PT DI melihat peluang besar terkait dengan ofset pesawat tempur buatan Perancis, Rafale. Saat ini, PT DI tengah berupaya agar pemeliharaan tingkat depo Rafale bisa dilakukan di Indonesia.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelian pesawat tempur buatan Perancis, Rafale, perlu dilihat sebagai pembangunan kekuatan sistem pertahanan yang juga melibatkan industri pertahanan. Hal ini tentunya menjadi peluang tidak saja bagi industri pertahanan negara, tetapi juga swasta.
Dalam acara diskusi bertajuk "Menyongsong Pesawat Rafale" yang diadakan Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI), Kamis (17/2/2022). Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Donny Ermawan Taufanto mengatakan, salah satu alasan dipilihnya Rafale adalah pertimbangan geostratgi. Hubungan Indonesia dan Perancis tidak banyak mengalami pasang surut. Selain itu, produksi industri pertahanan Perancis berkualitas tinggi. Banyaknya kandungan lokal Perancis dalam Rafale membuat transfer teknologi dan ofset diharapkan bisa berjalan lebih baik.
Bersamaan dengan kontrak pengadaan enam pesawat tempur Rafale 10 Februari lalu senilai Rp 116 triliun, juga disertai dengan sistem pendukungnya. Beberapa nota kesepahaman (MOU) juga ditandatangani.
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang menandatangani MOU dengan Dassault Aviation, dalam ofset dan Transfer Teknologi (ToT). MOU ini sekaligus mengukuhkan keterlibatan secara langsung PT DI dalam proses pemeliharaan, perbaikan, dan pemeriksaan dengan membangun infrastrukturnya di Indonesia. Selain itu, adanya MOU PT Pindad dan Nexter Munition, PT LEN yang bekerja sama dengan Thales Group terkait dengan sistem sensor kapal dan kesepakatan PT PAL dan Naval Group terkait dengan suku cadang untuk kapal selam.
Mantan Sekjen Kemhan Eris Herryanto yang juga menjadi pembicara mengatakan, salah satu yang penting untuk diadakan di Indonesia adalah Avionic Intermediate Shop. Bengkel level menengah ini yang bisa memungkinkan Indonesia mengutak-atik sistem modular Rafale. Pasalnya, walaupun sangat menunjang operasi, sistem modular Rafale menyulitkan dari sisi pemeliharaan karena biasanya pabrik tidak mengizinkan modul itu dibongkar pihak lain.
Eris juga mengusulkan diintensifkannya transfer teknologi atau ofset untuk pembuatan peluru kendali. Pasalnya, dengan senjata itulah Indonesia nanti bisa mengembangkan pertahanan udaranya. ”Misalnya dengan platform KFX/IFX, tetapi senjata belajar dari teknologi Perancis itu sangat baik,” kata Eris.
Gautama Indra Djaja, selalu CEO IPTN North America, mengatakan, ofset sebaiknya dilakukan serealistis mungkin. Hal ini merujuk pada kemampuan teknologi dan SDM yang saat ini telah dimiliki. Ofset, menurut dia, memiliki banyak manfaat, mulai dari meningkatkan kemampuan SDM sampai memperluas jaringan.
Indra yang telah lama bekerja sama dengan Boeing mengatakan, dalam dunia penerbangan, perlu ada kerja sama dengan berbagai perusahaan. ”Dalam waktu dekat, Boeing akan buka cabang di Indonesia karena Indonesia mulai dilihat sebagai potensi,” kata Indra.
Indra mengatakan, berbagai perusahaan penerbangan melihat potensi untuk bekerja sama dengan PT DI. Pasalnya, ada UU Industri Pertahanan yang mensyaratkan ada kerja sama imbal dagang dalam transaksi pembelian alutsista. Realitasnya, untuk menyerap 2 miliar dollar AS saja sulit. Oleh karena itu, pelaksanaan yang harus digarap dengan teliti.
”Strategi mereka adalah ingin mengambil paket-paket ofset yang mudah, misalnya pembangunan kapasitas, seperti asistensi di bidang rekayasa, marketing, atau purnajual,” ujar Indra.
Eka Wahyono dari PT DI mengatakan, PT DI melihat peluang besar terkait dengan ofset Rafale. Ia mencontohkan, ofset saat pembelian A400M membuka ruang pasar produk PT DI secara global. Saat ini, PT DI tengah berupaya agar pemeliharaan tingkat depo Rafale bisa dilakukan di Indonesia.
Ia menghitung, kalau Indonesia jadi membeli 42 Rafale, ada lebih dari 100 mesin Rafale yang satu tipe. Ditambah mesin-mesin lain yang serupa. Ada sekitar 200 industri pertahanan swasta yang juga bisa mendapatkan bagian. ”Kita perlu jumlah pembelian yang besar, jadi ekonomis. Sekarang yang kita lagi usahakan adalah MRO, yaitu maintenance dan Line Replaceable Unit dengan Dasault,” kata Eka.