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah,” ujar Fadli di sela-sela sidang rangkaian agenda IPU ke-144, Senin (21/3).
Oleh karena itu, DPR pun mengajukan proposal emergency item berjudul ”Peran Parlemen dalam Mendukung Resolusi Damai untuk Konflik Rusia-Ukraina” pada Minggu (20/3).
Proposal menekankan pentingnya solidaritas atau tindakan kolektif parlemen untuk mengatasi konflik yang mengancam perdamaian, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM) melalui diplomasi parlemen yang efektif.
Dalam konteks tersebut, parlemen memiliki peran mendasar untuk menyelesaikan konflik dan membangun perdamaian abadi, yakni melalui dialog dan rekonsiliasi. Terlebih, IPU merupakan organisasi global parlemen dunia yang bekerja untuk perdamaian, demokrasi, dan HAM melalui dialog politik.

Kendaraan lapis baja milik Ukraina melintas di Kiev, ibu kota Ukraina, 19 Maret 2022. Mengacu data badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 3,3 juta warga sipil telah mengungsi keluar Ukraina dan 6,5 juta warga sipil mengungsi di berbagai tempat di Ukraina sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022.
Indonesia memandang, dunia saat ini menyaksikan konflik dan kekerasan berlarut yang menyebabkan jutaan orang membutuhkan pertolongan. Hal itu diperparah dengan adanya pelanggaran terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Konflik Rusia-Ukraina pun telah mengakibatkan banyak warga mengungsi, bahkan menjadi korban aksi militer. Konflik ini berdampak ke banyak hal, termasuk ekonomi dan kekacauan sosial yang tak hanya terjadi di Ukraina, tetapi juga melampaui batas administratif dan menyebar ke seluruh wilayah.
Indonesia merekomendasikan tindakan kolektif parlemen untuk mempromosikan penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan negara melalui dialog. Hal itu dilakukan dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus menangani konflik di Ukraina. Satgas dipimpin oleh IPU dan terdiri dari anggota yang berasal dari parlemen anggota IPU, tetapi tidak memihak ke salah satu negara.
Baca juga: Langkah Nyata, Bukan Kata-kata

Suasana sidang Inter-Parliamentary Union ke-144 di Bali International Convention Center di Kabupaten Badung, Bali, Selasa (22/3/2022).
Proposal Indonesia kemudian dipresentasikan oleh Fadli pada sesi debat umum yang digelar Senin sore. Gagasan itu juga diadu dengan proposal lain yang diusulkan untuk masuk sebagai emergency item melalui pemungutan suara.
Gagasan lain yang dimaksud berasal dari Selandia Baru. Selandia Baru mengusulkan proposal dengan ide yang relatif sama, yakni dorongan penyelesaian konflik Rusia-Ukraina melalui dialog, dengan judul ”Resolusi Damai terhadap Perang di Ukraina, Penghormatan terhadap Hukum Internasional, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Integritas Teritorial”.
Louisa Wall, anggota Parlemen sekaligus Pempimpin Delegasi Selandia Baru, saat membacakan proposalnya menyatakan sepakat dengan proposal yang disampaikan Indonesia. Akan tetapi, negaranya juga membuat usulan sendiri yang menekankan bahwa perang di Ukraina berdampak pada seluruh dunia. Pihaknya percaya bahwa parlemen bisa berperan penting untuk mendekatkan dialog dan resolusi damai.
Ajang IPU, lanjut Wall, merupakan momentum yang baik untuk mendorong dialog di antara parlemen di dunia serta dua negara yang tengah berkonflik. Ia berharap para delegasi mendukung draf resolusi yang diajukan Selandia Baru sebagai basis diskusi untuk menegaskan kembali tujuan organisasi tersebut untuk perdamaian, demokrasi, dan HAM.
Baca juga: Parlemen Dunia Suarakan Solusi Damai untuk Konflik Rusia-Ukraina

