Tanah 1,5 Juta Meter Persegi Disita untuk Uang Pengganti Korupsi Jiwasraya
Kejaksaan Agung Aset meyita tanah seluas 1.545.744 meter persegi milik Benny Tjokro di Bekasi. Benny merupakan terpidana kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung menyita 296 bidang tanah di Bekasi, Jawa Barat, yang merupakan milik terpidana kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokro. Penyitaan itu untuk pemenuhan pembayaran ganti rugi. Sementara itu, kuasa hukum Benny Tjokro menyoal penyitaan aset yang dilakukan Kejaksaan Agung. Benny Tjokro mempertimbangkan mengajukan peninjuan kembali atas kasusnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/3/2022), mengatakan, tim pengendali eksekusi pada Direktorat Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, serta tim jaksa eksekutor pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/2/2022), telah menyita aset milik Benny Tjokro. Penyitaan itu berkaitan dengan perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Aset yang disita berupa 296 bidang tanah dengan luas 1.545.744 meter persegi di Bekasi. Rinciannya, 177 bidang tanah seluas 935.435 meter persegi di Desa Sukamekar, Kecamatan Sukawangi; 38 bidang tanah seluas 272.766 meter persegi di Desa Srijaya, Kecamatan Tambun Utara; serta 81 bidang tanah seluas 337.543 meter persegi di Desa Srimahi, Kecamatan Tambun Utara.
Selanjutnya, pada Kamis (24/2/2022), Ketut menyampaikan, untuk mencegah beralihnya kepemilikan 296 bidang tanah tersebut, jaksa eksekutor segera menindaklanjuti temuan aset tersebut dengan menyampaikan surat permintaan untuk tidak dilakukan pengalihan hak kepemilikan ke camat Sukawangi dan camat Tambun Utara. Selain itu, jaksa eksekutor juga meminta salinan akta jual beli tanah-tanah tersebut guna kepentingan sita eksekusi.
”Selanjutnya atas temuan tersebut, jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan segera menyerahkan hasil sita eksekusi atas 296 bidang tanah tersebut kepada Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung melalui Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Ketut.
Sita eksekusi terhadap aset milik Benny didasari pada putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor: 2937K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Agustus 2021 juncto putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 6/PID.SUS-TPK/2020/PT.DKI tanggal 26 Februari 2021 juncto putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 29/Pid.Sus-TPK/PN.Jkt.Pst tanggal 26 Oktober 2020. Dalam putusan tesebut, Benny dihukum untuk membayar uang pengganti Rp 6 triliun.
Ketut menuturkan, tim pengendali eksekusi pada Direktorat Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus bersama dengan jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan terus mencari harta benda milik Benny. Ini bertujuan untuk pemenuhan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 6 triliun yang harus ditanggung Benny.
Opsi peninjauan kembali
Kuasa hukum Benny Tjokro, Muchtar Arifin, mengaku, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui ihwal penyitaan ratusan bidang tanah di Bekasi. Ia juga tidak mengetahui penyitaan aset tanah itu apakah terkait perkara Jiwasraya atau bukan.
Terlepas dari hal itu, Muchtar menekankan, dalam kasus Jiwasraya yang melibatkan Benny, banyak aset yang disita selama ini tidak sesuai hukum. Misalnya, ada aset-aset milik pihak ketiga yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan perkara justru ikut disita. Selain itu, harta-harta warisan dari keluarga Benny pun ikut disita.
”Ini menurut penilaian kami, banyak masalah yang harus di-clear-kan. Saat ini, dia (Benny) itu sudah tidak punya apa-apa karena harta warisan orangtuanya juga ikut disita,” kata Muchtar.
Untuk itu, lanjut Muchtar, Benny kini juga tengah mempertimbangkan upaya peninjauan kembali (PK) atas kasusnya. Selain itu mengklirkan soal aset yang disita, ia juga menilai ada substansi perkara yang tidak sesuai dengan fakta yang ada.
”Itu (peninjauan kembali) opsi yang masih dalam pertimbangan karena banyak sekali yang dilanggar. Kami masih menunggu waktu yang tepat untuk ajukan PK,” kata Muchtar.