Mengusung tema besar "Membangun Kembali Peradaban Dunia", NU menuju Satu Abad ingin mengambil peran meneguhkan kembali tatanan dunia pasca Perang Dunia II. Hal itu sejalan dengan gagasan ormas Islam lainnya di dunia.
Oleh
IQBAL BASYARI
Β·4 menit baca
IQBAL BASYARI
Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra (kiri) berbincang dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (18/3/2022). Kompas dan NU membicarakan soal 100 tahun NU dan berbagai masalah bangsa.
JAKARTA, KOMPAS - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan memulai kick off rangkaian kegiatan menuju 100 tahun NU mulai Mei mendatang. Mengusung tema besar "Membangun Kembali Peradaban Dunia", NU ingin mengambil peran dalam meneguhkan kembali tatanan dunia pasca-Perang Dunia II.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf saat ditemui Kompas di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (18/3/2022) mengatakan, pihaknya saat ini menyiapkan rangkaian kegiatan menuju Satu Abad NU. Adapun tema yang diusung tentang "Membangun Kembali Peradaban Dunia". Beragam kegiatan akan dilakukan di sejumlah daerah mulai Mei hingga puncak acara yang akan digelar Februari 2023 mendatang.
"Buat NU, ini merupakan momen terbesar sehingga eksekusi program-program NU setahun ini akan dikaitkan dengan peringatan 100 tahun," ujar Yahya yang kerap disapa Gus Yahya.
Gus Yahya menuturkan, NU ingin membangun kembali peradaban pasca berakhirnya kejayaan Kekaisaran Turki Usmani dan Perang Dunia II. Mereka ingin tatanan dunia yang adil dan harmonis berdasarkan atas penghormatan terhadap kesetaraan hak serta martabat bagi setiap umat manusia.
"NU ingin membangun kembali peradaban pasca berakhirnya kejayaan Kekaisaran Turki Usmani dan Perang Dunia II. Mereka ingin tatanan dunia yang adil dan harmonis berdasarkan atas penghormatan terhadap kesetaraan hak serta martabat bagi setiap umat manusia"
IQBAL BASYARI
Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra (kiri) berbincang dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (18/3/2022). Kompas dan NU membicarakan soal 100 tahun NU dan berbagai masalah bangsa.
Visi peradaban itu sejatinya sudah diangkat oleh para pendiri bangsa yang ditunjukkan melalui Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, di antaranya kemerdekaan bagi setiap bangsa dan mendorong ketertiban dunia. Sebab sebelum perang dunia II berakhir, negara-negara yang kuat cenderung melakukan penjajahan yang saat itu masih dianggap normal.
Setidaknya ada dua elemen mendasar yang harus terus dijaga pasca-perang dunia II, yakni perbatasan negara dan hak asasi universal. Indonesia bisa disebut sebagai salah satu negara yang menghargai itu karena menerapkan hak pilih universal di Pemilu 1955 atau pemilu pertama, bahkan lebih penghargaan terhadap hak pilih universal itu lebih dahulu diterapkan sebelum Amerika Serikat. "Jadi kita punya klaim yang kuat sebagai aspiran tata dunia pasca-perang dunia II," ucap Gus Yahya.
"Jadi kita punya klaim yang kuat sebagai aspiran tata dunia pasca-perang dunia II"
Namun demikian, ia menilai tata dunia pasca-perang dunia II masih belum sempurna. Urusan soal perbatasan negara belum tuntas sehingga masih ada negara yang saling klaim wilayah. Sekalipun relatif mampu memberikan stabilitas, keamanan, dan kemakmuran, NU menilai masih banyak yang harus disempurnakan. Kekurangan itu membuat sebagian kelompok mencari tatanan baru sehingga muncul radikalisme dan terorisme.
"Saya kira yang pertama tama dibutuhkan adalah reminder terhdap konsesus internasional pascaperang itu. Mari kembali ke konsensus itu karena kita sudah berada di tengah upaya untuk membangun peradaban baru dengan tatanan dunia pascaperang dunia II," tutur Gus Yahya.
Menurut dia, NU harus mengambil peran tersebut karena pendirian NU pada 16 Rajab 144 Hijriah atau 31 Januari 1926 yang lalu disebutnya sebagai upaya merintis jalan menuju peradaban baru. Oleh sebab itu, NU dinilai memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan tatanan dunia baru tersebut. "Saya mengklaim bahwa tata dunia baru ini juga merupakan pilihan dari pendiri NU juga," katanya.
UNDEFINED
Suasana pertemuan antara Pimpinan Kompas dan Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (18/3/2022). Pertemuan yang diikuti Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf itu membicarakan soal 100 tahun NU dan berbagai masalah bangsa.
Model dunia Islam
Secara terpisah, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Komaruddin Hidayat mengatakan, gagasan untuk membangun kembali peradaban dunia sejalan dengan gagasan dari sejumlah organisasi Islam di Indonesia dan intelektual muslim lain di berbagai belahan dunia. Mereka sadar akan kekayaan sejarah masa lalu dan ingin berkontribusi untuk membangun peradaban dunia.
Sebagai salah satu ormas keagamaan terbesar di Indonesia, lanjutnya, NU mesti memulai kontribusi itu dari internal komunitas dan berlanjut ke umat islam Indonesia, bangsa Indonesia, dunia Islam, hingga dunia secara umum. Sebab NU memiliki sejarah panjang, komunitas yang banyak, serta mempunyai banyak kiai dan intelektual. Sumber daya itu mesti dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan ekonomi umat agar lebih maju dan mandiri.
"Tanpa perbaikan ekonomi dan pendidikan di Indonesia, akan sulit menyumbangkan pada dunia. Bahkan kalau nanti Indonesia maju, akan menjadi model bagi dunia islam yang lain," ujar Komaruddin.
"Tanpa perbaikan ekonomi dan pendidikan di Indonesia, akan sulit menyumbangkan pada dunia. Bahkan kalau nanti Indonesia maju, akan menjadi model bagi dunia islam yang lain"
UNDEFINED
Suasana pertemuan antara Pimpinan Kompas dan Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Kantor PBNU Jakarta, Jumat (18/3/2022). Pertemuan yang diikuti Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf itu membicarakan soal 100 tahun NU dan berbagai masalah bangsa.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional Ahmad Najib Burhani mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan umat muslim terbanyak di dunia mestinya bisa mengambil peran sebagai pemimpin dalam menjalankan peran dalam membangun kembali peradaban dunia.
Apalagi, dunia kini tak terbatas jarak antara negara yang dekat dan jauh dari pusat peradaban Islam sehingga Indonesia bisa tetap memegang peran sentral itu. Umat Islam Indonesia juga tak kalah ortodoks dibanding umat Islam di negara lain dan pengetahuan yang dimiliki pun sama sehingga saling berbagi peran dengan umat Islam lain dari berbagai negara.