Suasana sidang Inter-Parliamentary Union ke-144 di Bali International Convention Center di Kabupaten Badung, Bali, Senin (21/3/2022).
Selain Indonesia dan Selandia Baru, semestinya proposal Ukraina juga menjadi salah satu yang dikontestasikan. Namun, beberapa waktu terakhir sebelum pemungutan suara, Ukraina menarik proposalnya dari daftar usulan.
Moderasi
Pemungutan suara atas dua proposal itu akhirnya dimenangi oleh Selandia Baru. Dari sekitar 1.000 delegasi, 500 orang memberikan suaranya kepada Selandia Baru, 300 suara untuk Indonesia, sedangkan sejumlah delegasi lainnya memilih abstain. Dengan begitu, proposal Selandia Baru terpilih untuk menjadi dasar pembahasan emergency item.
Fadli mengatakan, perolehan suara itu bukan masalah berarti. Sebab, baik Indonesia maupun Selandia Baru sama-sama mendorong resolusi damai melalui jalan dialog. Ia justru mengklaim, Indonesia sebagai tuan rumah dan pihak yang lebih dulu mengajukan proposal telah berhasil memoderasi gagasan tentang masalah Rusia-Ukraina. Dari yang sangat keras mengecam aksi Rusia menjadi ke arah penyelesaian konflik melalui diplomasi.
Dorongan parlemen dunia terkait konflik Rusia-Ukraina pun akhirnya membawa kedua negara itu untuk menyampaikan pandangannya masing-masing dalam forum tersebut. Sebab, meski tercatat sebagai anggota IPU, Rusia dan Ukraina tidak menghadiri sidang di Bali. Namun, dalam sesi debat umum pada Selasa (22/3) pagi, perwakilan kedua negara itu hadir secara virtual.

Anggota Parlemen Ukraina Lesia Vasylenko.
Anggota Parlemen Ukraina Lesia Vasylenko mengatakan, pihaknya tak bisa menghadiri IPU ke-144 karena harus berjuang di dalam negeri mempertahankan Ukraina sebagai negara merdeka. Ia pun mengkritik pandangan yang diajukan dalam proposal emergency item. Menurut Vasylenko, mengambil posisi lunak terhadap Rusia sama halnya dengan menyampaikan pesan kepada dunia bahwa pelanggaran segala bentuk hukum, termasuk hukum kemanusiaan internasional boleh dilakukan. Dengan begitu, tidak ada sanksi bagi para pelanggar hukum, komunitas Internasional hanya akan mendorong negara-negara yang terlibat untuk berdialog.
Padahal, pihaknya ingin ada kecaman terhadap Rusia dan Belarus. Negara itu juga harus membayar kerugian atas kerusakan-kerusakan yang terjadi di Ukraina akibat perang.
Sementara itu, Deputy Speaker pada Dewan Federasi Majelis Federal Federasi Rusia Konstantin Kosachev menyampaikan penyesalan karena untuk pertama kali delegasi Rusia tidak hadir dan mengambil peran dalam sidang IPU. Pihaknya kecewa atas pandangan IPU yang dinilai bias. Dalam resolusi-resolusi yang dirumuskan, tidak pernah disebutkan kondisi yang dialami Rusia akibat serangan Ukraina.
Kosachev mengatakan, perang bukan baru terjadi saat ini,tetapi sejak 2014 ketika Ukraina merepresi orang-orang asli Rusia yang tinggal di sana. Hal itu tidak pernah diungkap sehingga sejauh ini usulan resolusi yang ada masih sebatas mengadili salah satu pihak dan meminta pertanggungjawaban dari pihak yang lain.

Deputy Speaker pada Dewan Federasi Majelis Federal Federasi Rusia Konstantin Kosachev.
Terlepas dari sikap parlemen kedua negara tersebut, sidang IPU ke-144 tetap memutuskan melahirkan resolusi damai untuk perang di Ukraina. Ini jadi satu di antara empat resolusi yang diputuskan dalam sidang. Sebagai bagian dari resolusi damai itu, IPU akan membentuk satuan tugas guna menjembatani dialog antara Rusia dan Ukraina.
”Indonesia telah meyakinkan IPU untuk menyepakati pembentukan satuan tugas untuk mendorong terciptanya solusi damai atas konflik Rusia dan Ukraina,” ujar Ketua DPR Puan Maharani. Tak hanya itu, DPR juga memastikan agar kerja satuan tugas itu ramah jender. Hal itu mewujud dalam usulan Forum Parlemen Perempuan IPU yang dipimpin delegasi Indonesia, yakni meminta proporsi keanggotaan satuan tugas yang terdiri dari 50 persen perempuan.
Pimpinan Forum Parlemen Perempuan IPU yang juga anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Irine Yusiana Roba Putri, mengatakan, perempuan dan anak selalu menjadi korban dalam perang. Karena itu, penting untuk menempatkan perempuan sebagai agen untuk membangun perdamaian dan kestabilan dunia.
Presiden IPU Duarte Pacheco berjanji satuan tugas tersebut akan segera dibentuk. ”Kami akan segera membentuk satuan tugas dengan perwakilan dari semua kelompok geopolitik untuk (membuka dialog ke) Rusia dan Ukraina. Perang harus berhenti sekarang,” katanya.
Baca juga: Sidang Parlemen Dunia Berakhir, Empat Resolusi Dilahirkan

