KPK Sita Aset Bekas Pejabat Pajak Angin Prayitno Senilai Rp 57 Miliar
Kebijakan KPK saat ini dalam pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan tidak hanya menghukum pelaku korupsi dengan pidana penjara, tetapi juga mengoptimalkan pemulihan aset.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyita aset milik bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji senilai Rp 57 miliar. Aset tersebut diduga terkait dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat Angin.
Angin Prayitno Aji ditetapkan kembali oleh KPK sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) setelah ia divonis bersalah dalam kasus suap pajak tahun 2016 dan 2017. Tim penyidik pun menduga kuat ada kesengajaan Angin dalam menyembunyikan hingga menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi itu.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi di Jakarta, Rabu (16/2/2022), mengatakan, tim penyidik telah menyita berbagai aset yang diduga terkait dengan perkara, di antarnya berupa bidang tanah dan bangunan. Sejauh ini, aset-aset yang telah disita tersebut bernilai sekitar Rp 57 miliar.
Ali menegaskan, kebijakan KPK saat ini dalam pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan tidak hanya menghukum pelaku korupsi dengan pidana penjara, tetapi juga mengoptimalkan pemulihan aset (asset recovery) melalui perampasan aset. Dengan begitu, penegakan hukum tindak pidana korupsi mampu memberikan efek jera bagi pelaku sekaligus sumbangsih bagi penerimaan kas negara.
“KPK mengupayakan asset recovery tersebut, di antaranya, melalui tuntutan uang pengganti, denda, ataupun perampasan aset melalui penerapan TPPU,“ ujar Ali.
Berkaitan dengan perkara TPPU yang menjerat Angin, hingga Selasa (15/2/2022), KPK telah memeriksa setidaknya lima saksi. Kelimanya berasal dari pihak swasta, yakni Marisah, Moh Anwar, Amat, Aswita, dan Endang. Pemeriksaan dilakukan di Kepolisian Resor Bogor Kota.
“Semua saksi hadir dan penyidik mendalami terkait dugaan aset berupa tanah milik tersangka Angin yang berada di Bogor,“ ucap Ali.
Berani menjerat yang lain
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendukung proses TPPU yang dilakukan KPK terhadap Angin. Menurut dia, Angin pantas dijerat pasal TPPU karena diduga telah menyamarkan atau menyembunyikan hasil-hasil uang dari hasil tindak pidana korupsinya.
Itu bisa terlihat dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) milik Angin yang mencurigakan karena hartanya sangat sedikit sebagai pejabat di Kementerian Keuangan. Kecurigaan semakin besar karena keberadaan uang suap dari pengurusan pajak hingga kini belum terungkap dengan jelas.
“Maka, untuk mengembalikan kerugian negara akibat ulah culas penerima suap itu, ya, harus dikenakan pasal pencucian uang, dan ini sesuai dengan program kerja dari pemerintahan sekarang bahwa pemberantasan korupsi tidak semata-mata memenjarakan orang, tetapi bagaimana recovery asset, pengembalian kerugian negara,“ ujar Boyamin.
Dengan penerapan pasal TPPU, Boyamin memandang, semua harta yang diduga berkaitan tindak pidana korupsi bisa dirampas. Selain itu, jika ada harta-harta yang diduga hasil kejahatan dan belum terlacak, aparat penegak hukum juga berwenang melacaknya. Dari sini, ia berharap kerugian negara bisa dipulihkan. “Orang juga akan semakin jera karena selain korupsi, juga dikenai pasal TPPU sehingga ancaman hukumannya makin berat,“ kata Boyamin.
Perkara KTP-el
Terlepas dari itu, Boyamin mengingatkan tunggakan KPK terkait dengan penerapan pasal TPPU bagi bekas Ketua DPR Setya Novanto, yang merupakan salah satu terpidana kasus korupsi megaproyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Menurut dia, kerugian negara di kasus ini sangat besar dan pemainnya pun berada di level jabatan tinggi karena jabatan Setya Novanto saat itu adalah Ketua DPR.
Untuk diketahui, jaksa KPK pada saat membacakan tuntutan bekas Ketua DPR Setya Novanto pada 2018 pernah menyampaikan bahwa ada dugaan TPPU dalam kasus korupsi proyek KTP-el. Namun, sayangnya, hingga saat ini TPPU terhadap Setya Novanto tak kunjung diusut.
Untuk itu, Boyamin mendorong KPK agar segera menelusuri dan menjerat Setya Novanto melalui pasal TPPU. Pada Selasa, ia mengaku sudah menyerahkan surat resmi kepada KPK terkait dengn permintaan pengambilalihan penanganan perkara dugaan pencucian uang Setya Novanto dari Bareskrim Polri.
Menurut dia, pada 2017, ketika KPK menangani korupsi KTP-el, ternyata Bareskrim diam-diam menyidik dugaan TPPU Setya Novanto dari kasus KTP-el. Namun, sampai sekarang penyidikan itu tidak berjalan.
“Saya khawatir waktu itu justru ada dugaan permainan penerapan pasal TPPU supaya tidak ditangani KPK supaya tidak berat hukumannya dan tidak tersita harta-harta Setya Novanto. Maka, sekarang, karena ternyata tidak jalan kasus TPPU di Bareskrim, KPK mau tidak mau harus mengambil alih. Kalau nanti tidak mau mengambil alih, ya, saya gugat praperadilan lagi. Surat saya ini, kan, sebagai syarat formal, syarat alasan untuk bisa aku praperadilan,“ kata Boyamin.