Warga sipil menyeberang sungai di antara sisa-sisa jembatan yang hancur akibat perang Rusia-Ukraina, di utara Ukraina, 1 Maret 2022.
Pertemuan bilateral
Selain melalui proposal emergency item untuk perang Rusia-Ukraina, upaya Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia juga dilakukan Puan Maharani melalui pidato-pidatonya. Saat membuka IPU ke-144, Puan mengajak agar sidang kali ini bisa menjadi momentum menyebarkan budaya damai, mempromosikan toleransi dan dialog, serta menolak kekerasan.
Melalui budaya damai, politisi asal PDI-P ini berharap perang di Ukraina segera berakhir, begitu juga konflik di berbagai belahan dunia lain. Ia pun mengingatkan kembali pentingnya mendorong kemerdekaan penuh Palestina. Juga memastikan agar Myanmar kembali ke jalan demokrasi.
Menurut Puan, parlemen semestinya bisa mendorong diplomasi preventif untuk mencegah konflik dan perang. Parlemen juga diminta memobilisasi dukungan masyarakat internasional dalam penanganan dampak pandemi Covid-19, yakni meningkatkan ketimpangan sosial dan kemiskinan.
Gagasan serupa ia sampaikan dalam sejumlah pertemuan bilateral. Saat bertemu dengan delegasi Parlemen Mesir, misalnya, Puan kembali menekankan bahwa Indonesia dan Mesir perlu melanjutkan dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Keberlanjutan itu penting mengingat selama ini kedua negara memiliki pandangan yang sama terkait dengan isu Palestina.

Ketua DPR Puan Maharani.
”Kami mendukung upaya rekonsiliasi Palestina yang diprakarsai Mesir. Kami juga menghargai upaya Pemerintah Mesir dalam memberikan akses pada bantuan kemanusiaan, khususnya dari lembaga swadaya masyarakat Indonesia untuk warga Palestina di Gaza melalui perbatasan Rafah, Mesir,” kata Puan.
Terobosan
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, usulan Indonesia terkait dengan konflik Rusia-Ukraina merupakan langkah yang tepat secara substansial. Hal itu juga bisa dilihat sebagai terobosan penting yang menandakan bahwa Indonesia tidak pernah letih untuk mengupayakan perdamaian.
”Ini merupakan terobosan karena biasanya perdamaian diupayakan oleh pihak eksekutif. Namun, ini dilakukan oleh legislatif,” ujarnya.
Sebagai bagian dari negara, parlemen memang perlu turut serta melakukan diplomasi politik luar negeri. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, penyelenggara hubungan luar negeri tidak hanya pemerintah, tetapi juga nonpemerintah, termasuk DPR. Semua pihak wajib menerapkan politik luar negeri bebas aktif, yakni bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara apriori pada kekuatan dunia mana pun.
Baca juga: Indonesia Tolak Intervensi Asing dalam Penyelesaian Konflik Dalam Negeri

Hikmahanto Juwana
Diplomasi parlemen untuk mewujudkan perdamaian dunia juga bukan pertama kali dilakukan Indonesia.
Catatan Kompas, setidaknya sejak awal 2000-an DPR mendorong kemerdekaan Palestina di forum IPU. Bahkan, pada 2007 Indonesia juga gencar mengusulkan keanggotaan Palestina pada IPU setelah puluhan tahun hanya berperan sebagai peninjau. Hingga akhirnya Palestina menjadi anggota penuh IPU setahun setelahnya.
Ke depan, terobosan lain dalam diplomasi parlemen juga dinantikan untuk membuktikan bahwa Indonesia dapat menyumbangkan pemikiran dan berpartisipasi aktif dalam penyelesaian konflik, sengketa, dan permasalahan dunia. Sebagaimana amanat konstitusi, Indonesia telah berkomitmen untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasar pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.